Setelah dirawat selama sehari di rumah sakit, Hazwan akhirnya pulang. Bapak membantu sang putra berjalan karena masih merasakan sakit di area perutnya.
Saat Hazwan baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, hal pertama yang dia lihat adalah kue ulang tahun dan juga hiasan balon di pinggir pinggir meja makan.
"Duduk dulu nak," ucap bapak pada Hazwan, setelahnya Hazwan duduk di sofa dan menatap bapak yang tengah berjalan lalu dia menatap meja makan tersebut dan menundukkan kepalanya.Bapak kembali dengan air hangat dan juga handuk kecil untuk mengompres perut Hazwan, bapak tidak mengerti harus memberi obat seperti apa untuk perut Hazwan. Obat-obatan yang bapak terima dari rumah sakit hanya untuk nyeri di tangan Hazwan.
"Sini nak, perutnya masih sakit ya?" tanya bapak. Bapak berlutut di hadapan Hazwan dan mengangkat kaus Hazwan.
"Mana nak yang sakit? Mana?"Hazwan menunjuk area yang sakit, "Dikompres ya nak," ucap bapak, Hazwan mengangguk.
Saat bapak mengompres perut Hazwan, bapak merasakan jika air mata Hazwan menetes. Bapak mendongakkan kepalanya, "Anak bapak nangis?" tanya bapak. Hazwan terisak, dia menghapus air matanya lalu memeluk bapak. Tidak perduli dengan rasa sakit yang dia rasakan, dia ingin memeluk bapak.
"Maafin Hazwan, bapak pasti capek ya nyiapin ulang tahun Hazwan. Hazwan emang ga berguna buat bapak. Bapak lagi sakit harusnya Hazwan ga ngerepotin bapak, ini malah ngerepotin bapak."
Bapak menggelengkan kepalanya, "Siapa yang capek nyiapin ulang tahun anak bapak? Bapak nyiapinnya biasa aja kok nak. Hazwan berguna kok buat bapak, Hazwan bisa bantuin bapak. Hazwan ga pernah ngerepotin bapak."
Hazwan menggelengkan kepalanya, "Engga pak, Hazwan bodoh banget pak."
Lagi lagi, bapak menggelengkan kepalanya, "Hazwan ga bodoh."
Bapak berdiri dan menepuk perlahan punggung sang anak yang terisak kencang, "Anak bapak cengeng banget."
Hazwan semakin kencang, tidak perduli sakit yang dia rasakan pada tubuhnya.
Dia memeluk bapak erat.Bapak mengusap Surai rambut Hazwan.
"Jangan tinggalin bapak ya nak."Hazwan mengangguk, "Bapak juga jangan tinggalin Hazwan... Bapak jangan... Jangan pernah."
Bapak menghela nafasnya lalu sesaat kemudian menatap beberapa obat-obatan yang tergeletak.
Entah berapa lama bapak akan bertahan, yang terpenting bagi bapak saat ini adalah membuat sang putra bahagia dan menjadikan sisa hidupnya lebih bermakna lagi."Bapak sayang Hazwan."
***
Sedangkan di tempat lain, om Jay dan istri saling duduk berhadapan.
"Bisa kok, bisa sembuh," ujar om Jay yakin. Sang istri menatapnya tidak percaya."Kamu lihat atau engga kemarin? Obatnya saja engga kesentuh. Sembuh?" Tanyanya lalu membuang muka kesal. Om Jay menghela nafasnya berat.
"Kalo...kalo dia minum obatnya dia gaakan pingsan."Om Jay yang menyadari jika sang istri menangis segera bangkit dari kursinya dan menenangkan sang istri. Dia menarik kursi untuk mendekati sang istri dan memeluknya, "Tenang sayang, tenang."
"Aku ga mau kita kehilangan teman lagi," jawabnya terisak.
"Kita ga bisa melakukan apa apa sekarang, sekarang tinggal Jo yang memilih. Dia mau bertahan atau menyerah.""Dia harus bertahan."
"Iya."
Dari luar, Mahen dan Jaka mendengar percakapan kedua orang tuanya. Mahen berjalan menjauh dan Jaka hanya menatap sang kakak yang tiba tiba berjalan menjauh begitu saja.
"Respon lo gitu doang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Bapak
FanfictionBapak adalah seorang cinta pertama bagi anaknya. Bukan hanya cinta pertama namun sebagai pahlawan bagi anaknya juga. "Pak, bapak." Panggilan tersebut terdengar lucu saat seorang anak menyebutkannya dengan nada merengek. "Kamu pingin makan apa nak...