Never planned that one day,
I'd be losing you
In another life
I would be your girl
We keep all our promises
Be us against the world.*****
"Dia jadi datang?" Neji bertanya. Ketika Hanabi telah meletakkan ponselnya kembali ke atas meja.
"Hemm, Kakak sudah ada di bawah."
"Kalau begitu aku pulang. Jaga dirimu, dan hubungi aku jika terjadi sesuatu."
Hanabi tersenyum, mengangkat tangan kanannya dan berpose hormat. "Siapp, oniisan!" Kemudian tertawa.
Neji tersenyum tipis. Sebelah tangannya terangkat mengusap pelan surai coklat Hanabi. Sebelum beranjak menuju pintu.
-----
Hyuga Neji terpaku. Begitu pula Hanabi di belakangnya yang ikut membeku. Memandang adegan itu dengan tatapan miris.
Ketika Hinata melangkah pelan. Mendekati sebuah pintu yang tertutup. Tangannya terangkat, mengusap ukiran timbul berbentuk angka tiga puluh tiga yang ada di permukaan pintu. Kemudian menundukkan kepala dalam. Hembusan napasnya berubah lebih lemah. Tremor pada kakinya semakin hebat ketika dia akhirnya bersimpuh dan terisak pilu.
Neji mendesah berat. Memandang Hinata cukup lama. Dan menghampiri gadis itu yang masih bergetar.
"Semua sudah selesai. Seharusnya, kau menolak permintaan ibumu saat itu."
Rautnya berubah datar, saat dia memandang kedua netra Hinata yang tampak basah dan menderita. Neji menghela napas sekali lagi, membawa Hinata untuk berdiri. Meremas bahunya. "Ada banyak hal yang tidak kau tahu tentang dia selama ini. Jadi, tolong, apa pun yang ada di kepalamu, sebaiknya─,"
Hinata mendengus keras. Memalingkan muka memandang pintu di depannya.
"Kau berkata seolah tahu segalanya tentang mereka. Kenyataannya kau juga sama tertipu sepertiku."
Neji tidak lagi berniat melanjutkan percakapan mereka. Disaat dia menoleh, menemukan Hanabi yang masih terdiam dengan raut pias. Layaknya manusia tanpa jiwa. Kembali menghela napas panjang. Sebelum akhirnya dia beranjak pergi.
Meninggalkan Hinata yang masih menatap nanar pintu tertutup di depannya. Dan pada debaran dada yang semakin terasa sesak ketika kepalanya memikirkan berbagai hal yang mungkin terjadi di dalam sana. Dia kembali terisak dalam dekapan Hanabi. "Ayo," Sang adik berbisik pelan. Kemudian membawa Hinata berbalik menuju pintu apartemen yang menjadi tempatnya bermalam semalam.
-----
"Minum lah,"
Hanabi mendorong gelas mug berisi coklat hangat untuk Hinata. Mendesah pelan ketika melihat tangan sang kakak masih gemetar. Meringis memperhatikan betapa berantakannya wajah bulat itu. Matanya yang sembab dengan jejak air mata yang masih tertinggal.
"Bukankah ini salah? Seharusnya kau datang menghiburku. Bukan malah sebaliknya."
Hinata bergeming. Saat menyesap coklat hangat miliknya, "Kau tak mengerti." Gumamnya pelan.
Hanabi mengangkat satu alisnya, "Apa yang tidak ku mengerti? Kau yang terluka. Benar?" Kemudian mendengus geli. "Kakak, kau terluka karena harapanmu sendiri."
Hening. Hinata tak lagi menyahut. Ia menunduk memandangi gelas mug berisi coklat hangat di tangannya dalam diam. Memancing satu decakan lolos dari belah bibir sang adik.
"Ayo berhenti. Kakak bisa bersama pria manapun di luar sana. Tidak untuk pria milik putri Haruno. Terlebih pria itu Uchiha."
"Kenapa dengan Sakura memangnya?" Hinata menyahut dengan nada getir. Kepalanya terangkat, menatap sang adik dengan pandangan menuntut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lady in Secret
FanfictionSASUSAKU fanfiction Naruto © Masashi Kishimoto WARNING!! 18+ bagi yang belum legal harap menjauh.