"Oy tuyul! Bangun! Gue siram nih pake air!"
Ailyn menutup telinganya, ia sangat ingin melempar bantal ke wajah kakaknya saat itu juga karena kakaknya itu sangat ribut, Ailyn lelah mendengar ocehannya.
"Bangun gak lo! Gak sekolah lo gue tanya?"
Ailyn terbangun kemudian mengacak-acak rambutnya, ia menatap kakaknya kesal. "Napa lo? Mau berantem? Ayo aja gue mah," ucap kakaknya dengan ekspresi mengejek.
"Gue mau bolos hari ini," ucap Ailyn kemudian melanjutkan tidurnya.
"Ailyn! Bangun gak lo! Mau jadi apa lo nanti? Kerjaan lo bolos mulu!"
"Ailyn males ah, hari ini pelajaran bu Riri, Ailyn kena marah terus kalo dia ngajar."
"Ya karena lo nakal tolol! Udah nakal, tolol pula. Kalo gue jadi guru lo gue bakal marah juga lah."
"Tau ah, ga peduli gue."
"Oke, kalo gitu gue telpon aya—"
"OKE FINE GUE SEKOLAH!"
Memang jurusan andalan kakaknya itu adalah dengan menelpon ayahnya jika Ailyn ingin bolos sekolah. Sebenarnya Ailyn itu lumayan takut dengan ayahnya, ayahnya itu dikenal punya sifat yang dingin, tegas, dan tidak bisa mengontrol emosinya. Satu-satunya orang yang tidak berani Ailyn tentang adalah ayahnya.
"Bibi Arum udah siapin makanan di bawah, kalo lo butuh apa-apa minta sama pembantu di bawah, gue mau pergi."
"Yaudah si, pergi ya pergi aja."
Kakaknya yang kerap dipanggil Leo itu beranjak keluar, namun ditengah langkahnya ia berbalik lagi. "Plis jangan buat masalah lagi! Oke? Gue pergi bye bye."
Ailyn mendengus kesal. Ia kesal harus sekolah hari ini, ia juga kesal harus bertemu dengan bu Riri hari ini. "Kenapa hidup gue harus semenyedihkan ini..."
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh dan kelas akan dimulai 15 menit lagi. Ailyn tidak peduli, biarkan saja ia terlambat hari ini.
Setelah mandi dan memakai seragam, ia turun dan menyantap sarapannya. Ia sesekali melihat pesan-pesan yang masuk di ponselnya.
"Non Ailyn apa tidak terlambat?" tanya bibi Arum.
"Biarin lah bi, Ailyn ga peduli." Bibi Arum hanya menggelengkan kepala mendengar perkataan Ailyn. Gadis itu tidak pernah menjalankan sekolahnya dengan serius. "Kalo bukan karena ayah, Ailyn ga akan sekolah." Gumam Ailyn yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Gadis itu akhirnya berangkat sekolah pukul 07.30 dan sampai pukul delapan. Tentu saja dia dimarah dan lagi-lagi harus berhadapan dengan guru di ruang BK.
"Hubungi orang tuamu."
Ailyn mendengus kesal, ia terlalu sering terlambat dan guru BK menyuruhnya untuk menghubungi salah satu dari orang tuanya. Tentu saja yang Ailyn hubungi adalah kakaknya, tidak mungkin ia menghubungi ayahnya yang punya tempramen buruk itu, bisa mati ia jika ketahuan ayahnya.
Tak lama Leo datang dan masuk ke ruang BK, ia bisa melihat adiknya itu duduk sembari menundukkan kepalanya dihadapan guru BK. "Maaf bu, adik saya buat masalah lagi ya?"
"Loh kenapa kakaknya lagi yang datang? Kenapa orang tua Ailyn ga pernah datang?"
"Anu... gini bu..."
"Orang tua Ailyn juga harus tau bagaimana perilaku anaknya disekolah."
"Begini bu, ayah Ailyn lagi di luar negeri sekarang dan ga bisa diganggu..."
"Kalo begitu hubungi ibunya."
"Kita sudah tidak punya ibu bu."
Ruangan hening seketika. "Ekhem! Kalo begitu saya ingin bicara dengan ayahnya lewat telepon."
"Waduh." Leo berpikir dan mencari cara agar masalah ini bisa selesai tanpa ayahnya harus tau masalah ini. Leo juga bisa mati jika ayahnya mengetahui masalah ini. Jika Ailyn membuat masalah, maka yang menjadi incaran pertama adalah Leo, karena Leo sendiri adalah kakak dari Ailyn. Leo akan dicap sebagai kakak yang tidak berguna dan tidak berhasil menjaga adiknya sendiri.
Tidak hanya itu. Leo juga sering ditampar jika Ailyn ketahuan membuat masalah, yang menanggung semuanya adalah Leo. Ailyn selalu sedih ketika kakaknya itu dimarahi oleh ayahnya, namun tetap saja gadis itu tetap suka membuat masalah.
"Begini bu... ayah kami sedang menjalankan pengobatan di luar negeri dan tidak bisa diganggu. Takutnya jika dia tau tentang ini, kondisinya akan makin memburuk." Ailyn menatap kakaknya, tentu Ailyn tau bahwa itu tidak benar. Sebenarnya ayahnya pergi ke luar negeri karena ada masalah bisnis yang harus diselesaikan disana.
"Baik kalau begitu. Ailyn, kamu jangan ulangi kebiasaan buruk ini! Kamu boleh ke kelas sekarang." Ailyn mengambil tasnya dan keluar dari ruangan tersebut. Ia pergi berjalan kaki menuju ruang kelasnya.
Tidak ada hari yang menyenangkan bagi Ailyn, semua hari sangat buruk baginya.
"Ailyn!"
Ailyn membalikkan tubuhnya karena ia mendengar seseorang memanggilnya, seseorang yang ia kenal yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Seseorang yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri, seseorang yang selalu mengerti keadaannya dan seseorang yang selalu mendukung apapun keputusan yang Ailyn buat.
"Lo telat lagi yhaaa," ucap gadis yang dipanggil Zena, ia menunjuk-nunjuk wajah sahabatnya itu.
"Lo sendiri ngapain? Ngebabu lagi?"
Zena merupakan anggota OSIS disekolahnya.
"Ish! Lo mah! Tenang Zenaaa, lo harus bertahan oke? Tinggal empat bulan lagii." Empat bulan lagi adalah pergantian semester yang dimana semua anggota OSIS kelas 12 akan berhenti menjadi OSIS. "Kalo gitu gue duluan ya. Gue harus cepet-cepet ngumpul ini nih." Ia memperlihatkan tumpukan kertas yang ada di tangannya.
"Iya. Inget hati-hati!"
"Sipppp, bye byeee!"
"Ckckckck, dasar babu."
Ailyn melanjutkan perjalanannya menuju kelas, yang tentunya saat sampai kelas ia diomeli oleh gurunya yang tak lain adalah bu Riri. Gadis itu disuruh membuat 50 soal Fisika dan akan dikumpulkam dipertemuan selanjutnya. Tentu saja Ailyn tidak akan mengerjakan tugas tersebut. Peduli apa dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Medicine Love
RomanceCinta beda usia? Kei Arlanta, dikenal sebagai CEO muda berumur 26 tahun. Ia harus menjalankan perusahaan milik ayahnya itu dikarenakan ayahnya telah meninggal dunia. Di kehidupan Kei yang begitu damai, datanglah seorang gadis cerewet dan nakal bern...