BAB 16

1.3K 177 31
                                    

°°°°

Keesokan harinya, jeongwoo dan junghwan memutuskan untuk lari sore bersama sebelum besoknya jeongwoo kembali disibukkan dengan segala tumpukan kertas yang ada dimeja kerjanya. Tadi pagi mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol santai sampai akhirnya tercetus dipikiran jeongwoo untuk mengajak anaknya keluar.

Alasan jeongwoo mengajak junghwan juga untuk melupakan kejadian kemarin saat dipernikahan kakaknya.

Setelah hampir 30 menit berlari keduanya kini memutuskan untuk duduk dikursi taman tetapi belum lama junghwan mendudukan diri ia langsung meminta izin kepada papanya untuk ikut bermain bersama teman sebayanya yang memang berada di area permainan yang ada di taman itu.

"Hati-hati, juju. Papa tunggu disini saja ya." ucap jeongwoo.

Jeongwoo memperhatikan junghwan dari kejauhan, merasa senang melihat anaknya yang mudah bersosialisasi dengan orang lain. Jarang sekali jeongwoo meliburkan diri sehingga tidak dapat melihat pertumbuhan anaknya, saat dijepang dulu hanya saat sarapan ataupun makan malam dirinya bisa berbincang dengan sang anak.

Jeongwoo tidak sadar jika sedari tadi ada yang memperhatikan kegiatannya.

Disisi lain, tak jauh dari keberadaan jeongwoo dan junghwan. Terlihat haruto yang memperhatikan keduanya. Tidak butuh waktu lama untuk haruto mendudukan dirinya disamping jeongwoo, menatap senyum yang terbit diwajah manis itu adalah hal yang paling ia nantikan selama belasan tahun lamanya.

Tidak ingin membuang waktu, merasa jeongwoo tak sadar akan kehadirannya. Haruto langsung saja menarik dan mendekap pria manis yang dulu pernah menjalin kasih dengan dirinya.

Berbeda dengan haruto yang merasa senang, kini jeongwoo tengah dilanda kebingungan saat dirinya ditarik oleh laki-laki yang tidak dikenali. Baru saja ingin memberontak, orang yang mendekapnya itu mengeluarkan suara.

"Maaf."

Suara itu, dan wangi parfum yang baru saja masuk ke indra penciumannya membuat jeongwoo mengenal siapa yang mendekapnya saat ini.

"Haruto?" lirih jeongwoo.

Haruto menahan tangis, kebahagiaan yang selama ini dirinya tunggu. Mendengar jeongwoonya memanggil namanya lagi.

"Jeongwoo, maaf. Pukul aku semau mu, tapi kumohon jangan pergi lagi. Maafkan aku yang sudah menyuruhmu pergi disaat kamu sedang mengandung buah hati kita sayang." ucapnya.

Jeongwoo menggelengkan kepalanya didekapan haruto, pikirannya menyuruh untuk mendorong haruto tetapi raganya terdiam saat haruto semakin mendekapnya erat, raganya seperti menanti pelukan ini setelah sekian lama.

Ia menangis, jeongwoo membenci dirinya yang lemah. Sekian lama memendam kelemahan yang ia punya, kini runtuh karena seseorang dimasa lalu yang sayangnya sampai saat ini masih ia cintai.

Bohong jika jeongwoo bilang dirinya tidak rindu, bohong jika jeongwoo tidak merindukan dekapan hangat yang saat ini dirinya rasakan, dan bohong jika jeongwoo bilang dirinya membenci pria yang saat ini tengah mendekapnya.

Karena nyatanya, jeongwoo merindukan haruto. Merindukan semua yang ada didalam diri pria itu.

"Papa." panggil junghwan yang membuat haruto menoleh. Merasa tak ada pergerakan dari jeongwoo membuat haruto sedikit menunduk untuk melihat lelaki manis di dekapannya. Tersenyum kecil karena kebiasaan jeongwoo yang masih sama, setelah menangis akan langsung tertidur.

papa; hajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang