Rumah berantakan dengan bau alkohol yang menyengat sudah menjadi pemandangannya setiap hari, Jaemin pulang ke rumahnya pada saat mentari sudah terbenam. Tujuannya satu, ia tidak ingin bertemu dengan ayahnya.
Ia memasuki rumah dengan langkah mengendap-ngendap, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Suasana yang gelap disana seolah tidak mengganggunya. Ia terus melanjutkan langkahnya hingga tiba di depan pintu kamarnya.
Prang!
Tidak sengaja Jaemin memecahkan vas bunga yang berada di atas meja samping pintu kamarnya, dirinya panik saat mendengar suara langkah kaki cepat mendekat. Dengan segera dirinya mengambil kunci pintu yang berada di saku celananya.
Tangannya bergetar saat suara langkah kaki itu kian cepat terdengar dari arah dapur, Jaemin ingin sekali menangis karena kesusahan saat membuka pintu, tangannya yang gemetar membuatnya sulit untuk memasukkan kunci.
"JAEMIN!"
Seorang pria terlihat berdiri di depan pintu dapur dengan keadaan mabuk, sebelum sempat pria itu mendatangi Jaemin, lelaki yang lebih muda itu berhasil memasuki kamar tidurnya dan menguncinya dari dalam.
Dug
Dug
Dug
"Buka pintunya Jaemin!"
Jaemin tidak menghiraukan suara dari balik pintu kamarnya, ia menyalakan lampu kamarnya dan menyimpan tasnya. Ia mengganti baju seragamnya dengan piayama tidur setelah membersihkan dirinya di kamar mandi.
Tubuhnya ia baringkan di atas kasur, Jaemin menatap langit-langit kamar dan menghembuskan napasnya pelan. Kini sudah tidak terdengar lagi suara dari luar kamarnya. Mungkin ayahnya lelah dan kembali ke ruangannya atau malah sedang tidur di depan kamarnya. Jaemin tidak peduli.
Semenjak kehilangan adik dan ibunya satu tahun lalu, ayahnya menjadi sering mabuk-mabukkan dan menjadi orang yang kasar. Tidak jarang Jaemin menjadi korban kekerasan ayahnya sendiri. Dan dari situ pula keluarganya benar-benar hancur tanpa tersisa.
Jaemin membuka pintu kamarnya dan benar saja, Kini ayahnya tertidur di lantai dengan banyaknya pecahan vas bunga yang ia jatuhkan tadi. Ia kembali ke dalam kamarnya dan mengambil sebuah selimut, dengan hati-hati ia menyelimuti ayahnya yang tertidur di lantai.
***
Keesokan harinya jaemin bangun sangat pagi sekali, bahkan matahari belum muncul dan langit masih gelap. Ia menyiapkan perlengkapan sekolahnya dan pergi keluar kamar saat ia sudah mandi dan rapih dengan balutan seragam SMA nya.
Kondisi ayahnya masih pada posisi yang sama, namun kini sudah tak ada lagi pecahan kaca disekitarnya, karena tadi malam Jaemin sempat membersihkannya. Ia tidak berniat membangunkan ayahnya saat ini, alasannya sudah pasti karena ia takut ayahnya masih mabuk dan malah membuat keributan di pagi hari.
Jaemin adalah seorang siswa kelas 11 di Neo High School, tidak ada yang istimewa dari kehidupan sekolahnya. Kegiatannya selalu sama, datang, belajar, lalu pulang. Ia tidak punya waktu luang untuk mengikuti organisasi yang ada di sekolahnya, karena ia harus bekerja paruh waktu setelah pulang sekolah.
Kini dirinya sudah berada dalam kelasnya, bangkunya terletak di bagian paling kanan baris kedua ruangan itu, tempat yang paling tidak mencolok. Ia meletakan tasnya lalu berlanjut memainkan ponselnya.
"Bang, ntar pulang sekolah anter beli jus buah ya."
Seorang lelaki manis memegang tangan Jaemin yang membuatnya menoleh ke arah sumber suara. Jaemin menoleh dan menemukan Chenle, sahabatnya yang berbeda satu tahun di bawahnya. Ia menatap sahabat itu dan mengangguk menyetujui ajakan Chenle.
"Iya, nanti lo tunggu aja di parkiran. Gue piket dulu soalnya."
"Oke sip."
Bel yang berbunyi nyaring menandakan dimulainya kegiatan belajar mengajar hari ini. Jaemin dengan segera menyiapkan alat tulisnya. Ia melihat gurunya tidak sendiri saat masuk ke kelas, Kali ini sepertinya kelasnya akan menambah anggota baru.
"Pagi anak-anak, sebelum memulai pelajaran, ibu akan memperkenalkan satu murid baru yang akan menjadi bagian dari kelas ini. Nah Jeno, silahkan memperkenalkan diri."
"Hallo, Nama saya Jeno."
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki di Ujung Jalan (NoMin)
Teen FictionJaemin lelah dengan hidupnya, namun kedatangan seorang murid baru mampu membantunya melewati semua itu. Orang yang membuatnya percaya bahwa ia tidak sendirian.