Dua tahun kemudian...
Di sebuah atap, dua orang pemuda sedang menikmati pemandangan sinar surya di sore itu. Jaemin menyandarkan kepalanya pada pemuda di sampingnya. Menikmati setiap elusan pada helaian rambutnya sambil memejamkan mata.
Telah menjadi kebiasaan mereka semenjak setahun yang lalu, setiap seminggu sekali mereka pasti akan datang ke tempat ini untuk menceritakan bagaimana hari-hari mereka berjalan.
Kini Jeno tidak lagi tinggal di rumahnya, ia menyewa kosan yang terletak dekat dengan kampusnya. Walaupun jauh dari Jaemin, Jeno selalu menyempatkan diri untuk mengecek keadaannya setiap harinya.
Mulai dari pesan penyemangat yang dikirim tiap harinya, hingga kiriman-kiriman yang Jeno berikan setiap kali Jaemin melakukan sesi konsultasinya dengan baik.
"Kuliah gimana?" Jaemin mendongkak di sela-sela pelukannya dan menatap netra Jeno.
"Ya gitu, sibuk sama tugas dan rapat." Jeno membalas tatapan Jaemin.
"Kata gu-aku juga. Kamu jadi kupu-kupu aja. Biar banyak waktu luang."
"Masih belum terbiasa aku-kamu an? Kita udah pacaran tiga bulan loh Na. Tapi gimana nyamannya kamu aja deh."
"Tau lah, Gue masih kesel ya sama lo, lagian udah ga jaman nembak pake surat cinta. Mana surat kecil itu lo selipin di dalem kue gue ya babi, kan jadi ketelen."
Jeno tergelak, ia mengingat kembali kejadian itu, saat dirinya berniat memberi tahu perasaannya pada jaemin. Ia malah dimarahi habis-habisan oleh maminya karena membuat Jaemin, anak kesayangan maminya menelan kertas.
"Sekarang biar aku yang balik nanya, kerjaan kamu gimana? Si Asep masih suka gangguin atau modus-modus gitu gak?" Jeno menegakkan tubuhnya memegang bahu Jaemin, membuat mereka kini berhadapan.
"Aman ko, belakangan ini juga si Asep udah gak suka ganggu lagi. Udah tobat kali." Ucap Jaemin.
"Bagus deh kalau gitu, nanti lagi kalau dia ganggu lagi tendang aja tititnya." Jeno memeluk Jaemin erat.
Suasana kembali hening, sinar surya sudah sepenuhnya menghilang. Malam gelap nan dingin menyapa mereka, membuat mereka saling menghangatkan melalui sebuah pelukan.
"Makasih ya Jen." Jaemin berucap, masih dengan menatap langit.
"Buat?"
"Semuanya, makasih banget udah hadir di kehidupan gue yang berantakan. Lo dengan sabar memperbaiki satu per satu bagian dari diri gue yang gue anggep udah ga bisa diapa-apain lagi."
Jaemin terkejut saat Jeno tiba-tiba mengecup bibirnya, Jaemin mengulum senyum. Ia memandangi wajah Jeno yang terlihat lebih serius sekarang. Pemuda itu menggenggam tangannya.
"Makasih juga udah mau berjuang dan belajar buat ikhlas. Kamu adalah manusia terkuat yang pernah aku temuin."
Senyum manis kembali tercetak di wajah Jaemin. Jangan merasa aneh, semenjak menjalani pengobatan, perlahan sifat ceria Jaemin yang sudah lama menghilang muncul kembali. Ia juga menjadi lebih sering tersenyum sekarang.
Jeno bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangan pada Jaemin, "Udah, ayo pulang. Aku lupa malam ini Haechan kan mau tunangan sama Renjun." Ucapnya.
Mata Jaemin membola, "Lah serius? Jangan bilang kita terlambat?"
"Harusnya sih sejam yang lalu rencananya, tapi kayanya ditunda." Jeno menepuk-nepuk pantatnya menghilangkan debu.
"Kok tau?" Jaemin heran.
Namun setelahnya ia ingin sekali untuk mendorong Jeno dari ketinggian. Jeno mengeluarkan sebuah kotak beludru dari sakunya. Ia berdoa semoga ini tidak menjadi alasan dari awal perang dunia ke 3.
***
Jaemin membuka pintu restoran yang menjadi tempat berlangsungnya pertunangan Haechan dan Renjun, -harusnya. Ia langsung disambut dengan suara pekikan Haechan yang menggelegar disusul dengan milik Jeno.
"JENO SIALAN!" Haechan menarik rambut Jeno dengan sekuat tenaga.
"GARA-GARA LO YA BANGSAT! INJUN MARAH SAMA GUE!" Lanjutnya.
Jeno mencoba lepas dari Haechan, namun nihil tarikan pada rambutnya justru semakin kuat. Jeno bersumpah, pukulan pada wajahnya lebih baik daripada jambakan Haechan yang bisa-bisa membuatnya botak.
"Iya maaf, maaf. Gue lupa Chan asli, biar gue yang bujuk Injun nanti." Tawar Jeno.
Pemuda itu menghampiri Renjun yang wajahnya sudah semerah tomat, seperti menahan amarah. Ia memandang Jaemin yang duduk di salah satu kursi di sana meminta pertolongan, namun sepertinya kekasihnya itu tidak berniat untuk membantu.
Jaemin malah bergabung dengan para orang tua yang memiliki acaranya makan sendiri. Ada orang tua Renjun, Haechan dan Jeno berkumpul di satu meja, mengabaikan keributan anak-anak mereka.
"Njun plis terima Echan yah, yah. Sumpah masa lo tega gue di siksa sama Echan sih Njun." Jeno menunjukkan puppy eyes-nya.
Renjun tidak menjawab, ia mengadahkan telapak tangannya," Mana sini cincinnya."
Tanpa bertanya Jeno langsung memberikan cincin itu, tetapi bukannya menghampiri Haechan, Renjun malah berjalan menuju tempat duduk Jaemin. Ia menyodorkan kotak itu di hadapan Jaemin.
"Na, gue tunangan sama lo ajalah." Ucapnya membuat Jeno dan Haechan tercengang.
Jaemin tersentak namun ekspresinya kembali normal, "Oh, lo maunya sama gue? Ayo aja si gue."
Haechan dan Jeno langsung memisahkan mereka berdua, Jeno membawa Jaemin pergi juga Haechan yang menarik Renjun dan membawanya layaknya karung beras menjauh dari Jaemin.
"Jen, amanin pacar lo anjir." Haechan berteriak.
"Amanin juga tunangan lo Chan." Sahut Jeno.
Begitu lah akhir dari kisah mereka, Jaemin akhirnya menemukan rumahnya. Ia tidak bisa membangun kembali rumah lamanya, namun ia menciptakan rumah baru yang sama nyamannya.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki di Ujung Jalan (NoMin)
Teen FictionJaemin lelah dengan hidupnya, namun kedatangan seorang murid baru mampu membantunya melewati semua itu. Orang yang membuatnya percaya bahwa ia tidak sendirian.