Darah yang terus menetes dari kepalanya mengotori lantai ruang tamu di malam itu, Jaemin lagi-lagi menjadi objek kekerasan ayahnya. Kepalanya pusing dan yang ada di pikirannya hanya menghubungi Bundanya.
Ia sudah tidak peduli lagi jika Bunda mengetahui segalanya, dirinya kini diselimuti rasa takut dan sangat kesakitan. Ini bermula saat ia haus di malam hari, dirinya keluar dari kamarnya dan menemukan ayahnya yang sedang mabuk.
Kejadian itu terlalu cepat dan Jaemin tidak bisa kabur kali ini, ayahnya menarik dan menyeretnya ke ruang tengah, mengambil barang yang berada dalam jangkauannya dan melemparnya mengenai kepala Jaemin.
Saat kesadarannya mulai hilang, ia melihat pintu ruang tengahnya yang di dobrak dari luar dan menampilkan sesosok wanita dengan wajah paniknya menhampiri Jaemin, wanita itu membantunya untuk berjalan masuk ke dalam mobil.
***
Ruangan putih dengan bau obat-obatan adalah yang hal yang pertama Jaemin rasakan saat ia membuka matanya. Ia menoleh ke samping dan menemukan seorang wanita yang tertidur dengan keadaan duduk.
"Bun..., jangan tidur disini, nanti punggungnya sakit." Ucap Jaemin sembari mengelus tangan Bundanya.
"Na? kamu sudah bangun Nak?"
"Iya Bun, maaf ya Nana jadi ngerepotin Bunda."
"Gapapa sayang, tapi sebenernya apa yang buat Nana bisa kaya tadi, Bunda kaget banget waktu lihat Nana udah dalam keadaan kaya gitu."
"Ini semua karena Ayah. Setiap ayah mabuk pasti Nana yang jadi sasarannya, biasanya Nana bisa menghindar tapi malem itu kejadiannya terlalu cepet."
"Yaampun Na, apa kamu sering begini?"
"Engga kok Bun, ini terjadi kalau Ayah mabuk aja, selebihnya Nana gapapa."
"Yaudah lain kali kalau ada apa-apa jangan ragu buat kasih tau bunda ya, sekarang Nana istirahat aja, gausah sekolah dulu sampe bener-bener pulih. Maaf bunda gabisa nemenin Nana terus karena ada suami sama anak bunda yang bunda tinggalin di rumah. Nanti siang Bunda datang lagi."
Jaemin menggangguk atas ucapan wanita di hadapannya, tidak lama kemudian Tifffany atau Bundanya itu berpamitan dengannya, saat wanita itu berjalan keluar, Jaemin memerhatikan penampilan wanita itu yang masih memakai piyama, bahkan memakai sendal yang bukan pasangannya.
Setelah kepergian Tiffany, Jaemin meraih ponselnya yang berada di atas nakas, ia membuka roomchatnya dengan Chenle untuk mengabari sahabatnya itu tentang keadaan dirinya. Selama ini hanya Chenle yang selalu ia hubungi untuk meminta tolong masalah perijinan sekolahnya.
Jaemin menaruh kembali ponselnya saat ia selesai mengabari Chenle, selain itu, ia tidak membuka apa-apa lagi termasuk mengabari teman-teman sekelasnya, yaitu Haechan, Renjun dan Jeno. Ia membaringkan tubuhnya dan mulai terlelap.
***
"Chan, lo tau ga Nana kemana? Biasanya dia datang pagi." Jeno menepuk bahu Haechan.
"Eh iya juga ya, Njun Nana ngasih kabar ga?" Tanya Haechan pada Renjun.
"Nggak, ck, kebiasaan banget dah si Nana, suka ngilang tanpa kabar."
"Lah, dia sering kayak gini?" Tanya Jeno setelah mendengar jawaban Renjun.
"Gak sering sih, tapi dia beberapa kali kayak gini, Ntar deh pulang sekolah gue sama Echan tanya ke Chenle."
"Gue ikut deh." Ucap Jeno.
Renjun segera mebalikkan badannya saat guru sudah memasuki kelas, diikuti Haechan. Sebenarnya Jeno mencoba tidak peduli, toh mereka juga bahkan baru bertemu beberapa hari yang lalu. Tetapi entah mengapa Lelaki bernama Jaemin itu meninggalkan kesan tersendiri baginya.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki di Ujung Jalan (NoMin)
Novela JuvenilJaemin lelah dengan hidupnya, namun kedatangan seorang murid baru mampu membantunya melewati semua itu. Orang yang membuatnya percaya bahwa ia tidak sendirian.