LUJ 15

170 13 0
                                    

"Ang.., Bang... ABANG!"

Jaemin tersadar dari lamunannya dan sedikit berkedip beberapa kali, 'bukankah tadi ia di kamarnya?' pikirnya. Ia melihat sekeliling dan mendapati dirinya yang sedang duduk di kursi mobil bersama keluarganya.

Ia melihat ke arah samping dan menemukan adiknya dengan pakaian yang sama seperti terakhir kali ia lihat, buru-buru ia juga memeriksa apa yang dikenakannya. Benar saja, ini adalah baju yang ia pakai saat kecelakaan itu terjadi. 

Suasana malam yang kelam, jalanan yang sepi, dan Jisung yang tidak hentinya mengomel tentang gusinya yang baru berdarah. Semuanya sama, mendadak telinga Jaemin terasa berdenging. Ia menutupnya dengan kedua tangan.

"Bang, Kenapa?" Tanya Jisung padanya.

Dapat ia rasakan Jisung yang memegang bahunya dengan raut panik, namun Jaemin mengabaikannya dan menegakkan tubuhnya, ia bertumpu pada dua kursi yang berada di depannya dan mencondongkan diri  ke depan.   

"BERHENTI!"

Ibu dan ayahnya tidak menghiraukannya dan dirinya kembali ditarik ke belakang oleh adiknya. Jaemin meronta dan kembali menarik lengan ibunya.

"Please, hiks... stop."

Jaemin sudah berkali-kali berteriak tetapi orang tuanya sama sekali tidak menyautnya, bahkan saat ia menarik lengan ibunya, dirinya hanya menatap Jaemin dengan tatapan kosong.

"Bang, Abang kenapa?  Udah gausah sedih lagi, kita kan mau beli es krim yang kemaren abang pengen. Tempatnya emang sedikit jauh, tapi kan ayah juga udah iyain." Ucap Jisung sambil menepuk-nepuk bahu Jaemin yang bergetar.

"Ga, lupain tentang es krimnya. Please Bun, Yah, ayo kita pulang."

Sia-sia, karena semua yang ia lakukan tidak menghentikan mobil itu. Ia melihat ke arah luar jendela dan memandang angka lampu lalu lintas yang menghitung mundur. Ia sangat ingat, setelah angka itu mencapai 10, sebuah truk akan datang dari arah lawan dan menghantam mobil mereka.

Sepuluh detik tersisa, tetapi ia masih diam di tempat duduknya bersama Jisung. Perlahan ia melihat sebuah truk datang dengan ugal-ugalan. Jaemin kembali histeris dan menarik-narik baju ibu dan ayahnya, sampai angka di lampu lalu lintas itu menunjukkan angka 10 dan ia merasakan kepalanya terbentur.

Brak!

Hh...Hh...Hh

Jaemin terbangun dari tidurnya dan mendengar suara pintu dan diketuk secara brutal dari dari luar .

Dug, dug, dug.

"JAEMIN! KELUAR KAMU ANAK SIALAN!"

Tidak menggubris ketukan dari pintu, ia malah kembali mengingat tentang mimpinya tadi. Jaemin terduduk di atas kasurnya dengan keringat yang bercucuran di pelipisnya dan napas yang masih tidak teratur.

Ia memandang foto yang masih ada di genggamannya, sedetik kemudian, perasaan bersalah kembali muncul. Jaemin menangis sejadi-jadinya sembari memeluk foto itu. Suara ayahnya kembali terdengar.

"Kalau saya berhasil masuk, saya gaakan segan-segan bunuh kamu, JAEMIN!"

"Ayah, Jaemin saat ini butuh pelukan dan semangat dari ayah, bukan pukulan!"

"Berani-beraninya kamu minta semua itu setelah kamu bunuh istri dan anak saya!"

Dug, dug, dug.

Suara ketukan itu semakin keras membuat Jaemin kembali menarik selimut dan memejamkan matanya erat, isak tangis terdengar memenuhi ruangan. Jaemin akhirnya kembali terlelap karena lelah menangis.

Dua hari ia habiskan di dalam kamar, tanpa makan maupun minum sedikit pun. Badannya terlihat mengurus dengan pipi tirus yang terlihat sangat jelas, Jaemin bersumpah badannya terasa sangat lemas, bahkan untuk berdiri saja ia tidak mampu.

Ia berbaring sembari menatap kosong dinding kamarnya. Beberapa kali ia dengar suara dering ponselnya, namun ia abaikan. Jaemin membawa sebelah lengannya untuk menutup wajahnya dan tetes demi tetes air mata kembali jatuh membasahi pipinya, melengkapi jejak air mata yang sudah ada.



tbc


Lelaki di Ujung Jalan (NoMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang