LUJ 021

165 17 1
                                    



Zrashh...


Jaemin membiarkan dirinya basah terguyur dinginya air shower, sudah satu bulan  ia tinggal bersama Jeno, dan tidak bisa ia pungkiri jika ia merasa nyaman di sini. Tidak seperti pemikirannya, ternyata ayahnya tidak datang memaksanya pulang. Batang hidungnya pun tidak terlihat.


Memastikan dirinya bersih dari sisa-sisa sabun yang menempel, Jaemin melilitkan sebuah handuk kecil untuk menutupi bagian bawahnya dan melihat cermin yang berada tepat di depannya.


Ia mengusap cermin itu, menyirkirkan embun yang menutupi dengan telapak tangannya lalu matanya turun memandang sebuah luka besar yang berada tepat di dada, Jaemin mengusap luka itu pelan dengan jarinya.


Tok

Tok

Tok


Terdengar suara ketukan yang membuat Jaemin menoleh, dengan segera ia mengenakan pakaiannya.


"Na, lo masih mandi?" Ucap Jeno dari balik pintu.


"Bentar lagi!" Jaemin menjawab sedikit berteriak, takut-takut suaranya tidak terdengar.


Ceklek


Pintu kamar mandi terbuka dengan Jaemin yang sudah rapih memakai seragam sekolahnya. Jeno yang melihat itu berdecak malas.


"Kan, udah gue bilang Na. Pake baju itu di kamar aja, gimana kalo lo kepeleset di dalem huh?!" Pagi yang berbeda dengan omelan yang berbeda.


Sudah terlalu biasa mendengar ocehan Jeno, sampai-sampai Jaemin hanya tersenyum mendengarnya seolah menyetujui. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah masuk kuping kiri keluar kuping kanan.


Bahkan setelah tau jika mereka berdua kesiangan dan Jeno belum mandi pun ia sempat-sempatnya mengoceh. Jaemin akhirnya mendorong Jeno masuk ke dalam kamar mandi.


"Udah cepetan sana mandi."


***


Triiinggg


Suara bel berbunyi, Jaemin dan Jeno bersyukur saat ini mereka sudah berada dalam sekolah, lebih tepatnya satu meter jauhnya dari gerbang. 


Jeno tersenyum sumringah saat berpapasan dengan Pa Tio yang notabene nya guru dengan wajah spek anime di sekolahnya.


"Gila Pa Tio cakep banget, gue rela deh jadi simpenannya." Jeno menatap punggung Pa Tio penuh puja.


Pemuda di sebelahnya hanya merotasikan bola matanya malas, "Gue laporin lo ke Pa Juned. Lo tau kan gimana bucinnya Pa Juned ke Pa Tio? Liat tuh si Asep, dia trauma air karena diceburin ke got sama Pa Juned. Lagian bisa-bisanya si Asep nembak Pa Tio di depan suaminya." Jaemin tidak habis pikir.


Jeno bergidik ngeri, pasalnya ia juga turut menyaksikan kejadian itu, "Canda kali Na, masa gue mau ngeduain lo sih." Jeno menyenggol bahu Jaemin.


"Si babi." gerutu Jaemin.


Kelas berjalan seperti biasanya dimana Haechan juga Jeno yang selalu saja memperdebatkan masalah yang tidak biasa, contohnya saja, mereka meributkan bentuk bumi. Jeno yang kekeh dengan bentuk Bumi itu bulat, sedangkan Haechan yang tetap pada pendiriannya bahwa bumi itu berbentuk seperti buah Jambu.


Jaemin merasa waktu berjalan lebih lambat hari ini, selain pusing mendengar perdebatan kedua temannya. Ia juga pusing memikirkan pelajaran hari ini, untungnya ia bisa bertahan hingga kelas selesai.


Berjalan menuju rumah, Jeno dan Jaemin dikejutkan dengan kedatangan seorang pria 40 tahunan yang tengah berdiri di depan pintu, Jaemin terdiam dengan ekspresi canggung sedangkan Jeno sudah menghilang dari sisinya dan menghambur pada pelukan orang itu.


"Daddy!" Pekik Jeno.


"Uwah anak Daddy." 


Donghae membalas pelukan anaknya tak kalah erat, menyalurkan rasa rindu karena berbulan-bulan tidak bertemu. Jaemin terpaku pada posisinya,gugup menyelimuti dirinya ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa.


Ayah Jeno itu menyadari eksistensi Jaemin dan memanggilnya mendekat, "Kamu Jaemin?" Tanyanya.


"Saya Donghae, Daddynya Jeno." Lanjutnya menjulurkan tangan.


Jaemin menyambut ajakan salam Donghae, "Iya Om, saya Jaemin. Na Jaemin temennya Jeno."


Donghae mengerutkan keningnya, "Tunggu, Na Jaemin anaknya Siwon?"


Deg!


Tubuh Jaemin membeku, matanya bergetar takut. Tanpa menjawab pertanyaan Donghae, Jaemin berpamitan dan langsung melesat memasuki rumah menyusul Jeno yang sempat meninggalkannya.


"Jaemin lihat, Bunda puny-" Perkataan Tiffany terpotong, melihat Jaemin yang tergesa masuk ke kamarnya sembari sesekali mengusap air mata yang turun.


Jeno yang sedang mengunyah cireng buatan maminya pun turut kebingungan melihat sikap Jaemin, seingatnya Jaemin masih baik-baik saja tadi.


Ibu dan anak itu mengalihkan pandangan mereka pada sosok yang baru saja memasuki rumah, Donghae melihat keduanya juga sama bingungnya, namun ia memiliki pertanyaan tentang Jaemin yang membuatnya penasaran. Ia menghampiri Istri dan putranya.


"Mi, Jaemin itu anaknya Siwon?" Tanyanya tanpa basa-basi.


Tiffany memejamkan matanya, kini ia tahu alasan perubahan sikap Jaemin. Pasti Donghae menanyakan Jaemin tentang ayahnya. Ia hanya berdeham menjawab pertanyaan Donghae.


Jeno mengerjap, "Om Siwon temennya Daddy?"


Oke, sekarang Jeno merasa pening karena menerima semua informasi ini. Sepengetahuannya keluarga dari teman Daddynya itu mengalami kecelakaan hebat dan hanya anak sulungnya yang selamat, tetapi bukannya ayah Jaemin masih hidup?


Memang ia tidak pernah secara langsung bertemu dengan ayahnya Jaemin, tetapi ia pernah sekali melihat fotonya, maka dari itu ia ingin memastikan. Jeno meminta daddynya untuk menunjukkan foto Siwon yang ia kenal, Donghae pun tidak masalah, ia mengeluarkan ponselnya memperlihatkan potretnya bersama sang sahabat.


Mata Jeno membola, 'Oh Shit!' Batinnya.



tbc


Lelaki di Ujung Jalan (NoMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang