TWELVE

43 7 1
                                    

Soobin tidak pernah menyangka bahwa Ibu akan mengajaknya pergi menemui Kakak.

Bukan Soobin tak senang, ia justru merasa bahagia. Tidak biasanya inisiatif itu datang dari Ibu tanpa dorongan Soobin.

Akhir-akhir ini Ibu memang terasa berbeda. Dari mulai Ibu yang mencari tahu apa saja makanan kesukaan Seokjin, hingga ekspresi gusar kala mendapati pesan tentang Seokjin yang hilang dari rumah sakit, pulang tanpa mengabari siapapun. Ibu yang semula memasang wajah datar mendengar apapun tentang kakak kini menunjukkan perhatian begitu kentara.

Tapi,


"Ibu yakin mau melihat kakak?"

"Memangnya kenapa?"

"Aku hanya sedikit khawatir." Soobin tidak yakin akan reaksi Seokjin. Kendati seringkali memilih diam atas perlakuan Ibu, sejatinya Soobin tahu bahwa Seokjin sendiri menahan diri untuk menunjukkan ketidaksukaannya atas kehadiran Ibu, di hadapan Soobin.

Tentunya Soobin tak ingin ada perkelahian dari Ibu dan kakak.

Steamy Serenade menjadi tempat yang Soobin dan Ibu tuju ketika tidak mendapati kehadiran Kakak di apartemen, setelah menanyakan beberapa hal pada salah satu teman Seokjin. Kak Yoongi berkata mungkin Seokjin tidak mau mengingat kecelakaan tempo lalu dengan menyibukkan diri, karena itu memilih lekas bekerja ketimbang meluangkan waktu beristirahat.

Ia tak bisa mencegah apa yang Seokjin inginkan. Soobin hanya orang yang melihat, bukan merasakan langsung. Bagaimana luka yang sedang kakaknya coba sembuhkan hanyalah Seokjin sendiri yang paham. Hanya saja ia berharap agar Seokjin lebih peduli dengan diri sendiri mengingat ia belum sepenuhnya dalam kondisi bagus untuk menanggung beban kerja fisik melelahkan.

Melirik sekitar yang tak begitu dipenuhi pengunjung membuat Soobin sedikit lega. Setidaknya dengan begini kakaknya bisa menghemat energi. Sembari menikmati cup caramel latte ia terduduk sendirian, sementara Ibu nampak melakukan konversasi bersama seorang wanita paruh baya di dekat kasir.


"Ibu baru saja bicara dengan pemilik kafe agar bisa berbincang sebentar dengan kakakmu." Ucap Ibu ketika tiba di meja. Mengambil posisi duduk di samping Soobin kemudian meneguk segelas kopi hitam yang selalu menjadi favorit Ibunya. "Dia bilang kita boleh bertemu."

"Ibu,"

Soobin menoleh pada wajah Ibu yang tengah memandangnya penasaran.

"Ibu tidak membedakanku dan kakak kan?"

Pertanyaan yang dilayangkan Soobin tak segera ditanggapi. Kurva itu mengatup terlalu lama, pun binar matanya sulit dijelaskan. Meski ratap tajam yang selalu Ibu berikan pada Seokjin, Soobin mampu menangkap bahwa sesungguhnya tersirat binar sesak di dalamnya. Ada pemaknaan berbeda tentang seorang anak di mata Ibunya, kepada Soobin dan Seokjin. Ketika Ibu menatapnya dan saat berhadapan dengan figur Seokjin, sorot netra itu memiliki kilau yang berbeda. Bahkan perhatian yang tercurahkan pada Seokjin baru-baru ini dimana semuanya terlalu terlambat, masih jauh berbeda dengan kasih sayang yang diberikan Ibu padanya.


"Aneh sekali. Pertanyaanmu terlalu tiba-tiba. Ada yang salah pada minumanmu, Ibu rasa."

Ketimbang menjawab, Ibu seakan mencoba berkilah. Seolah tak ingin ada pembahasan semacam ini.

The Red Thread Of Fate : Moonlight [NAMJIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang