TEN

69 9 3
                                    

🎵 "Cherry Blossom Ending" By Busker Busker

.

Mentari bahkan belum mencapai ufuk kala Seokjin bersiap meninggalkan rumah sakit. Aktivitas yang senantiasa dilakukan orang-orang bahkan belum terlalu nampak. Dan sejujurnya, merupakan suatu ide buruk untuk pergi tanpa ditemani salah seorang ketika Seokjin belum lama mengalami kejadian tak mengenakkan.

Ada tempat yang hendak Seokjin kunjungi sebelum benar-benar meninggalkan Naksan.

Kota ini memang sangat asing, tapi bukan berarti Seokjin tak pernah kemari. Satu kesempatan pada hari mendung di musim panas tahun keduanya bersekolah, Seokjin secara mendadak dibawa pada satu tempat dimana untuk pertama dan terakhir kalinya bertemu secara langsung dengan seorang kenalan.

Teknologi memang mengikis satu kata bernama jarak. Seoul dan Naksan terasa begitu dekat hanya berbekal media sosial. Ia masih ingat bagaimana awal perkenalannya dengan Psyche melalui game online. Seokjin yang saat itu mencari pelarian dari rasa sepi kala Yoongi disibukkan dengan kegiatan basket, merasa beruntung menemukannya yang menemani dalam dunia yang tidak terlalu Seokjin kuasai. Tak tanggung pula memberi beberapa tips dan mengajarkan banyak taktik, yang kemudian baru Seokjin ketahui bahwa Psyche merupakan trainee e-sport yang hendak memulai penampilan perdana dengan nama asli Jihye ketika ia mengantarkan jasad gadis itu ke peristirahatan terakhir.

Di Naksan.

Pada persimpangan yang telah menjadi saksi bisu kecelakaan lalu lintas maut dengan banyak korban berjatuhan, Seokjin meletakkan rangkaian bunga dan sebungkus coklat diantara banyaknya buah tangan yang berserakkan disana. Tepat di salah satu tiang lampu terdekat bahkan tertempel banyak sekali surat dari sahabat dan keluarga para korban.

Tak ada satu surat diperuntukkan untuk Jihye.

Seokjin tahu bagaimana Jihye hidup. Terlahir sebagai anak tanpa orang tua, jatuh bangun bekerja disamping menuntut ilmu. Melawan penindasan yang diterima dengan merangkak menuju tempat tinggi. Jika tak mengenalinya, Seokjin tidak akan pernah bisa mengambil keputusan untuk angkat kaki dan hidup mandiri.

Walau semua berlangsung tidak lama, berkat Jihye lah Seokjin bisa menjadi dirinya yang sekarang. Eksistensi Jihye dalam hidup Seokjin yang singkat berhasil membawa perubahan besar pada diri Seokjin.

Baginya, Jihye adalah bintang kejora.

Cahaya yang sempat ia lupakan.

"Hei, Jihye." Ucap Seokjin lirih. "Apa kabarmu?"

Ia tidak suka berada di tempat ini. Tapi Seokjin akan merasa bersalah jika tidak menyempatkan diri untuk menyapa. Meski harus bertengkar hebat dengan reka ulang bagaimana suara Jihye dari seberang telpon, begitu frustasi menyerukan nama Seokjin di sisa-sisa nafasnya.

Andai saja Seokjin bisa memutar kembali waktu, mungkin ia akan menghalangi rencana Jihye mengunjungi rumah musim panas. Dengan begitu takkan ada banyak nyawa terenggut. Dan mungkin pula, ia dan Jihye akan jauh lebih dekat sebagaimana hubungannya dengan Yoongi dan Miwoo.

Tuhan terlalu merindukan hadirnya Jihye.

"Ji, aku tidak tahu apa nanti bisa datang kemari atau tidak. Naksan kembali menoreh luka kedua. Kali ini hampir membuatku mati dan ikut pergi mengunjungimu."

Kedua tangannya kini teremat kuat.

"Dimanapun itu, kupastikan tetap mengenangmu. Mendoakanmu. Jadi jangan marah ya? Aku butuh waktu untuk pulih....dari semua luka ini. Agar nanti aku tidak lagi datang dengan duka."

Wajah Seokjin mendongak, berusaha tak membiarkan air matanya lolos. Setidaknya ia tak boleh menangis disini, atau Jihye akan melihatnya. Seokjin pernah berjanji agar tidak memperlihatkan kesedihannya ke hadapan Jihye.

The Red Thread Of Fate : Moonlight [NAMJIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang