16. sekuat ku menahan

197 38 0
                                    

"Mashaka anak yang kuat, Mashaka itu hebat dan Mashaka pasti bisa sembuh."

Perkataan itu sudah belasan tahun yang lalu pernah Hapten dengar dari adik kesayangannya. Seseorang yang membuatnya berjanji untuk menjaganya dengan sangat baik, Hapten juga meminta pada Tuhan agar membiarkan Mashaka bahagia bersamanya.

Namun, barangkali rasa sakit yang Mashaka derita serta seakan-akan meninggalkannya merupakan teguran dari Tuhan untuk Hapten. Dia sudah ingkar janji, Mashaka di biarkan olehnya menjalani kehidupan menyakitkan semacam ini. Hapten terlalu sering mengatakan ke adiknya, jika teruslah hidup dengan bersikap baik pada siapapun. Hingga Mashaka memiliki pola pikir terlalu berlebihan, kebaikannya seringkali dimanfaatkan.

Kini Mashaka bukan seseorang yang akan di kenang baik, dia merasa telah gagal. Gagal untuk menjadi baik bagi dirinya sendiri. Semua orang mungkin menganggap Mashaka seseorang yang sangat peduli, tetapi mereka akan menilai Mashaka aneh jika yang Mashaka pedulikan hanyalah orang lain. Itulah pemikiran Mashaka setelah dia tahu, bahwasanya dia hidup cukup buruk dengan dirinya sendiri sejauh ini.

Saat dirinya membuka mata yang Mashaka lihat hanyalah sebuah kesunyian, entah kemana pergi kedua orangtuanya serta sang kakak. Masker oksigen yang membekap mulutnya membuat Mashaka susah untuk bergerak leluasa, karena berkeinginan ke kamar mandi. Mashaka terpaksa melepaskan masker oksigen tersebut, membawa tiang infus sambil berjalan tertatih. Tidak dirinya sangka, napasnya sedikit tidak stabil.

"Bunda!" Panggilannya dengan sedikit lantang.

Tapi nihil, di rumah memang tidak ada siapa-siapa. Mashaka terpaksa tetap menuju ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Mashaka tidak suka terlalu lama berbaring di ranjangnya, sudah menjadi kebiasaannya dari kecil untuk tidak memanjakan dirinya sendiri. Ketika sakit dia harus melawannya apapun yang terjadi.

Hanya saja yang terjadi padanya saat ini berbeda, Mashaka bukan sekedar demam ataupun sakit biasa. Mashaka tidak baik-baik saja, laju napasnya yang tak stabil membuat Mashaka berhenti sejenak. Mengatur napasnya yang mendadak sulit untuk meraup oksigen dengan baik.

Mashaka berusaha sekuat tenaganya, akan tetapi kali ini jauh lebik buruk. Mashaka terjatuh akibat tidak mampu menahan berat badan nya sendiri, jatuhnya yang telungkup membuat bagian dadanya semakin terasa menyakitkan. Mashaka mencoba untuk membuat posisi tubuhnya melentang.

Sial, ternyata bukan hanya dadanya yang sakit dan juga sesak. Melainkan punggung tangannya yang tadi di pasangkan infus mengeluarkan banyak darah.

Perlahan-lahan mata indah itu terlelap, Mashaka hanya ingin terus hidup. Dia tidak benar-benar mati, dia bukan sengaja melakukan hal semacam ini untuk mengakhiri kehidupannya. Cidera yang di derita oleh Mashaka, menjadikan peluang paling mudah untuk menjemput kematian. Tetapi bagi Mashaka, ini bukan keinginannya.

"Besok Mashaka udah mulai di operasi kan?" tanya Ais membuka suara di antara mereka bertiga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Besok Mashaka udah mulai di operasi kan?" tanya Ais membuka suara di antara mereka bertiga.

Yadam yang kebetulan satu-satunya di antara mereka yang mengetahui hal tersebut, hanya bisa mengangguk untuk membenarkan. Dia tidak sanggup untuk mengeluarkan suara, kesedihannya yang mendalam lebih mengambil alih keadaan.

Sekedar Singgah [✓] REVISI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang