8 | terulang lagi

144 46 0
                                    

Sejak diketahui jika Mashaka masih mau di manfaatkan oleh teman-teman sekelasnya, Ais tidak lagi menegurnya untuk beberapa hari terakhir. Dia selalu menghindar dari tatapan Mashaka, seringkali pergi lebih dulu dan tidak mengajaknya untuk pulang bersama.

Sampai-sampai Mashaka berpikir Ais tidak akan lagi mau melindunginya. Ketika kesepian telah mengambil alih, Mashaka tidak menemukan sedikit saja celah untuk tetap baik-baik saja.

Kedua orangtuanya yang pergi bekerja demi bisnis keluarga jarang sekali pulang. Membuat si bungsu Itu merasakan sebuah kekurangan, dia punya keluarga yang lengkap dan penuh cinta. Tapi waktu untuk memanfaatkan kesempurnaan itu tidak ada sedikitpun.

Hapten mungkin menyempatkan waktunya untuk pulang dan menemani adik kesayangannya itu. Namun, hanya sesekali jika benar-benar sempat saja. Mungkin Hapten pikir Mashaka sudah lebih dari memahami, hadiah terindah dari Tuhan yang sangat jelas membuatnya merasa beruntung. Sayangnya Mashaka bahkan menyesali kehidupannya.

"Mau ikut keluar gak?" tanya Jaden meskipun dia sedikit dingin tetap saja kepeduliannya lebih memihak.

"Aku mau di kelas aja."

Cowok itu tidak lagi bertanya, berjalan beriringan bersama Yadam tanpa menatap ke arahnya. Mashaka semakin menundukkan kepalanya, dia baru menyadari jika lebih menyakitkan dijauhi teman dekat sendiri. Ketimbang orang-orang yang datang di saat membutuhkannya saja.

Saat matanya hampir saja terpejam, seseorang menghampirinya. Dia berdiri tepat di depan meja Mashaka, ada Ais di sana yang baru saja masuk ke dalam kelas.

Mashaka menatap cowok itu tidak lebih dulu bertanya akan kepenasarannya. Mungkin dia hanya ingin seseorang menyampaikan kedatangannya, dari pada dia yang memperjelas rasa penasarannya itu.

"Kau di tunjuk buat jadi calon ketua OSIS, si Bara wakilnya. Gak ada penolakan ini udah jadi keputusan wali kelas kita."

"Kenapa jadi kayak paksaan gini ya? Kan Mashaka gak ada tuh mencalonkan diri? Wali kelas kita juga seharusnya diskusikan dulu sama Mashaka. Kalo tiba-tiba kan, kesannya beneran aneh," sahut Ais mau bagaimana pun juga dia masih berkeinginan membela Mashaka.

Temannya yang pintar itu, nyaris tidak mendapatkan keadilan. Dia yang kesepian, dan dia yang hanya di manfaatkan. Kehidupannya di dunia memang sekedar singgah tapikan dia berhak menikmati kebahagiaan dunia nya.

"Bukan paksaan lho, Ais. Tapi memang tiba-tiba aja gitu Mashaka sama Bara kepilih buat mencalonkan diri. Gak bisa di tolak, udah ke data Semuanya."

Mashaka lantas tidak dapat memberikan jawaban. Dia benar-benar lelah karena harus mencalonkan diri sebagai ketus OSIS bersama, seseorang yang tidak dirinya sukai. Bara itu kasar, memperlakukannya dengan amat tak berperasaan. Itu sebabnya bersatu dalam organisasi yang sama hanya akan membuat Mashaka kewalahan.

Melihat cowok itu diam tanpa membantah sedikitpun, Ais bisa menebak bahwasanya Mashaka sudah sangat lelah untuk membela dirinya sendiri. Dia sudah pasti kelelahan, karena terus-terusan di paksa agar tetap berada dalam tanggung jawab besar.

Dulu jika Jaden tidak memberontak Mashaka bisa saja menjadi ketua kelas. Sementara di sekolahnya, ketua kelas punya banyak peranan penting. Mendata siapa saja yang sering terlambat masuk kelas, dan siapa saja membolos. Di tambah lagi, ketua kelas harus pulang lebih larut dikarenakan kewajibannya merekap beberapa data siswa-siswi di kelasnya. Guna membantu wali kelas meringankan bebannya.

Ya meskipun nilai akan bagus, tetap saja untuk Mashaka itu sangat tidak menguntungkan. Dia sudah dipastikan dia dapat menjalaninya.

"Mashaka, kita ke ruang guru sekarang. Kau gak mau kan mencalonkan diri jadi ketua OSIS?"

Sekedar Singgah [✓] REVISI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang