9 | sederhana paling berharga

141 41 0
                                    

Pemilihan ketua osis beserta wakilnya telah berakhir sehari yang lalu, dan saat itu juga pengumuman resminya juga diberitahukan. Dan benar saja, itu di menangkan oleh Mashaka dengan Bara. Akan tetapi reaksi Mashaka tetap biasa saja, tak berekspresi sama sekali.

Kini Mashaka duduk bersama ketiga temannya, mereka membahas mengenai kedudukan Mashaka sekarang. Jelas saja mereka merasa iba, karena semuanya sudah di putuskan jika sebenarnya anak itu sudah menolak dari awal. Namun terus dipaksa agar bisa membanggakan kelas mereka.

"Mashaka, kau tenang aja. Kami bakalan ikut jadi anggota osis. Memang aneh sih udah di kelas akhir juga dipaksa ikut organisasi kayak beginian. Mungkin ini kali pertamanya aku ikut organisasi osis ya, demi kau Mashaka jangan khawatir," ucap Jaden menepuk pundak Mashaka.

"Kalian be---"

"Kami bertiga bakalan selalu ada buatmu, Mashaka. Sampai kapanpun," sahut Yadam sebelum Mashaka mencoba untuk bertanya, akan keraguannya itu.

Lantas Mashaka terdiam beberapa saat, masa-masa sulit dalam hidupnya yang dulu ia harap agar cepat berakhir. Ternyata belum berakhir juga. Dia benar-benar kelelahan karena tidak sekalipun mendapatkan tumpuan, sewaktu berada di sekolah menengah pertama dirinya yang selalu di andalkan. Mashaka yang merupakan murid teladan beranggapan itu hal yang wajar, sayangnya dia terlalu baik sehingga terus di manfaatkan.

Jelas saja itu sangat melelahkan untuk dirinya sendiri. Hampir saja Mashaka tertekan akan kehidupannya yang di penuhi manusia-manusia tak berperasaan, tapi lebih beruntungnya lagi dia masih bertahan dan dipertemukan tiga orang baik yang mau bersamanya dalam keadaan apapun.

Mashaka berpikir semuanya tidak akan pernah berakhir, dia yang akan terus di manfaatkan karena tidak berani mengatakan kalimat penolakan. Dan orang-orang yang lebih memilih untuk menguntungkan dirinya sendiri.

"Aku tau betapa tertekannya kau waktu itu Mashaka. Bara satu sekolah denganmu kan? Kau bahkan pernah berada di jabatan yang sama. Wajar aja kau sempat nolak dan kau ketakutan," sambung Ais yang membuat keduanya terkejut.

Dikarenakan fakta itu yang pertama kalinya di  ungkapkan oleh Ais. Selama ini Mashaka tidak mengatakan apapun jika pernah satu sekolah dengan Bara, itu semua karena dia mengenal Jaden dan Yadam di kelas sebelas SMA. Sedangkan pernyataan resmi mengenai sekolah asal di beritahukan saat berada di kelas sepuluh. Dan kebetulan waktu itu mereka juga berada di lokal yang berbeda.

"Kenapa kau gak ngasih tau kami?" tanya Jaden antusias.

"Karena em, aku beneran gak tau harus ngomong kayak gimana waktu itu. Gak mungkin kan luka di ceritakan kembali? Aku hampir dewasa aku harus kuat tanpa mengenang lukanya."

Perkataan Mashaka langsung membuat mereka tidak lagi kembali mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan, yang sedari tadi ingin di ucapkan. Mashaka berhak bahagia, semua yang terjadi di masa lalu sudah seharusnya terlupakan tanpa harus di kenangkan kembali. Memang menyakitkan, dan tak seharusnya untuk dikenang.

"Tapi jujur sama kita, kau gak ngasih tau kakakmu ataupun orangtuamu?" pertanyaan itu kembali terucapkan oleh Yadam.

"Aku sengaja gak ngasih tau mereka. Karena mereka nggak sekalipun bertanya. Jadi aku ingin terus baik-baik aja di depan mereka."

Tanpa di perjelaskan lagi, mereka pastinya lebih memahami. Karena berada di posisi Mashaka sebenarnya benar-benar tidak mudah. Dia anak yang kuat, sehingga mampu bertahan sejauh ini. Sementara masih di ikuti oleh luka-luka di masa lalunya yang amat menyakitkan.

Jika itu mereka sudah dipastikan tidak akan hidup sampai sekarang. Karena keadaan itu sulit sekali untuk di jalani.

Mashaka anak yang patut di banggakan, dia benar-benar tidak sekalipun menaruh harapannya untuk mati karena sudah lelah dengan kehidupannya. Dia selalu menanamkan pondasi-pondasi yang lebih kokoh lagi jika sedang mengalami kesulitan. Dengan harapan, tidak tempuruk karena bebannya semakin memberat.

Sekedar Singgah [✓] REVISI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang