17. tak tertolong

169 25 0
                                    

Suara-suara yang tak terdengar bukan berati merupakan suara yang tak seharusnya di dengar. Bisa jadi suara itu adalah sebuah irama dengan intonasi lirih yang tak mungkin di mengerti.

Pertahanan seseorang yang mereka harapkan akan terus terjalankan dengan baik. Dia harus hidup, dan dia tidak boleh mati sekarang. Banyak sekali penyesalan jika hal tersebut sampai kejadian, masih banyak yang ingin dilakukan. Karena mereka pun menyadari letak kesalahannya sendiri.

Mungkin Hapten masih sangat terkejut pertemuannya kembali dengan teman kecilnya hari ini. Tapi, dia berpikir bukan saatnya memikirkan hal tersebut. Kondisi seseorang masih sangat di harapkan oleh mereka semua.

"Hapten, aku enggak pernah menduga kalo seseorang yang pernah ku temui itu ternyata adekmu. Dia selalu menceritakan tentang kehidupannya, dan ku rasa dia terluka," ucap Jahid

Hapten mengusap wajahnya dengan sangat kasar, dia tidak tahu apapun. Yang Hapten tahu Mashaka sudah terlalu baik untuk kehidupannya. Dia benar-benar terlahir dengan segala kebahagiaan, tanpa di duga-duga luka ternyata paling banyak singgah.

Kemudian dia pun ikut tersadar, jika Mashaka merupakan seseorang yang Tuhan hadirkan hanya untuk sesaat. Mashaka sekedar singgah, bukan untuk menetap dalam hidupnya.

"Aku enggak pernah bertanya tentang hari-hari yang Mashaka lalui. Selama ini aku memastikan dia baik-baik saja tanpa mempertanyakan apapun, ternyata dia terluka pada hidupnya sendiri. Dan kau orang yang dia pikir tepat untuk menceritakan semuanya," lirih Hapten dengan terisak.

Jahid merasa iba hati kala mendengarnya, dia coba mengelus punggung Hapten. Dan beberapa saat setelahnya suara seseorang terdengar memanggil namanya.

"Kak Hapten."

Di usahakan olehnya untuk membalas panggilan itu dengan senyuman. Hapten tahu ini adalah kesedihannya, tapi ini juga kesalahannya sendiri. Mereka bertiga merupakan malaikat bagi Mashaka. Hapten mesti memperlakukannya dengan baik, tanpa mereka Mashaka pasti tidak mampu bertahan.

"Keadaan Mashaka gimana? Pas kakak kasih kabar Mashaka kritis, kami enggak tenang," ucap Yadam raut wajahnya tampak jelas dia mengkhawatirkannya.

"Mashaka---," perkataan tersebut teropong secara tiba-tiba oleh suara tangis wanita baya.

Hapten menoleh ke arah kedua orangtuanya. Ternyata bunda nya sedang menangis, tangisan pilu itu benar-benar membuatnya merasakan sakit. Sakit sekali, entah apa yang membuat bunda nya menangis. Yang terpenting di depan keduanya terdapat seorang dokter yang menunduk dalam.

Rasanya kaki Hapten tidak dapat digerakkan, dia takut atas apa yang telah di sampaikan. Dia benar-benar tidak sanggup untuk bertanya.

Sampai pada akhirnya Jahid menggenggam tangannya dan menemaninya melangkah mendekat. Di ikuti oleh ketiganya untuk memastikan Mashaka tidak kenapa-kenapa. Harapan mereka semua sama, tidak ada yang ingin kehilangan di sini.

"Ayah, bunda kenapa nangis?" pertanyaan dengan suara bergetar itu Hapten ucapan pada lisannya yang kelu.

Keduanya tidak memberikan jawaban, bunda masih menangis bahkan lebih histeris dari sebelumnya. Mendadak kaki Hapten melemas, beruntungnya ada Jaden yang siap menopangnya.

"Yah kasih tau Hapten, bunda sebenarnya kenapa?"

"Hapten, adekmu dia udah enggak ada lagi. Dokter bilang semua alat bantu pernapasan di tolak sama tubuh Mashaka," jelas ayah yang tidak kuasa menjelaskannya lebih detail lagi.

Mendengar penjelasan dari dokter saja ayah sudah tidak bisa berkata-kata. Di tambah lagi dengan tangisan istrinya, dunia milik mereka seakan-akan hancur berantakan. Padahal beberapa saat yang lalu mereka mengatakan Mashaka sedang berjuang, dia hanya perlu menstabilkan pernapasannya. Tapi ternyata takdir berkata lain, Mashaka tidak bisa bernapas dengan baik. Dia kehilangan caranya untuk meraup oksigen seperti biasanya.

Sekedar Singgah [✓] REVISI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang