❃ Malam Keakraban

266 45 11
                                    

'The power of kepepet' adalah slogan kelompok 15. Meski Anya sudah sering koar-koar di grup mengingatkan teman-temanya tentang segala macam penugasan mereka, tetap saja ujung-ujungnya dikerjakan mepet-mepet. Apalagi ketua mereka termasuk kaum santuy.

Irshad akan selalu berkata “Tenang Nya, masih ada hari esok. Woles aja woles, entar juga kelar kok.”

Lalu Anya hanya akan cemberut sambil menggerutu. Ia selalu merasa penempatannya di kelompok 15 adalah sebuah kesalahan.

Kita nanti mau bawain lagu apa? tanya Anya suatu hari di grup obrolan kelompok.

Hasya yang pertama membalas. Dia menyarankan salah satu lagu Tulus lalu meminta Irshad memainkan gitar sebagai pengiring.

Lain halnya dengan Katya dan Kemal yang masing-masing menyarankan lagu berbeda.

Ujung-ujungnya mereka berdebat tanpa membuahkan keputusan dan percakapan tentang lagu pun berlalu begitu saja sampai di malam sebelum keberangkatan.

“Gitar jangan lupa dibawa! Awas aja kalau lupa, kusuruh kamu balik lagi ke kos sambil jalan kaki!” ancam Anya sebelum berangkat kumpul.

“Iya Nya iya.”

“Serius!”

“Iya Anya. Gak akan lupa, janji!” Setelah merasa ucapan Irshad terdengar meyakinkan, Anya langsung menutup teleponnya sambil memberi peringatan terakhir.

Berkat ancaman Anya lah malam itu mereka latihan untuk yang pertama kalinya. Latihan dengan susah payah karena beberapa dari mereka tidak hapal lagu Tulus yang sudah mereka tetapkan.

“Kan, kataku juga jangan lagu Teman Hidup. Nggak pada hapal semua!” Katya protes dengan wajah masam.

“Yaudah jadinya mau lagu apa?”

“Lagu Akad aja gimana?”

“Moh, lebay,” tolak Kemal mentah-mentah

“Nadin Amizah?”

“Jangan yang melow melow lah.”

“Justin Bieber.”

“Bukan fans justin bieber, gak hapal lagunya.”

Perdebatan soal lagu kembali dibuka. Belasan judul lagu mereka sebutkan, tapi tak satupun yang disetujui dengan berbagai macam alasan.

Anya menghela napas melihatnya. Sampai minggu depan pun mereka tidak akan selesai berdebat sebab yang mereka usulkan hanyalah lagu-lagu yang sesuai dengan selera mereka bukan lagu yang sekiranya bisa diterima semua orang.

Egois! Kata itulah yang ada di kepala Anya, tapi dia tak mengutarakannya karena enggan memulai pertikaian.

“Dah dah gak usah ribut. Kita nyanyiin lagu ini aja. Kalian semua pasti tau, kalau gak tau berati masa kecil kalian kurang bahagia!” ujar Irshad sambil menepuk-nepuk gitarnya meminta perhatian.

“Lagu apa?”

Irshad tak menjawab, dia hanya menunjukkan layar ponselnya yang sedang menampilkan aplikasi youtube. Mereka menonton video itu bersama-sama dan menganga untuk beberapa saat, tapi kemudian mereka sepakat memilih lagu itu tanpa ada perdebatan lagi.

❃❃❃

“Kalau gak usah gitaran gimana? Dingin banget cuk!”

“Gak seru dong woy.”

Malam itu mereka semua dikumpulkan di sebuah pendopo yang lumayan luas. Duduk sesuai kelompok dan bersiap-siap untuk pentas seni.

Anya mengusap-usap kedua telapak tangannya. Ada asap yang keluar dari mulutnya setiap dia membuang napas. Meski sudah mengenakan jaket, hawa dingin masih terasa menusuk tulang-tulangnya.

Oritsuru [ᴇɴᴅ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang