❃ Harapan

241 45 10
                                    

Rasanya hampa setelah menerima penolakan Pandu beberapa waktu lalu. Berulang kali Anya mencoba melupakan, tapi nihil. Patah hati pertamanya terlalu besar untuk bisa ia tangani segera. Ia biarkan saja sepi menelan sisa liburannya.

Setelah perkuliahan dimulai barulah Anya mengangkat topeng dan menyembunyikan wajah sedihnya. Ia kembali pada rutinitasnya sebagai mahasiswa. Tak ada yang berbeda selain eksistensi Pandu yang coba ia enyahkan dari otak dan hatinya.

Anya menyibukkan diri dengan mendaftar panitia ospek, dan menyusun beberapa rencana untuk ke depannya. Yang jelas nama Pandu tak lagi ada dalam rencana itu.

Anya sedang dalam misi move on karena Pandu sudah menegaskan kalau selamanya Anya hanya akan menjadi seorang adik, artinya percuma saja jika Anya keras kepala mempertahankan perasaannya. Ia tidak mau membebani Pandu dengan keegoisannya.

Anya benar-benar sudah menyerah.

“Ternyata cuma mitos.” Anya bergumam sembari mengangkat bangau kertas yang baru dibuatnya dari lembaran kertas foto copy-an.

“Apanya yang mitos?” Sanan menyahut dari samping.

Mereka saat ini sedang berada di koridor lantai tiga, menunggu ruangan kosong untuk mata kuliah selanjutnya.

“Mitos bangau kertas. Katanya kalau kita bikin seribu bangau harapan kita bakal kekabul, nyatanya nggak.”

“Bangau kertasmu udah selesai?”

“Udah.”

“Dan hasilnya gagal?”

“Iya.”

Sanan diam sejenak, memperhatikan dedaunan yang berjatuhan diterpa angin. Dan hilir mudik orang-orang di bawah sana.

Meski Anya tak bercerita apa-apa, tapi Sanan tahu kalau gadis itu sedang bersedih. Sejak semester baru dimulai rasanya senyum Anya berbeda dari sebelumnya. Senyumnya seperti kehilangan warna.

“Mungkin kamu harus mengganti harapannya.”

Anya menoleh dengan raut bingung. Jawaban Sanan diluar perkiraannya.

“Bukannya manusia biasanya punya banyak harapan? Kalau harapanmu yang satu nggak kekabul, kamu bisa menggantinya dengan harapan yang lain.”

“Gitu ya?” Tatapan Anya menerawang jauh ke lapangan. Perkataan Sanan terserap di kepalanya. Kalau memang Anya bisa membuat harapan baru ... Anya hanya ingin hatinya pulih dan ia diberikan keberanian untuk menghadapi Pandu tanpa harus terbayang-bayang sakit hati.

“Gak ada jaminan semua harapan akan terkabul, tapi pasti ada salah satunya yang jadi kenyataan kalau itu memang yang terbaik untuk kita.”

“Benar juga.” Anya menarik napas dalam-dalam. “Lagian dari awal harusnya aku berdoa aja sama Tuhan, bukannya malah bikin seribu bangau. Berguna nggak, capek iya.” Anya menertawakan kebodohannya sendiri.

“Ada orang yang menggantungkan harapannya pada bintang jatuh, ada yang memohon sama gerhana bulan, padahal kita sendiri tahu kalau benda-benda itu nggak akan bisa mengabulkan apapun. Jadi gapapa. Kamu cuma mempercayai salah satu mitos yang ada, semua orang pernah melakulannya. Aku juga waktu kecil percaya kalau kita teriak minta sesuatu sama pesawat yang lewat di atas, pesawat itu bakal mengabulkannya. Nyatanya sesering apapun aku teriak minta uang, sama sekali nggak ada yang ngelemparin uang dari atas sana.”

Anya tak pernah mengharapkan penghiburan, tapi perkataan Sanan cukup menghibur hatinya. Ia mengulum senyum, perasaannya seketika menghangat.

“Kalau kamu butuh hiasan bangau kertas, kamu bisa minta ke aku. Aku punya banyak,” seloroh Anya. Hatinya sudah jauh lebih ringan berkat Sanan. Warna dalam senyumnya perlahan mulai kembali.

Oritsuru [ᴇɴᴅ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang