Anya turun dari motor sambil mengulum senyum. “Makasih ya Nan udah mau direpotin,” tuturnya.
Sanan hanya mengangguk pelan. Kesadarannya masih belum terkumpul sempurna. Ia masih dalam mode syok setelah mengetahui kalau Pandu lah orang yang Anya sukai.
“Aku duluan ya,” pamit Sanan, tapi Anya buru-buru memanggilnya.
“Nan!”
“Ya?” Sanan kembali menoleh, menatap Anya yang tiba-tiba tampak gugup.
“Ehm ... maaf ya?”
Dahi Sanan mengerut. “Maaf kenapa?”
“Waktu itu aku bilang gapapa kalau kita temenan, tapi aku malah ngehindari kamu. Maaf, aku cuma bingung harus gimana.”
Sanan termangu. Ia sedikit lega karena Anya menghindarinya bukan karena ia membencinya. Ia juga cukup senang karena itu artinya Anya memikirkannya.
“Berati setelah ini kamu nggak akan ngehindari aku lagi kan?”
Anya mengangguk ragu. Dalam hati ia mulai meyakinkan diri kalau diantara dirinya dan Sanan tidak akan terjadi apa-apa. Toh, Katya sedang berusaha mendekati lelaki itu.
“Maaf ya kalau perasaan aku membebani kamu.”
“Eh, nggak kok bukan gitu ....”
“Harusnya aku nggak pernah confess ke kamu.”
“Nan jangan gitu, aku malah jadi gak enak.” Untuk pertama kalinya Anya merasa sebersalah ini setelah menolak seseorang. Sebelumnya paling ia hanya kepikiran sehari dua hari, lantas apa yang membuat Sanan berbeda dengan cowok-cowok lain yang pernah mengungkapkan perasaan padanya? Anya mulai bertanya-tanya, tapi tak kunjung mendapatkan jawabannya.
“Tuh kan malah jadi kamu yang gak enak.” Anya menangkap raut menyesal dari wajah Sanan.
Lelaki itu menghela napas.
“Aku suka sama kamu Lumi,” katanya, sukses membuat Anya terperanjat karena tak menyangka akan mendengar pengakuan lagi.
“Tapi kalau perasaan aku sebegitu membebaninya, kamu boleh lupain. Anggap aja aku nggak pernah ngomong apa-apa, atau ... kamu boleh anggap perasaanku nggak penting.” Ada nada getir dalam suaranya, tapi saat itu Sanan telah membuat keputusan.
Kalau saingannya Dalfa mungkin Sanan masih berani menyimpan rasa dan berharap dikit-dikit, tapi kalau Pandu jelas Sanan kalah telak.
Tak ada celah yang bisa ia lewati. Sanan tidak sepadan dibanding Pandu yang sudah menemani Anya sejak kecil. Pandu bukan hanya teman kecil Anya, tapi Sanan yakin kalau Pandu adalah cinta pertama Anya yang terus mengakar sampai sekarang.
Bagaimana mungkin Sanan berharap bisa mencabutnya?
“Inget ya kata-kataku barusan. Aku beneran gak apa-apa,” kata Sanan sebelum berlalu.
Anya hanya menatap punggung Sanan yang semakin menjauh. Namun bukannya lega, dia justru semakin merasa tidak enak hati.
Kata Sanan dia gapapa kok. Lagian Katya suka sama dia. Jadi Sanan pasti bisa cepet moveon.
Otak Anya membisikkan sesuatu untuk menyangkal perasaannya.
❃❃❃
Kesibukan Anya menjelang akhir semester sedikit banyak membantu Anya melupakan perasaan Sanan kepadanya. Jangankan memikirkan Sanan, kini Anya bahkan hanya punya sedikit waktu untuk berleha-leha.
Sejak menjadi volunteer dalam sebuah kepanitiaan, Anya sibuk bukan main. Siangnya kuliah, sore nugas, malamnya rapat sampai larut.
Di sela-sela kesibukan itu Anya masih menyempatkan diri untuk membuat bangau kertas. Rencananya saat ulang tahun Pandu di bulan Februari nanti Anya akan menghadiahkan seribu bangau sekaligus menyatakan perasaannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Oritsuru [ᴇɴᴅ]
Genç KurguKatanya kalau kita membuat seribu bangau, harapan kita akan terkabul. Campus Life | Romance Written on : 01 January-01 May 2023 ©Dkatriana