Sejak awal Katya sadar bahwa dirinya sudah kalah bahkan sebelum ia memulai. Sekeras apapun dia mencoba, hanya ada sosok Anya yang terpatri di mata Sanan. Padahal Katya begitu bahagia saat menyadari perasaannya pada Sanan. Pikir Katya, akhirnya musim semi datang padanya.
Ternyata yang datang adalah musim semi tanpa bunga yang bermekaran.
Katya tersenyum miris. Mengapa hatinya begitu mudah luluh pada seorang lelaki yang baru dikenalnya? Padahal Katya yakin dirinya bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta.
Selama ini Katya tak pernah jatuh cinta duluan dan mencoba mengejar-ngejar seorang lelaki. Katya terbiasa menerima dan membalas perasaan seseorang. Maka dari itu ia merasa kacau saat melihat orang yang disukainya justru terpikat pada perempuan lain. Yang lebih mengerikan mereka satu kelas yang artinya mereka akan terus bertemu meski ospek sudah selesai.
Katya tidak tahu bagaimana nanti dia harus bersikap seandainya Sanan dan Anya memutuskan jadian. Bisakah Katya memberi selamat dengan tulus sambil tersenyum riang? Katya rasa tidak.
Satu embusan napas kasar menguar dari mulut Katya diiringi satu desahan pelan. Ia berhenti menggerakkan tangannya yang semula sedang merapikan barang-barang.
Bayang-bayang sosok Sanan dan Anya terus terngiang di kepalanya sampai ia tak sadar Anya sudah berada di sampingnya—sedang sibuk mengoleskan lotion ke tubuhnya.
“Oh, kamu udah selesai mandi?” tanyanya refleks.
“Iya.”
Terlanjur membuka percakapan, lantas Katya kembali bertanya? “Kamar mandinya masih penuh gak?”
“Barusan sih ada yang kosong.”
“Pasti dingin banget ya airnya?” tebak Katya mengingat mereka sedang berada di daerah lereng Gunung Ungaran, tapi Anya justru menggeleng.
“Yang kamar mandi sini nggak kok, justru anget airnya.”
“Masa?”
“Iya. Di sini kan ada sumber air panas, tapi ya gitu agak bau belerang.”
Katya ngangguk-ngangguk atas informasi yang diberikan Anya, kemudian mengambil alat mandi dan pakaian ganti lalu bergegas keluar ruangan.
Tempat yang mereka gunakan untuk tidur bukanlah penginapan pada umumnya, melainkan hanya sebuah aula besar beralaskan tikar yang dibawa masing-masing kelompok. Bangunan itu luas, cukup untuk menampung semua mahasiswa baru. Di lantai bawah diisi oleh perempuan, sedangkan lantai atas oleh laki-laki. Ada 6 kamar mandi di sana. Katanya tempat itu memang sering dipakai untuk acara-acara kampus.
Tepat di samping aula itu ada sebuah bangunan lain mirip rumah. Ada 3 kamar di dalamnya yang digunakan sebagai tempat evakuasi jika ada mahasiswa yang sakit, sedangkan para panitia tidur di ruang tengah yang luas.
Katya berdiri di depan pintu, mengeluarkan sandal dari kantong kresek dan memakainya. Sepertinya nanti ia harus memasukkan kembali sandalnya ke dalam kantong jika tidak ingin hilang atau terinjak-injak oleh yang lain.
Satu meter menuju kamar mandi, ia berpapasan dengan Sanan yang baru turun dari tangga. Tangga itu memang terletak di samping kamar mandi, tepat sebelum tembok pembatas dengan bangunan lain.
“Eh, Sanan!” Begitu Katya berseru tanpa sadar.
“Kebetulan ketemu kamu,” balas Sanan. Ia menuruni dua anak tangga sekaligus.
“Anak cewek ada yang bawa obat masuk angin gak?”
“Kamu masuk angin?” Kedua mata Katya sedikit membesar, tapi Sanan segera menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oritsuru [ᴇɴᴅ]
Ficção AdolescenteKatanya kalau kita membuat seribu bangau, harapan kita akan terkabul. Campus Life | Romance Written on : 01 January-01 May 2023 ©Dkatriana