❃ Cinta Pertama

441 65 26
                                    

“Nya, lo itu kurangnya cuma satu.”

“Apaan?”

“Bulol!”

“Sialan! Coba lo juga ngaca dulu. Siapa tau ketololan lo nggak kelihatan.”

“Gini ya Nya ....” Dalfa menyeruput es jeruknya dan membenarkan posisi duduknya sambil memasang wajah sok serius sebelum mulai berceloteh. “Gue mah bulol wajar, nah elo? Pacar juga bukan kok bucinnya melebihi gue?”

“Ini namanya usaha Fa,” kata Anya membela diri. Wajahnya sok sekali saat berbicara barusan. Ia menunjuk-nunjuk Dalfa dengan sedotan.

Sementara Dalfa ujung-ujungnya cuma bisa geleng-geleng kepala. Walau sudah bertahun-tahun berteman, ia masih tak bisa habis pikir seorang Lavanya yang waktu SMA menjadi salah satu cewek idola di angkatannya—karena selain cantik, dia juga dikenal sebagai gadis yang pintar—Namun ternyata kepintarannya mendadak tumpul di hadapan sebuah perasaan bernama cinta.

Orang jadi bego saat jatuh cinta itu the real adanya.

Coba pikir orang waras mana yang rela kuliah di tempat jauh hanya demi mengejar seseorang yang tidak tahu bisa ia dapatkan atau tidak. Padahal dengan kemampuan dan nilai akademiknya Anya bisa saja masuk ke universitas yang lebih bagus di Jakarta.

Pacar Dalfa saja ogah kuliah di tempat yang sama hanya karena alasan mereka pacaran, sementara Anya malah dengan suka rela mengejar cowok yang dia suka.

“Padahal lo cakep Nya, kalau mau lo bisa dapetin cowok lain.”

“Tapi gue maunya Kak Pandu bukan yang lain Dalfa!” Begitulah pembelaan seorang gadis yang sudah terjebak friendzone bertahun-tahun, atau lebih tepatnya adek-kakak zone kali ya.

“Kalau pada akhirnya lo gak bisa dapetin Kak Pandu lo mau ngapain?” tanya Dalfa setengah bercanda setengah serius.

“Pokoknya harus dapat.”

“Kalau nggak?”

“Nangis lah, pake nanya?!” Anya mencomot pisang goreng dan menyuapkannya dengan kesal.

“Tapi katanya cinta pertama itu jarang berhasil loh Nya.”

“Jarang bukan berarti gak pernah kan? Nanti gue yang bakal nunjukin ke dunia kalau cinta pertama juga bisa berhasil,” balas Anya mendadak sewot.

Perkataan Dalfa membuatnya tak nyaman. Sejujurnya Anya enggan memikirkan kemungkinan bahwa Pandu bisa saja menolak perasaannya, walau dia tahu dia harus memikirkannya. Tapi Anya lebih senang bersikap optimis. Dia lebih senang menganggap bahwa Pandu bisa saja menyadari perasaannya suatu hari nanti, dan saat itu terjadi Anya akan menyambutnya dengan tangan terbuka. Lalu mereka akan memiliki ending yang bahagia.

Intinya Anya tidak mau menyerah soal perasaannya.

“Kalau udah ditolak kabar-kabar gue aja ya Nya? Entar gue bakal hibur lo sebagai temen sekaligus saksi kengenesan kisah cinta seorang Lavanya.”

“Rese ya lo!” Anya menatap Dalfa sengit. Bukannya menyemangati, cowok itu malah mematahkan semangatnya. “Kok Desti bisa mau sama lo ya?”

“Cakep gini yakali gak mau.”

“Huwe. Masih cakepan Kak Pandu kemana-mana.”

I'm done with bulol.”

“Terima aja. Lo sama Kak Pandu emang cakepan Kak Pandu kok.”

“Ada ribuan mahasiswa di kampus ini masa gak ada yang nyangkut satu pun Nya? Capek kuping gue denger nama Kak Pandu mulu. Kali-kali ganti kek.”

“Gue orangnya setia Fa. Pantang mundur sebelum dapetin Kak Pandu.”

Oritsuru [ᴇɴᴅ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang