❃ Ospek Jurusan

351 62 10
                                    

Kaki kiri Anya terkantuk ujung meja saat ia melompat turun dari tempat tidur dengan tergesa-gesa karena terlambat bangun. Alhasil sekarang kakinya nyut-nyutan saat disentuh.

Untungnya Anya masih bisa datang tepat waktu dan berhasil menghindari hukuman disman walau tadi sempat ditegur karena lupa mengikat rambut.

“Aku kira kamu bakal telat Nya,” ujar Hasya yang duduk di sebelah Anya.

“Hampir. Semalam aku lupa masang alarm, untung masih bisa bangun pagi walau mepet.”

“Bisa gawat kalau telat, nanti dikasih poin hukuman sama disman.”

“Iya untung aja,” balas Anya sambil meringis.

Tak lama kemudian Meaywa dan Mirdzi datang membawa lembaran presensi. Mereka memanggil anggota kelompoknya satu persatu sembari memeriksa barang bawaan setiap anak dan memastikan kalau semua penugasan sudah selesai.

“Kamu nggak bawa obat Anya?” tanya Meaywa.

“Yang nggak sakit apa-apa tetap harus bawa obat?” tanya Anya bingung.

“Iya. Kamu kan bisa bawa obat-obatan umum buat pertolongan pertama.”

Anya mendesah pelan. Dia tidak terpikir sampai situ.

“Obat merah diitung nggak Mbak?” Sanan yang duduk di belakang Anya tiba-tiba menyahut.

“Iya boleh.”

Begitu Meaywa menjawab, Sanan langsung menyerahkan sebotol obat merah pada Anya. Dia tidak mengatakan apapun, dan Anya saat itu terlalu lemot untuk menyadari apa yang sedang terjadi. Padahal yang terkantuk kakinya, bukan kepalanya.

“Lah, entar kamu gimana? Emang kamu bawa obat lain?” Meawya selesai memeriksa Anya dan bergerak ke arah Sanan.

“Nggak. Tapi tanda tanganku kurang jadi ujung-ujungnya pasti dihukum juga.”

Meaywa hanya bisa tepuk jidat. Selain kertas tanda tangan, ia mulai memeriksa barang-barang Sanan yang lain lalu menuliskan sesuatu di lembaran presensi yang dia bawa. Mirdzi juga melakukan hal yang sama pada Hasya.

Setelah itu mereka kembali ke depan dan menyuruh anak-anak yang mendapat poin hukuman untuk berdiri, dan secara ajaib hanya Anya yang masih duduk.

“Loh, Sya kamu juga dapat poin?” tanya Anya kaget.

“Iya Nya. Aku gak bawa obat.”

“Ahh ....” Barulah Anya sadar kalau Sanan telah menyelamatkannya.

“Wah, Nya parah lu gak setia kawan,” kata Kemal saat menyadari bahwa Anya satu-satunya yang tidak menerima hukuman.

“Eh, bentar bentar!” pekik Anya panik saat melihat teman-temannya disuruh pergi ke arah disman. Kalau mereka pergi, hanya tinggal Anya sendirian di barisannya.

“Hayoloh Nya sendirian,” ejek Irshad sebelum melangkah pergi.

Anya benar-benar syok karena hanya kelompok dia yang tinggal sendirian. Sementara kelompok lain masih terlihat penuh, meski ada juga yang hanya menyisakan beberapa orang.

“Mbak, aku kasih poin ajalah Mbak. Aku nggak mau sendirian di sini,” rengek Anya mendadak ketakutan. Kalau begini Anya jadi merasa dia yang sedang dihukum.

“Eh, jangan dong! Justru bagus tau biar kamu jadi contoh. Nggak apa-apa pede aja.”

Pede pala lu!

Anya berteriak dalam hati. Masalahnya sekarang korlap sedang mengetes yel yel tiap kelompok satu persatu. Anya bahkan belum hapal yel yel mereka yang baru dibuat beberapa menit lalu itu.

Oritsuru [ᴇɴᴅ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang