Jarum jam menunjukkan angka satu ketika Anya dan teman-temannya tiba di basecamp Patakbanteng. Cuaca hari itu sangat cerah hingga langit terlihat biru menawan di atas sana. Meski begitu, hawa dingin tetap terasa hingga ke tulang.
Mirdzi dan Irshad segera menuju meja registrasi sementara teman-temannya istirahat sambil memakan cemilan yang dibawa Meaywa.
Hasya duduk di sebelah Katya sambil menopang wajahnya yang keruh. Snack yang diberikan Meaywa sama sekali tak disentuhnya dan hanya diletakan begitu saja di atas pangkuannya. Tadi begitu turun dari motor, Hasya mengeluh karena katanya selama perjalanan Kemal terus berceloteh membicarakan segala hal yang terlintas di benaknya. Hasya sampai memarahi Kemal dan menyuruhnya untuk fokus mengendarai motor, tapi Kemal adalah Kemal. Dia sama sekali tidak menuruti ucapan Hasya.
“Aku capek bukan karena motoran berjam-jam, tapi capek denger bacotannya Kemal.” Begitu kata Hasya sambil memasang wajah sebal.
“Wah, jahat kamu Sya. Padahal aku ngajak ngobrol biar gak bosen,” balas Kemal dengan nada sedatar papan triplek. Ia mengambil snack di pangkuan Hasya dan membukanya dengan satu kali tarikan, tapi karena terlalu kuat alhasil isi snack itu berhamburan kemana-mana dan kepala Hasya menjadi salah satu sasarannya.
“KEMAL!” geram Hasya sambil melotot. Tali kesabarannya yang sudah menipis selama perjalanan, kini benar-benar putus. Ia berdiri untuk membersihkan taburan snack di kepalanya sambil memaki Kemal tanpa henti.
“Sori Sya sori. Sumpah nggak sengaja!” Kemal kaget karena tak pernah melihat Hasya semurka itu. Ia berniat membersihkan kepala Hasya, tapi gadis itu langsung menepisnya kasar.
“Gak usah pegang pegang!” Nyali Kemal langsung ciut. Ia mundur selangkah dan membiarkan Meaywa membantu Hasya.
“Ayo siap-siap! Yang mau solat, solat dulu sekarang ya biar kita bisa langsung berangkat. Kalau kelamaan istirahat nanti kita sampai di campnya malam.” Mirdzi datang di tengah kekacauan itu.
Anya dan beberapa temannya yang muslim langsung berdiri dan bergegas menuju musola. Pun dengan Hasya walau masih sambil menggerutu lantaran masih kesal pada Kemal.
“Kamu gak bawa mukena Sya?”
“Pimjem punyamu aja ya Nya? Males ngeluarin.”
“Buat apa dibawa kalau gak dipake?”
“Yallah Nya, hari ini doang.”
“Terserah kamu lah.” Anya melengos ke tempat wudhu.
Usai solat dan memeriksa kembali perlengkapan, mereka pun berangkat. Irshad memimpin doa dengan wajah muram. Padahal biasanya dia selalu terlihat bersemangat, tapi hari ini cowok itu tak banyak bicara seolah dia sedang cosplay jadi Sanan.
“Kayanya mood kelompok kita hari ini jelek banget,” celetuk Meaywa setelah 15 menit perjalanan dalam keheningan. Hanya dirinya dan Mirdzi yang sejak tadi mencoba membuka topik pembicaraan.
“Duo mood maker kita lagi pms apa gimana?” timpal Mirdzi. Tatapannya mengarah pada Irshad dan Kemal.
“Lagi hemat tenaga Mas. Kalau ngobrol terus nanti tenagaku cepet habis,” kilah Kemal yang memaksakan satu senyuman konyol di wajahnya.
“Sakit gigi Mas.” Ini jawaban Irshad yang siapapun pasti tahu kalau dia sedang berbohong.
“Mau minum obat? Aku bawa obat sakit gigi.”
“Nggak usah Mbak, nanti aja.” Irshad terlihat panik saat Meaywa hendak membuka tasnya untuk mengambil obat.
“Nanti makin sakit loh.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Oritsuru [ᴇɴᴅ]
Roman pour AdolescentsKatanya kalau kita membuat seribu bangau, harapan kita akan terkabul. Campus Life | Romance Written on : 01 January-01 May 2023 ©Dkatriana