2. Lunar Witch

432 121 27
                                        

"Kamu nggak penasaran kenapa aku tiba-tiba nganter kamu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu nggak penasaran kenapa aku tiba-tiba nganter kamu?"

"Emang kenapa?"

"Oh, ini ternyata perempuan yang mau kamu pamerin?"

Tiba-tiba, seorang perempuan berkaos merah khas supporter fakultas menghampiri meja mereka.

Selena menatap perempuan itu. Tampak asing, mungkin jurusan Matematika atau Kimia. Ia tak pernah mengenali perempuan ini.

"Ngapain kamu ke sini?" ucap Nigel lalu berdiri agar dapat menatap perempuan itu dengan lebih jelas.

"Kamu yang ngapain ke sini bawa perempuan? Sengaja kan?"

"Kenapa harus marah? Bukannya kita udah selesai?"

Sebelum mereka berdua meledak, Selena berdiri dari kursinya.

"Sorry, kayaknya ada salah paham. Saya pamit dulu."

"Kamu gak tau malu banget, ya!"

Baru beberapa langkah berjalan menjauhi mereka, Selena dilempar minuman yang mendarat ke punggungnya dan ikut membasahi rambutnya.

"Apa-apaan sih?"

Selena tak bergerak sedikitpun. Ia berdiri dengan kepala sedikit menunduk, masih mencerna apa yang terjadi dan berusaha menahan amarahnya.

Ia mengusap wajahnya yang terkena cipratan air.

"Ini kan perempuan yang kamu ajak ke hotel?" teriak perempuan itu dengan jari menunjuk ke arah Selena.

Selena menyadari beberapa kamera sudah mengarah padanya. Wajahnya terlihat jelas walau sedikit tertutup rambut panjangnya. Ia merasa malu atas dosa yang tak pernah ia lakukan.

"Sasha! Aku gak pernah selingkuh! Kamu juga ga punya bukti."

Perdebatan mereka terus berlanjut. Punggung Selena terasa semakin dingin dan kaku, namun ia tegakkan badannya dan berusaha menutup telinganya dari keributan itu.

"Kak, jangan berantem di sini," ucap salah satu staf gerai tersebut yang akhirnya turun tangan.

Perempuan itu berjalan ke area parkir dengan membawa Nigel bersamanya. Mereka lupa dengan eksistensi Selena di tengah keributan itu. Beberapa orang masih menatapi Selena dengan berbagai perasaan. Ada yang jijik, ada yang kasihan, ada yang tidak peduli dan hanya menunggu langkah Selena selanjutnya.

"Selena?"

Seorang perempuan menghampiri Selena perlahan sambil membawa sebuah jaket di tangannya.

"Mau ganti baju nggak?" Selena mengenali perempuan itu. Ia adalah Iris, teman seangkatannya.

"Nggak usah, makasih." Karena canggung, Selena langsung berjalan menuju depan gerai sambil membuka ponselnya.

Malam yang sangat memalukan. Ia bahkan tak sempat berpikir tentang perutnya yang sangat lapar.

Nigel bajingan.

***

Ia kembali ke apartemennya tengah malam. Huniannya tak semewah itu, tapi jauh lebih baik dibanding rusun berisik dengan dapur bersama.

Selena berasal dari keluarga yang berkecukupan, bahkan terpandang. Karena itu, ia tak peduli untuk menaikan pamornya di kampus dan hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Ia sadar uang didapatkan dengan usaha bukan membuang buang waktu, seperti yang orang tuanya lakukan.

Dan malam ini, ia menyesal telah menghabiskan malamnya hanya untuk dipermalukan oleh wanita yang bahkan tak ia kenali sama sekali. Pria bajingan yang menariknya ke neraka ini juga belum sempat meminta maaf.

Apartemen sudah sepi rupanya. Ia kira akan sedikit ramai karena hari ini banyak pertandingan olimpiade.

Pintu kamarnya di depan mata. Setelah membuka kuncinya, Selena merasakan kehadiran seseorang di belakangnya.

"Selena, maaf."

Bug!

Sebuah pukulan di lehernya membuat Selena tak sadarkan diri seketika.

***

Rasa nyeri menusuk Selena saat ia baru sadarkan diri. Ternyata, ia masih ada di dalam kamarnya.

"Bangun juga."

Selena langsung membuka matanya lebar-lebar dan duduk di atas kasur. Ia kira ia akan terikat atau diborgol. Tapi tangannya bebas bergerak dan ia tidur seperti orang biasa.

Sesosok lelaki sedang duduk di kursi belajarnya dengan sebatang rokok menyala di jemarinya. Bau rokok itu tak menyengat pahit, cenderung berbau seperti daun teh dan bunga mawar yang terbakar.

"K, kamu– siapa?"

Bayangan pria itu membuat Selena takut. Kamarnya sangat gelap dan hanya ada sorot lampu dari luar gedung yang sedikit memasuki ruangan itu.

Pria itu berdiri sambil masih menghisap rokoknya. Selena dapat melihat siluetnya berjalan mengelilingi ruangan.

"Kamu tau, kok," ucap pria itu.

Sekeras apapun Selena berpikir, ia tak dapat mengingat suara siapa yang ia dengar. Tak asing memang, namun bukan berarti otaknya dapat berfungsi di tengah kepanikan ini.

Ia tak dapat mengucap apapun lagi. Ia hanya berpikir haruskah ia memecahkan kaca dan melompat ke balkon apartmen lain untuk selamat.

Suara dentingan gelas terdengar dari atas meja makannya. Ia juga dapat melihat pria itu mengambil sesuatu dari dalam jaket yang ia kenakan. Terlihat seperti botol pipih. Ia tuangkan isinya ke dalam gelas.

Sementara pria itu teralihkan, Selena mencoba mencari ponselnya. Nihil. Rabaan tangannya tak menyentuh apapun selain bantal-bantal di sekitarnya. Tak ada juga benda tajam yang mampu melindunginya saat ini.

"Selena."

Pria itu menghampiri Selena dengan gelas tadi. Selena tak berani menatap wajahnya dengan jarak sedekat ini.

"Minum sampai habis. Ini bukan racun."

Insting bertahan hidup yang bodoh. Ia malah menerima gelas itu dan mengikuti instruksinya.

Minuman ini berbau teh. Namun rasanya pahit dan panas seperti alkohol dengan sedikit rasa berry dan kayu manis.

"Uhuk!" Ia tak menyangka rasanya akan sekuat itu.

Badannya langsung panas beberapa detik setelahnya. Semua rasa sakit berkumpul di dada dan tangannya. Ia tak dapat bernapas dengan baik. Lehernya tercekat dan kulit tangannya seperti terbakar.

Tiba-tiba, deretan lilin di lantai menyala. Entah mengapa ada lilin berbau ceri yang mengelilingi kasurnya.

"A-akh! Apa ini?!"

Seluruh badan Selena kesakitan. Ia berkeringat dingin sembari menahan rasa perih di tangannya. Ia menatap punggung tangannya yang terasa terbakar itu.

Ternyata, timbul luka yang berbentuk bulan sabit di kedua punggung tangannya.

Luka itu memerah namun tidak berdarah. Hanya rasa perih yang semakin intens dan tak dapat ia hentikan.

Pria itu berjalan ke tengah tengah lingkaran lilin dan berhenti tepat di depan kasur. Samar-samar, bentuk wajah pria tinggi itu terlihat. Rambutnya pirang hampir putih. Wajahnya familiar.

"Wake up, lunar witch."

Tak!

Sebelum ia dapat melihat wajah pria itu, satu jentikkan jari darinya membuat Selena tak sadarkan diri.

└── ⋆⋅☽⋅⋆ ──┘

gatau kenapa ada feeling ini ff bakal rada panjang deh wkwkwkwk tapi satu chapternya dikit dikit xixi

Moga suka ya guyss

Selena's WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang