Isak tangis memenuhi ruangan bercat biru muda. Gadis yang tergeletak di atas kasur tak berhenti meneteskan bulir bening di pipi putihnya. Tidak mudah untuk menerima kenyataan. Tadinya Salsa mengira bahwa ia sudah baik-baik saja. Namun, ia tidak pernah menyangka bahwa saat malam tiba, perasaannya akan sekacau ini. Salsa tidak tahu mengapa ia menangis lagi. Ia sudah merasa bahwa yang dirinya putuskan benar. Menjauhi Resya adalah bukti bahwa ia memperdulikan Resya dan memikirkan perasaan temannya itu.
Sebelumnya, di malam hari Salsa selalu ditemani oleh banyak pikiran yang memenuhi otaknya. Bahkan membuatnya kesulitan untuk tidur. Sekarang, Salsa sudah tidak memikirkan apa pun lagi setelah digantikan oleh rasa sedih mendalam. Namun, ini juga cukup mengganggu aktivitasnya. Ia bahkan sudah tidak berselera untuk makan.
Sebegitu besarnya rasa bersalah Salsa. Luka dan sakit yang ia rasakan saat di-bully bahkan tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa penyesalan yang ditanggung. Tangan putih milik gadis itu menghapus berulang kali pipi yang tak kunjung mengering karena bulir bening yang terus mengalir dari kelopak matanya. Gadis itu berharap air matanya habis agar ia tidak bisa menangis lagi.
Salsa teringat akan tugas sekolah yang belum diselesaikan. Namun, ia merasa sulit sekali untuk bangkit dari tempat tidur. Gadis itu berusaha melawan dirinya sendiri untuk bangkit berdiri. Kemudian ia mendudukkan dirinya di kursi belajar. Diambilnya alat tulis beserta kertas double folio yang terletak di atas meja belajar.
Salsa mulai menuliskan nama, kelas, dan mata pelajaran di bagian teratas, meski dengan susah payah. Minat gadis itu hilang dalam sekejap. Kepalanya dijatuhkan ke atas meja ketika ingatan buruk muncul di otaknya.
'Kedatangan lo hanya ngebuat luka itu gak bisa hilang.'
Salsa teringat kembali akan ucapan Resya, membuatnya kembali tidak berdaya. Ucapan Resya sangat membekas di hatinya. Bagaikan pisau tajam yang siap menghunjam kapan saja.
Salsa selalu berusaha untuk berbaikan dengan Resya, tetapi Resya selalu memutuskan harapannya. Apakah Resya ingin memutuskan hubungan mereka selamanya? Salsa sangat takut akan hal itu. Salsa selalu merasa tertekan setiap kali Resya menjaga jarak darinya. Seolah kenangan bertahun-tahun tak ada artinya karena satu kesalahan yang diperbuat gadis itu. Kesalahan terbesar Salsa karena tidak bisa mengendalikan emosi.
Entah cara Salsa yang salah atau waktu yang belum cukup untuk menyembuhkan. Hubungannya dengan Resya tidak juga membaik seperti sedia kala. Salsa merasa semakin asing.
Ia mengatur napas. Terhadap Resya, Salsa sudah memberikan luka yang membekas. Salsa sadar bahwa dirinya bersalah, tetapi ia masih belum begitu menerima bahwa orang yang sangat disayanginya meninggalkannya seperti ini.
"Kenapa semua orang ninggalin gue?"
Salsa mengangkat kepalanya. "Kenapa, Tuhan?"
"Apa Aldi juga bakal ninggalin gue?"
Gadis itu mengambil ponselnya. Ia menekan nomor Aldi tapi tidak aktif. Membuat perasaannya semakin kacau. Ia mencampakkan ponselnya ke arah kasur.
"Hukum aku, Tuhan! Kasih aku penyakit apa aja tapi jangan pisahin aku dari orang-orang yang kusayang." Bulir bening itu kembali berjatuhan.
"Dulu Mama, sekarang teman-temanku bahkan sahabat terbaikku, nanti siapa lagi?"
Ponsel milik gadis itu berdering beberapa saat setelahnya. Salsa mengangkat panggilan yang ternyata dari Aldi.
"Salsa! Kamu baik-baik aja, Sal?" tanya Aldi di seberang sana.
Seketika, perasaan Salsa mulai membaik dan lebih tenang mendengar suara lelaki itu. "Aku pengen makan, Al. Beliin aku nasi goreng bisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Innocent Girl (Salsa)
Non-FictionTak disangka, gadis cantik dan kaya raya yang cukup populer di sekolah, hidupnya berubah setelah tuduhan pembunuhan ditujukan kepadanya. Kesalahan di masa lalu membuat dirinya merasa buruk dan mengalami masalah pada citra diri. Misteri dari tragedi...