Sakit bukan, ketika apa pun yang kau lakukan, tak berarti apa-apa di mata orang lain.
~000~
Salsa tersenyum kecut. Wajah cantiknya tampak murung. Salsa sangat kesal malam ini. Ayahnya sudah berjanji untuk pulang cepat, sayangnya dia selalu pulang terlambat. Salsa kecewa.
Sedari dulu, Salsa tidak pernah mendapat perhatian dari sang ayah. Ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaannya. Meski gadis itu sudah cukup dewasa, ia ingin merasakan kasih sayang yang tidak lagi didapatkan setelah ibunya meninggal. Paling tidak, ia ingin menjadikan ayahnya tempat untuk bercerita.
Salsa sangat ingin punya teman meskipun itu ayahnya saja. Namun, ayah Salsa tidak pernah punya waktu untuk dirinya. Salsa memanggilnya dengan sebutan Papa. Salsa menyayanginya meskipun ia sering marah pada papanya.
Gadis bersurai hitam itu pergi ke minimarket terdekat untuk membeli camilan malam ini. Sebenarnya ia hanya ingin menghilangkan rasa bosannya saja.
Setelah memilih-milih makanan, ia pun membayar kepada kasir. Namun ketika Salsa hendak pulang, suara isakan seorang anak kecil menghentikan langkah gadis itu. Ia melihat siapa anak yang menangis itu lalu menghampirinya.
"Kamu kenapa, Dek?" tanya Salsa lembut. Ia berjongkok di depan anak kecil itu, menyetarakan tinggi mereka.
Anak kecil tersebut hanya menangis tanpa menjawab pertanyaan Salsa. "Mama! Mama!" ucapnya sambil terisak.
"Mama kamu ke mana?" tanya Salsa lagi.
"Gak tau."
"Kamu kehilangan mama kamu?" tanya Salsa tidak mengerti. Tangan halus itu bergerak pelan memegang lengan anak laki-laki itu.
Anak itu hanya mengangguk sebagai jawaban sambil terus menangis.
Salsa lalu duduk, dipangkunya anak laki-laki itu di pahanya.
"Kamu ke sini bareng Mama?" tanya Salsa sembari mengelus rambut anak tersebut."Iya. Tapi Mama ninggalin aku karena aku nakal," jawabannya polos.
"Mama kamu ninggalin kamu?" tanya Salsa ikut bersedih. Apa ada seorang ibu yang sampai hati meninggalkan anaknya sendirian di malam hari begini? Jika ada, itu pasti seorang ibu yang sangat tidak bertanggung jawab. "Nama kamu siapa?"
"Andika."
Salsa mengulas senyuman tipis. "Andika jangan nangis, ya! Mama kamu pasti nanti datang lagi, kok. Dia gak mungkin ninggalin kamu. Mama kamu sayang sama kamu." Salsa berusaha membujuk Andika agar tidak menangis. Meskipun dirinya sendiri tidak yakin dengan apa yang diucapkannya.
Anak berusia enam tahun itu menggeleng lemah. "Mama lebih sayang sama Adit," meweknya.
"Kok ngomongnya gitu? Mama sayang sama kalian berdua," lerai Salsa meyakinkan. Sebenarnya ia tidak tega melihat anak sekecil itu sudah diperlakukan tidak adil. Jika bisa, rasanya Salsa ingin membawa anak itu ke rumahnya dan merawatnya. Salsa juga bisa menjadikan Andika sebagai temannya berhubung Salsa juga kesepian.
"Mama cuma sayang sama Adit. Apa pun yang dia mau dikasih, tapi kalau aku yang minta dimarahin," adu Andika mengerucutkan bibirnya. Namun, hal itu justru terlihat sangat menggemaskan di mata Salsa. Membuat Salsa geram sekali ingin mencubit pipi anak laki-laki itu.
"Mama kamu sayang kalian berdua, tapi kamu lebih istimewa. Mama sengaja memperlakukan kamu berbeda. Supaya kamu nantinya akan jadi anak yang kuat. Supaya saat besar nanti kamu bisa jadi jagoan." Salsa mengatakan itu dengan senyuman khasnya. Tangannya naik, dikepalnya erat agar memberi semangat untuk Andika.
"Jagoan?" tanya Andika bersemangat. Tangisannya terganti oleh senyuman polos yang semakin terlihat menggemaskan di mata Salsa.
Salsa mengangguk membenarkan. Lalu memeluk Andika seraya mengelus rambutnya lembut. Salsa lalu memberikan Andika makanan yang ada di genggamannya. "Kamu mau?" tanya Salsa menaikkan satu alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Innocent Girl (Salsa)
Literatura FaktuTak disangka, gadis cantik dan kaya raya yang cukup populer di sekolah, hidupnya berubah setelah tuduhan pembunuhan ditujukan kepadanya. Kesalahan di masa lalu membuat dirinya merasa buruk dan mengalami masalah pada citra diri. Misteri dari tragedi...