9. Menyerah?

211 122 226
                                    

Gerbang Cakrawala masih terlihat sama seperti tiga hari sebelumnya. Bangunan di dalamnya juga tidak didapati perubahan. Namun, Salsa merasa ada yang berubah di saat ia memasuki sekolah pagi ini. Ada beberapa orang yang tersenyum ke arah gadis itu. Bahkan juga ada yang menyapa. Ada apa dengan orang-orang ini?

Apakah itu hanya ucapan selamat datang yang sengaja diberikan pada Salsa karena telah memasuki nerakanya? Kerbau juga diberi makan sebelum dikorbankan. Gadis itu tidak mau terlalu berharap.

Salsa menyusuri koridor dengan langkah pelan. Ia masih kepikiran dengan orang-orang yang tersenyum dan menyapa tadi. Sebelumnya mereka adalah orang-orang yang suka mengejek dan menghina Salsa. Ia mencoba tersenyum dan berpikir lebih positif. Lamunan gadis itu dihentikan oleh panggilan Zila. Ia membalikkan tubuh hingga ia dapat melihat Zila yang berjalan mendekatinya.

"Salsa, akhirnya kamu masuk," ucap Zila riang.

"Iya, Zil. Masa hukuman gue udah selesai." Salsa membalas dengan senyuman tipis.

Dua gadis itu akhirnya berjalan berdampingan menuju kelas mereka.

"Salsa, kamu tau gak, sih? Orang-orang ngebicarain kamu. Beberapa orang muji kamu karena kamu udah nerima tuduhan demi nyelamatin aku. Temen-temen yang ada di kantin sewaktu kejadian itu bahkan jadi saksi kalau kamu gak bersalah."

Ah, rupanya begitu. Salsa tersenyum. Pengorbanannya tidak sia-sia. Ia ingin menceritakan pada ibunya dan berterima kasih atas pesan yang dikirimnya melalui mimpi untuk berbuat kebaikan.

"WOY!"

Salsa terkejut mendengar jeritan seseorang saat memasuki ruang kelasnya. Ia mengamati apa yang terjadi.

"Beraninya lo numpahin minuman di baju gue, Nek Lampir," cerca seorang gadis.

"Gue, kan, udah bilang, gue gak sengaja. Gue udah minta maaf juga," balas gadis satunya. Ia tatap lawan bicaranya dengan nyalang.

"Halah, lo sengaja, kan, mau balas dendam ke gue karena pernah ngumpetin buku tugas lo," kata Moria. Pernyataan yang disebutkan oleh gadis itu telah membocorkan kelakuannya sendiri.

"Ohh, jadi bener lo yang udah ngumpetin buku gue, Moria?" tanya Resya yang sudah tersulut emosi. Kedua tangan gadis itu terkepal erat di sisi tubuhnya.

"Iya, gue. Kenapa? Mau ngadu sekarang? Hahaha."

Resya menjambak rambut Moria kuat-kuat. Moria tak diam saja, ia membalas jambakan tersebut tak kalah kuat. Suasana menjadi ricuh. Orang-orang bersorak menyebutkan nama salah satu dari mereka.

"BERHENTI!" Salsa berteriak. Semua mata tertuju padanya. Kecuali dua orang yang masih sibuk memperkuat pertahanan diri.

Salsa dan Zila memisahkan Resya dan Moria. Salsa menarik Resya, sementara Zila menarik Moria.

"Jangan sentuh gue!" peringat Resya seraya melepaskan tangan Salsa dari bahunya.

"Wah, sang pahlawan datang." Moria bertepuk tangan sembari menatap Salsa. Semua orang di dalam kelas itu ikut bertepuk tangan. Namun, tatapan dan senyuman mereka penuh ejekan.

"Selamat datang, Salsa, dan selamat karena nama baik lo udah mulai terbentuk. Gue salut. Pinter banget lo nyari perhatian semua orang."

Salsa duduk di bangkunya lalu menutup telinga. Baru saja ia mendapat semangat setelah mendengar apa yang sebelumnya diceritakan Zila. Sekarang, ia mendapat pukulan lagi dari respon teman-teman sekelasnya dan ucapan Moria. Namun, ia bisa mengerti kenapa mereka begitu membenci. Mereka sudah sangat mengenal Salsa. Murid lain mungkin hanya sekedar melihat atau mendengar namanya saja, tetapi teman sekelas menyaksikan sendiri kelakuannya. Sama halnya seperti Resya yang juga membenci Salsa saat ini. Mungkin kebaikan gadis itu belum cukup untuk menebus semua kesalahannya di masa lalu.

The Innocent Girl (Salsa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang