"Tulis rencana masa depan kalian, cita-cita dan alasan kalian menginginkan hal itu. Kerjakan dengan benar. Itu akan masuk nilai tambahan di pelajaran saya."
Mendengar tugas yang di berikan Bu Elda, hampir sekelas mengeluarkan keluh kesahnya. Tugas itu terdengar mudah bagi orang yang sudah menata masa depannya, berbeda dengan orang yang memilih menikmati apa yang terjadi saat ini dan biarkan masa depan datang dengan sendirinya tanpa perlu memikirkannya.
"Yaah Bu, setiap tahun ditanyain ginian mulu."
"Iya Bu, saya bosen nih Bu tiap tahun ganti cita-cita mulu."
"Justru itu, saya mau kalian jawab ini dengan serius. Ini tahun terakhir kalian, pikirkan tentang masa depan yang menanti di depan mata."
Naura menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan di atas meja. Ia selalu merasa galau setiap memikirkan tentang cita-cita. Kira-kira apa yang dia inginkan untuk dikerjakan di masa depan? Suatu hal yang berhubungan dengan hobinya, agar tidak cepat bosan dalam bekerja.
Emang apa hobinya?
'Ngabisin duit, sih.'
"Huhuhuhu jadi manusia gak produktif banget sih aku.."
"Ay!"
Tubuhnya yang semula lesu, seketika menjadi tegak lurus. Naura menoleh ke arah suara berasal, melambaikan tangan pada sosok Aiden yang sudah menunggunya di depan pintu.
"Bener. Urusan perut lebih penting sekarang."
Keduanya berjalan menuju kantin, dengan Naura yang berlari lebih dulu setelah Aiden dengan jahil menarik rambutnya sekali.
"Ay tunggu!"
Semua mata memandang ke arah Naura dan Aiden bagai sedang menonton aksi kejar-kejaran drama India romantis. Padahal kenyataannya bukan begitu. Naura sedang mempertahankan keselamatan rambutnya agar tidak jadi korban Aiden. Tubuhnya yang mungil perlu bersusah payah menghindari kejaran kaki panjang pemuda itu.
"Iden kalo gak berhenti, aku marah semingguuuu!"
Akhirnya sampai di kantin. Mereka berdua berpisah, mencari makanan untuk diri sendiri. Naura segera masuk ke dalam barisan pembeli batagor. Ia mendekati seorang siswa yang sudah mengantri, lalu menepuk bahunya sekali.
"Titip batagor satu ya. Nih uangnya. Sisanya buat kamu aja." Ucapnya. Siswa tadi mengangguk, tidak mau ambil masalah dengan menolak perintah Naura. Bagaimanapun, kelakuan jahat Naura masih menghantui adik-adik kelas yang hanya mendengar kabar burung dari orang lain.
Selesai dengan satu jajanan, Naura menuju ke arah penjual cakwe. Seperti tadi, ia menitip pesanan pada seseorang, tak lupa memberinya upah. Berlanjut ke bakso, dan terakhir dia masuk dalam antrian sendiri.
"Es cincau selasihnya satu bang!" Ucapnya menyebutkan pesanan.
"Siap neng."
Tak perlu menunggu lama karena gerakan Abang penjual yang gesit, Naura segera mendapatkan minuman kesukaannya. Ia berjalan keluar dari barisan, mencari letak keberadaan Aiden yang ternyata sudah menunggunya di salah satu meja.
"Ih tumben, kok rame?" Tanyanya. Biasanya Aiden hanya akan mengajak mereka makan berdua, tapi kini di meja kantin sudah ada tiga orang lain yang lebih dulu disana.
"Emang kenapa? Gak mau banget ya waktu pacarannya diganggu?" Tanya salah satu dari tiga orang itu.
Naura mengangguk dengan cepat. "Kasian sih, takutnya jiwa jomblo kalian iri."
"Dih! Tengil banget ni boncel."
"Heh! Body shaming!"
Naura duduk dengan kesal. Matanya menatap meja yang sudah ada pesanan masing-masing kecuali miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUTE ANTAGONIST
Teen FictionHidup memang terkadang tidak masuk akal. Apa kalian pernah berpikir kalau suatu saat akan berpindah ke dalam dunia novel? Tidak, kan? Bahkan itu hal yang mustahil. Namun apa yang disebut sebagai hal mustahil itu kini sungguhan terjadi saat seorang g...