Pulang sekolah Naura meminta Aiden untuk mampir ke rumah dulu. Masalah hari ini, harus dia selesaikan sebelum Andine mengatakan hal yang tidak-tidak pada Theo. Dia tidak akan membiarkan anak pelakor itu menghasut Papanya untuk membencinya.
"Iden, kamu tunggu disini aja. Aku cuma bentar doang kok. Tapi kalo aku gak keluar-keluar, kamu liat keadaan aku di dalem ya?" Ucap Naura ketika mereka telah sampai di halaman rumah.
Aiden mengangguk. Dia memilih untuk istirahat di gazebo yang berada di halaman samping, tempat dimana taman bunga kesayangan mendiang Agnes dirawat.
Tak lama setelah ia duduk disana, sebuah mobil lain datang. Itu adalah Andine. Gadis itu turun dari mobil dengan wajah penuh keangkuhan, lalu dalam waktu kurang dari lima detik raut wajahnya berubah menjadi menyedihkan.
"Dari jauh aja bisa tercium bau busuk tuh cewek." Aiden mendecakkan lidah, ia beranjak dari sana karena khawatir dengan keadaan Naura jika dibiarkan sendirian didalam.
Berbeda dengan kekhawatiran Aiden, Naura justru tengah duduk santai sambil memakan cookies yang disediakan di meja ruang santai.
Theo yang duduk di depannya sedikit merasa bersyukur, putrinya tidak lagi terlihat terpuruk akan kepergian istrinya.
"Kapan mau pulang kesini?" Tanya Theo.
"Gak tau. Masih pengen tinggal sendirian." Jawab Naura. "Lagian kan Papa udah--"
"Papa~"
Panggilan dengan suara mendayun itu berasal dari pintu masuk. Bisa Naura dan Theo lihat Andine datang dengan keadaan yang tidak baik-baik saja.
"Andine, kenapa kamu kayak gini? Ini bibir kamu luka, pipi kamu memar, siapa yang berani ganggu kamu?" Tanya Theo geram. Tangannya mengepal menahan amarah melihat wajah putri keduanya itu memiliki luka yang sedikit parah.
Andine terlihat melirik ke arah Naura, lalu wajahnya berubah seperti tengah ketakutan.
"Andine, kenapa? Bilang sama Papa, siapa yang udah buat kamu begini? Jangan takut. Ada Papa disini." Ucap Theo lagi.
"I-itu, kak Naura."
Theo bergeming sesaat. Kepalanya menoleh ke arah Naura, yang masih asik dengan cookiesnya.
"Kakak kamu?" Tanya Theo berusaha mencari jawaban yang meyakinkan. Tidak mungkin Naura akan terlihat sesantai itu jika memang benar ia bersalah disini. Tapi anggukan dari Andine, membuat Theo berfikir kalau mungkin saja Naura sudah berubah.
"Naura, kamu kenapa mengganggu adikmu sendiri? Kalo kamu marah sama Papa, benci Papa aja. Jangan ganggu Andine, dia gak tau apa-apa."
Naura mendengus, mengembalikan toples cookies ke atas meja dengan sedikit hentakan. Ketika ia beranjak dari duduknya, tubuh Andine sedikit tersentak, lalu beringsut bersembunyi di belakang tubuh Theo.
'Cih, drama banget! Awas aja sampe Papa kehasut omongan di bocah.'
"Liat, kan? Baru berapa hari aku tinggal, anak pelakor ini udah mulai nunjukin muka aslinya."
Dahi Theo berkerut, menatap bingung Naura seakan meminta penjelasan.
"Harusnya Papa nanya dong ke anak Papa itu, kenapa aku sampe ngelakuin kekerasan ke dia?"
Di belakang tubuh Theo, Andine mengepalkan tangannya kesal. Dirinya tidak menyangka kalau Theo tidak mudah terpancing dengan ucapannya, dan Naura yang terlalu berani menghadapi Theo.
"Andine, kenapa kakak kamu yang manis ini--" Naura menjeda ucapannya untuk menunjuk dirinya sendiri, "Sampe berbuat sejahat itu sama kamu?"
Tangan Andine gemetar menggenggam lengan Theo. Ia merasa semakin benci pada pertanyaan Naura yang seakan memojokkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUTE ANTAGONIST
Teen FictionHidup memang terkadang tidak masuk akal. Apa kalian pernah berpikir kalau suatu saat akan berpindah ke dalam dunia novel? Tidak, kan? Bahkan itu hal yang mustahil. Namun apa yang disebut sebagai hal mustahil itu kini sungguhan terjadi saat seorang g...