22. IDEN CEMBURU

9.8K 1K 132
                                    

Malam hampir larut ketika Aiden mendapat kabar kalau Naura kecelakaan dan sedang dirawat di klinik terdekat dari apartment. Segera ia menyambar kunci motor, lalu pergi berlalu dari markas tanpa kata.

Jarak dari markas sampai klinik lumayan jauh, butuh waktu setidaknya 30 menit jika mengendarai motor dalam kecepatan tinggi.

"Pasien atas nama Naura, korban kecelakaan sore tadi." Ucap Aiden ketika sampai di depan resepsionis.

"Pasien berada di kamar nomer 10 lantai dua."

Langkah cepatnya berhenti tepat di depan kamar rawat Naura. Ia menarik nafasnya panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Dalam hati mencoba menenangkan dirinya sendiri, yakin bahwa Naura pasti baik-baik saja.

Cklek!

"Iden!" Panggil Naura yang sedang berbaring di brankar.

"Kamu gak papa? Mana yang sakit? Ada patah tulang?"

Naura yang mengerti kekhawatiran Aiden, segera memegang tangannya. "Aku baik-baik aja, Iden. Liat, cuma ada luka disini." Ia menunjuk lutut siku-siku tangan, lalu telapak tangannya.

Aiden yang melihat luka-luka kecil itu menghela nafas lega. Setidaknya, ini jauh lebih baik dari perkiraannya.

"Tadi katanya mau ke taman, kok bisa sampe kecelakaan gini?" Tanya Aiden. Pemuda itu sudah berpindah posisi menjadi setengah berbaring diatas brankar, sesuai permintaan Naura yang ingin tidur dalam pelukan Aiden untuk malam ini.

"Kejadiannya singkat banget. Aku lagi naik sepeda mau pulang, terus tiba-tiba ada motor yang nabrak dari belakang, dan BOOM! Aku guling-guling dijalan raya. Aku masuk ke dalam kolong truk, untung supirnya bisa ngerem cepet. Jadi gak ada korban jiwa."

Aiden lagi-lagi merasa bersyukur, namun mendengar Naura bercerita yang seperti tanpa beban sedikit mengusik perasaannya.

"Ay, kok bisa-bisanya kamu cerita kejadian buruk gitu pake raut muka bahagia?"

"Soalnya aku ketemu cowok ganteng, Iden. Dia yang nolongin aku."

Tangan Aiden tanpa sadar mengepal. Kekasihnya ini, benar-benar tidak sadar atau hanya pura-pura tidak tahu?

Mengatakan pujian tampan untuk pria lain didepan kekasih yang berstatus tunangan, itu bukanlah hal yang bagus.

"Ganteng? Kamu bilang cowok ganteng?"

"Iya. Ganteng banget. Aku sampe ngira kalo dia itu malaikat."

Aiden berdecih. Ia menunduk, mendekatkan bibirnya pada telinga Naura. "Sama aku, lebih ganteng siapa?"

Bulu kuduk Naura meremang. Nafas Aiden berhasil membuatnya tergelitik. "Iden, jauhin muka kamu kalo mau ngomong."

"Kenapa?"

"Geli. Nafas kamu bikin merinding leher aku."

Mendengar itu Aiden malah menempelkan bibirnya pada leher Naura, menciumnya singkat dan sengaja menghembuskan nafas secara perlahan disana.

"I-iden.."

"Jawab, siapa yang lebih ganteng?"

Suara berat Aiden semakin mengganggu fokus Naura. Tangannya yang bebas dari selang infus mendorong kepala Aiden agar menjauh. Atas pertanyaan itu juga, akhirnya Naura paham kenapa Aiden bertingkah aneh malam ini.

"Jangan cemburu. Dia orang yang udah nolongin aku loh. Kalo gak ada dia, mungkin aku bakalan telat dibawa ke klinik ini."

Helaan nafas berat Aiden kembali menerpa leher Naura. Entah sudah berapa kali pemuda itu menghela nafas dalam satu jam terakhir.

CUTE ANTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang