1.1

513 65 9
                                        

Tampak seorang pemuda di usia 20an tengah tertidur di kursi taman kediaman keluarga Kim. Pagi ini, seharusnya ia pergi bersama sang ayah. Namun, menunggu bukanlah hobinya. Bangun pagi pun juga bukan hobi dari pemuda bernama Kim Jongin ini.

Kedua matanya baru saja terbuka ketika mendengar langkah kaki dari seseorang yang di tunggunya. Kepala yang sebelumnya bersandar pada kursi sudah terangkat, ia menoleh ke arah belakang yang diikuti gerakan tubuhnya.

"Anda baru datang?" Sapanya pada lelaki paruh baya yang tak lain adalah tuan Kim.

Tuan Kim tersenyum, "Kau sudah siap?"

Jongin mengangguk, "Jika perjodohannya, eum..." Ia menggelengkan kepalanya, "Jika dia... Si Sehun itu tidak mau denganku, bagaimana?"

"Ayah tak tau harus bagaimana lagi. Ini satu-satunya jalan untuk melanjutkan perusahaan tetap menjadi milik ayah. Namun, jika dia benar-benar tidak memilih mu. Maka, aku harus merelakan perusahaan di akuisisi oleh ayahnya."

Jongin tersenyum, ia berdiri menghampiri sang ayah. "Kenapa harus aku? Kenapa bukan adik?"

"Itu..."

Belum ayahnya selesai menjawab Jongin mengimbuhkan, "Apa karena aku anak angkatmu sedangkan dia anak kandungmu?"

"Apa yang kau katakan? Tidak ada yang seperti itu, kalian sama-sama anakku. Hanya saja, ia menolak beberapa gadis yang dikenalkan ayahnya."

Jongin mengerutkan keningnya, "Apa dia benar-benar gay?"

Tuan Kim mengendikkan bahunya, sembari tetap berjalan yang di ikuti sang anak.

Mereka segera berkendara menuju tempat pertemuan.
.
.

"Maaf menunggu lama..." Ujar tuan besar Oh sembari memasuki ruangan. Tuan Kim berdiri menyambut orang tersebut yang di ikuti putra dan ibunya.

Jongin tersenyum lembut ikut menyambut keluarga Oh tersebut.

"Ah, pemuda yang sopan..." Ujar tuan Oh membuat Jongin tersenyum lembut.

Sehun melihat hanya sekilas, ia memilih duduk di tengah lebih dulu.

"Ibu dan adikmu tidak ikut kah?" Sapa nyonya Oh pada Jongin.

Jongin terlihat melirik sekilas ke ayahnya sebelum menjawab, "Tidak, mereka sedang berhalangan."

"Ah, ke salon ya? Kalau tidak salah aku sempat melihatnya meng-upload ke sosial media sedang bersama putrinya." Imbuh nyonya Oh seolah menyindir jika pertemuan ini tidak lebih penting dari salonnya.

Jongin hanya tersenyum canggung bersama ayahnya.

Tuan Oh mencoba mengalihkan pembicaraan, membuat suasana berubah menjadi lebih ramai.

Obrolan obrolan ringan pun di mulai khususnya antara tuan oh dan tuan kim. Sehun, ibunya dan juga Jongin lebih fokus dengan makanan.

Disela-sela keramahtamahan, Choi permisi masuk. Ia menghampiri Sehun dengan segera, terlihat Choi berbisik sejenak, membuat Sehun mengepalkan tangan kanannya yang tanpa sengaja menarik perhatian Jongin.

Setelah Choi selesai berbisik, Sehun berdehem. "Ehem... Maaf sebelumnya, tapi saya harus permisi." Ujarnya cepat dengan memberikan senyuman sekilas sembari berdiri.

Tuan Oh melemparkan tatapan tidak suka dengan keputusan Sehun untuk pergi, namun anaknya berpura-pura tidak melihat.

"Bagaimana jika Jongin ikut, setidaknya ini merupakan langkah pertama untuk mereka saling mengenal." Ujar nyonya Oh membuat Sehun menatap tajam ibu angkatnya itu.

"Ide bagus. Setidaknya, mereka bisa berkenalan di jalan. Aku rasa Sehun tidak akan menolak bukan?" Imbuh tuan Oh.

Sehun menarik nafas panjang ketika semua mata menatapnya menunggu jawaban, "Perjodohan ini, aku tidak menolaknya dan juga tidak menerimanya. Biarkan kami berkenalan, 1 atau 3 -" Belum Sehun selesai, Tuan Oh menambahkan, "Minggu. Benarkan? 1 atau 3 Minggu. Itu sudah lebih dari cukup untuk mengambil keputusan."

Sehun memutar mata malas, "Silahkan ikut..." Ujarnya sembari menatap ke arah Jongin.

Jongin tampak ragu, namun ia memberanikan diri untuk bangun dari duduk. Keduanya berjalan meninggalkan ruangan setelah berpamitan. Sehun berjalan cepat diikuti Jongin dan Choi yang di belakang sendiri. Tangan kanannya terlihat memaksa melonggarkan dasi, seolah melampiaskan kemarahan.

Saat ia membuka pintu depan bagian penumpang mobilnya, ia menoleh ke arah Jongin.

"Eum, jika kau tidak ingin aku ikut. Aku rasa tak masalah, aku akan pergi dengan taksi." Ujar Jongin cepat, "Aku tidak akan mengatakan apapun pada mereka yang didalam." Imbuhnya.

Entahlah, Jongin merasa berada dibawah tekanan ketika kedua matanya bertemu dengan kedua manik mata tajam Sehun. Ia merasa gugup, takut dan ragu, seolah Sehun akan memarahinya.

Salah satu ujung bibir Sehun terangkat, "Aku rasa tidak ada salahnya kau ikut. Mungkin mereka benar tentang langkah awal dalam perkenalan.".

Jongin bergidik ngeri melihat senyuman Sehun, seolah ada sesuatu di balik senyum itu. Dalam keraguan ia melangkahkan kakinya untuk memasuki mobil sedan hitam itu. Ia duduk di belakang Sehun yang sudah masuk disamping Choi. 

Choi mengemudi dengan tenang namun, kecepatannya tak perlu di tanyakan. Ia seperti tengah berada di area balap ketika mengemudi, kedua manik matanya sesekali melirik ke arah jemari Sehun yang mengetuk - ngetuk pahanya sendiri. 

Tak perlu waktu yang lama untuk mereka bertiga sampai disebuah gudang besar yang terlihat  terbengkalai. Sehun turun lebih dulu, di ikuti Choi dan Jongin dari belakang. 

Beberapa lelaki mengenakan stelan kemeja putih dengan jas hitam terlihat memutari dua orang lelaki yang berjongkok. Tangan kedua orang lelaki itu terikat ke belakang, mereka berlutut dengan wajah ketakutan, membuat Jongin yang pertama kali melihat hal seperti ini menautkan kedua alisnya.

Sehun menoleh ke arah samping, dimana Choi berdiri.

Choi memberikan sebuah map dengan sampul warna hitam kepada pemuda yang tampak marah sekali itu.

Sehun membuka map itu, "12,7 Milliar Won." Ujarnya sebelum menutup kembali map tersebut.

Ia berjongkok, "Kalian kembalikan atau....?"

"Kami kembalikan... Kami akan mengembalikan.... Kami janji..." Jawab mereka cepat, secara bergantian dengan suara ketakutan.

"Bagaimana kalian mengembalikannya? Kalian sudah menggunakan itu untuk judi di Hongkong, bukan?".

"Tidak-tidak. Masih ada uang. Berikan kami waktu satu minggu untuk mengembalikannya." Ujar salah seorang diantara mereka.

Sehun terkekeh, "Satu minggu?" Ia menoleh ke arah Choi.

"Tiga hari atau tidak sama sekali." Sehun berdiri lalu berbalik ke arah Jongin.

Jongin yang sedari tadi terlihat gugup pun semakin menjadi. Ia bukan takut, hanya saja, ingatan tentang hal buruk baru saja bergantian terpintas di kepalanya.

"Lepaskan ikatannya dan antar mereka pulang. Tiga hari lagi, jemput mereka." Ujar Sehun sembari menggiring Jongin, mengarahkannya untuk berjalan keluar gudang.

"Apa yang terjadi jika dalam waktu tiga hari itu, mereka tidak bisa mengembalikan uangnya?" Tanya Jongin membuat Sehun berhenti melangkah.

Ia menoleh ke arah pemuda yang bertanya dengan suara bergetar itu, "Kenapa tidak kau lihat saja apa yang akan terjadi nanti?"

Tangan kanan Sehun terangkat, ia menyibakkan poni Jongin dengan lembut, "Aku tau tujuan ayahmu menjodohkan kita. Aku bukan orang bodoh yang akan langsung menerima ini, mencoba berkenalan denganmu atau menerima mu seperti panti asuhan."

Tangan kanan Sehun turun ke bahu Jongin, ia sedikit meremasnya. "Namun, jika kau benar-benar yakin untuk berkenalan denganku. Dan bersikeras dengan perjodohan ini. Silahkan tinggal di tempatku, mengikutiku selama satu atau dua minggu. Mungkin aku akan luluh."

"Bisa antar aku mengambil pakaianku?"  Tanya Jongin cepat, ia sudah mengambil keputusan.
.
.
.
.
.

.T.E.B.E.C.E.H.

HARAPAN (SeKai) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang