Sehun baru saja membuka mata ketika sinar mentari menerobos masuk ke kamarnya melalui jendela kaca di samping ranjang. Ia menatap jauh ke arah jendela, pikirannya melayang entah kemana.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu menarik perhatiannya.
"Sehun..." Itu suara Jongin, membuat Sehun tersenyum hanya mendengar suara lelaki itu memanggil namanya, "Sehun??? Kau sudah bangun??"
Sehun masih diam, ia bergerak ke tepi ranjang di sisi lain. Tersenyum menatap pintu yang masih dengan setia diketuk oleh Jongin.
"Sehun? Aku masuk ya?" Teriak Jongin sembari membuka pintu, ia cukup terkejut melihat Sehun yang duduk dengan tenang di tepi ranjang.
Wajah Sehun terlihat masih mengantuk, namun ia tetap menampilkan senyum pada Jongin.
"Kenapa diam saja jika sudah bangun?"
Sehun semakin tersenyum, membuat matanya tampak hanya segaris.
Semenjak seminggu yang lalu, setelah membaca surat yang ada didalam kotak Jongin, ia lebih sering menunjukkan senyum, seolah ingin menghibur lelaki itu.
Padahal, Jongin sendiri tidak pernah menanyakan isi didalam kotak itu. Ia percaya, jika Sehun ingin bercerita atau tidak, itu adalah pilihan yang terbaik untuk dirinya.
"Ayo pergi sarapan! Kita ada janji untuk memilah pakaian bersama ibumu!" Mendengar akhir kalimat dari Jongin membuat senyumnya luntur.
"Apa tidak bisa kita pergi tanpa dia?"
"Kenapa? Nyonya Oh sangat ingin menemani! Ayolah, beliau sangat baik!" Rayu Jongin.
"Dia itu hanya baik didepan kita, dibelakang kita, dia itu jahat! Dia ular!"
Jongin memutar mata bosan, ia sudah tau jika Sehun ini tidak pernah cocok dengan ibu tirinya. Namun, ia belum mengerti alasan dibaliknya.
"Sudahlah, Sehun! Cepat pergi mandi! Aku tunggu di ruang makan! Kita sarapan bersama!" Ujar Jongin sebelum meninggalkan kamar Sehun.
Sehun meraih ponselnya, ia mengetikkan nomor ayahnya yang tidak pernah ia simpan.
"Kenapa selalu mengirim ular itu kemari? Aku sudah bilang! Aku tidak mau bertemu ular itu!" Teriak Sehun begitu panggilan terhubung. Tanpa menunggu jawaban, ia sudah memutuskan panggilan secara sepihak.
.
.Suasana di ruang makan begitu tegang. Jongin tak berani berkomentar apapun sejak Sehun duduk di kursinya, ia mencoba makan dengan tenang. Sehun dan nyonya Oh terlihat saling tak perduli, mereka tampak fokus dengan makanan masing-masing.
"Tuan, ada telfon..." Ujar Choi yang bsru muncul, memecah keheningan.
Sehun meletakkan alat makannya, menatap Choi dengan tajam, "Kau tidak melihat aku sedang apa?"
"Ini tuan Oh..." Bisik Choi menyodorkan ponselnya.
Sehun meraih ponsel itu, bukannya mendekatkan pada telinganya, ia malah menyodorkan benda persegi itu pada Jongin.
"Apa? Kenapa aku?" Jongin tergugup tapi Sehun sudah tak peduli, ia memilih melanjutkan makannya.
Merasa tidak enak membiarkan tuan Oh diseberang panggilan menunggu lama, ia menarik nafas panjang sebelum mendekatkan ponsel ketelinganya.
"Maaf ayah, Sehun sedang..." Ia ragu harus jujur atau tidak, tapi ia memberanikan diri untuk menjawab, "Sedang makan ayah..."
"Anak kurang ajar itu tidak mau bicara denganku?" Terdengar suara tuan Oh tengah terkekeh di awal kalimat.

KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN (SeKai) (END)
Fanfiction"Aku tak harus memilikimu untuk mencintaimu." "Aku tak harus mencintai mu untuk memilikimu."