11.11

346 49 7
                                        

Sehun terlihat memakai stelan rapi, kemeja biru terang dengan celana kain biru gelap, jas nya ia sampirkan pada sofa dimana ia duduk sebelumnya. Kini ia berdiri di samping jendela kaca besar dalam ruangan kantor ayahnya.

Sehun berbalik menatap ayahnya yang baru saja mengangkat cangkir, "Jadi ayah sudah tau semuanya?"

"Hmmm..."

"Semuanya yah?"

"Iya Sehun!" Kesal tuan Oh, Sehun sudah menanyakan hal itu sedari datang satu jam yang lalu.

"Ayah tau semuanya, SE-MU-A!!" Ulang Tuan Oh menekan di kata terakhir.

"Sejak kapan?"

"Sejak Nara menangis tersedu-sedu sembari memeluk ibumu, 25 tahun yang lalu."

"Dan ayah diam saja?" Protes Sehun.

"Lalu kau berharap ayahmu melakukan apa? Itu rumah tangga mereka, mereka hanya teman dekat dan juga..." Tuan oh menggantung ucapannya, membuat Sehun yang tak sabar sudah berjalan cepat mendekatinya, "Dan juga apa ayah?"

Tuan Oh terkekeh, "Nara tidak ingin melakukan apapun, ia memutuskan mengambil Jongin. Lalu, kami yang tau ini bisa apa selain diam?"

Sehun ingin menjawab namun Choi baru saja masuk ruangan tanpa mengetuk pintu. Ia tampak terengah-engah dengan wajah menghawatirkan.

Sehun mengerutkan kening, menunggu Choi memberikan penjelasan.

"Tuan Jongin..." Choi masih mencoba bicara sembari mengatur nafasnya, "Tuan Jongin di bawa Nyonya Kim."

Sehun sangat terkejut mendengar itu, pasalnya ia masih ingat bagaimana wanita itu menuntut uang kepada Jongin. Tanpa bicara apapun, ia berjalan melewati sofa ayahnya.

"Sehun..." Langkah putranya terhenti ketika tuan Oh memanggil, "Tenangkan dirimu, jangan bertindak gegabah!"

Sehun hanya mengangguk tanpa berbalik pada ayahnya, ia mengerti maksud sang ayah.

Sembari melangkah menuju lantai dasar dimana mobilnya terparkir, Sehun menanyakan keberadaan kendaraan Jongin dan ibu tirinya berada. Choi menjelaskan jika mereka tengah perjalanan yang mengarah ke rumah tuan Kim. Dengan wajah penuh kekhawatiran yang tak bisa tertutupi Sehun pergi menyusul ke kediaman tuan Kim.
.
.

"Tuan..." Seorang wanita yang merupakan pelayan di kediaman tuan Kim terlihat terkejut karena Sehun datang dengan Choi dan beberapa pengawal memasuki rumah.

"Katakan saja dimana mereka, aku tidak akan mengadukanmu. Orangku akan menjadi saksi jika kami yang memaksa masuk." Jelas Sehun.

Wanita itu mengangguk, ia menunjuk ke arah di belakangnya. Sehun mengerti, ia melangkah ke arah yang di tunjuk wanita itu.

Langkahnya sejenak terhenti karena mendengar suara isakan yang begitu dihafalnya.

Sehun mencoba tenang saat ia telah berdiri di ambang pintu gudang. Jongin terlihat berlutut dengan dua orang lelaki memegang tangannya di sisi kanan dan kiri. Beberapa bagian kaos birunya terlihat sobek, tampak juga beberapa luka di wajahnya serta kepala yang terus meneteskan darah segar.

"Ba-bagaimana kau bisa disini?" Nyonya Kim terlihat masih memegang erat sebuah ikat pinggang yang di bagian besinya sudah memerah sama seperti tetesan darah Jongin.

Sehun tak memberikan jawaban apapun, ia melangkah mendekati Jongin. Dirinya mengabaikan beberapa orang yang hendak menyerang. Ia tak peduli jika ada yang mencoba menyerang dirinya, ia yakin jika Choi dan pengawal lain mampu mengatasi itu.

Sehun bersimpuh saat sudah berada di samping Jongin terbaring yang ternyata tak sadarkan diri.

"Mau kau bawa kemana dia?!" Teriak nyonya Kim namun diabaikan Sehun yang sudah membawa Jongin dalam gendongannya.

HARAPAN (SeKai) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang