Seperginya Jongin dan Sehun setengah jam yang lalu, tuan Kim pergi ke ruangan kerjanya. Disana ia duduk sendiri di balik meja, membuka sebuah album foto. Ada banyak foto seorang wanita cantik dengan menggendong seorang bayi. Ingatan tentang masa lalu terpintas begitu saja.
"Sayang, dengarkan aku..." Ujar wanita yang tengah duduk bersandar kepala ranjang bersama suaminya malam itu.
"Nara... Ini sudah malam, ayo tidur saja! Jangan mengajakku membahas hal berat." Ujar suaminya yang telah berbaring di samping wanita pemilik nama Kim Nara itu.
Nara menghela nafas, "Aku akan mengadopsi bayi dari panti tempat aku biasa berkunjung di hari minggu."
Si suami langsung bangun dari posisinya, "Kenapa? Apa kau bosan hidup berdua denganku?"
Nara tertawa kecil, "Siapa yang bosan hidup dengan lelaki yang menyenangkan sepertimu. Kelak, kau akan mengerti kenapa aku mengambilnya."
"Kenapa tidak kau jelaskan saja sekarang, supaya aku mengerti?"
Nara menggelengkan kepala pelan, "Bersabarlah...".
Tuan Kim tiba-tiba meneteskan air mata, "Bahkan hingga sekarang aku belum mengerti kenapa kau mengambilnya kala itu..."
.
.Pagi itu, Jongin tengah membongkar barang yang ia ambil dari rumah. Hari itu adalah hari Minggu, tentu Sehun libur. Jika di minggu-minggu sebelumnya ia akan bangun siang menikmati waktu istirahatnya, tidak dengan minggu ini. Ia tengah berbaring di atas ranjang Jongin, memiringkan tubuhnya sehingga bisa mengamati si pemilik kamar tengah berkutik dengan koper besar miliknya.
"Kau yakin tidak ingin memanggil kepala pelayan atau pelayan lain untuk membantu?"
Mendengar pertanyaan Sehun, Jongin hanya menggeleng. Ia sudah mendengar pertanyaan itu empat kali pagi ini.
"Apa itu?" Tunjuk Sehun saat melihat Jongin mengeluarkan benda berbentuk kotak, seperti tempat menyimpan emas. Dilapisi kain beludru berwarna hitam, dengan gembok emas sebagai pengamannya.
Jongin menatap benda itu, lalu beralih menatap Sehun.
"Kata nyonya Kim, aku bisa membukanya kapanpun aku mau."
"Nyonya Kim Nara?" Tanya Sehun yang mendapat anggukan dari Jongin, "Lalu kau sudah pernah membukanya?" Tanya Sehun lagi.
Jongin menggeleng, "Aku takut ada sesuatu yang tidak ingin aku lihat didalamnya."
Sehun bergerak cepat, ia kini duduk di lantai bersama Jongin.
"Dimana kuncinya?"
Jongin tampak memikirkan sesuatu, "Shit! Aku lupa!"
Sehun memukul pelan bibir Jongin, "Sejak kapan mulut ini bicara kotor?"
Jongin tertawa kecil sebelum menjawab, "Kuncinya ada di panti asuhan."
"Auw! Kenapa tidak diambil?"
Jongin menggeleng, "Aku sudah lupa menyimpannya dimana, seingatku ada di panti di bawah pohon besaaaaar..."
Sehun tertawa kecil, "Biar Choi yang membukakan."
Jongin menyerahkan kotak itu pada Sehun, "Aku tidak ingin melihatnya, kau saja."
"Kenapa?"
"Jika berita baik, katakan. Jika berita buruk, simpanlah."
"Jika ini tentang orang tua kandungmu?" Tanya Sehun, ia melihat Jongin menggigit bibir bawahnya, matanya tampak ragu melihat kesana kemari.
"Kau cari tau untukku, apakah itu baik untuk aku dengar atau tidak. Apa menurutmu Nyonya Kim tau sesuatu tentang orang tua kandungku? Lalu kenapa ia tak menceritakannya langsung?"
"Entahlah, itu kan hanya tebakan, kita tidak tau isinya jika belum di buka." Sehun tersenyum tipis, "Lagipula, bagaimana bisa Nyonya Kim menjelaskan sesuatu yang besar pada anak kecil yang masih belum mengerti atau pun belum bisa memahami kehidupan ini?"
"Ada apa dengan kehidupan? Kenapa kita mesti memahaminya? Sesekali aku juga ingin dipahami loh!"
Sehun terkekeh, "Sudahlah, lalu kenapa aku harus mengambil keputusan untukmu saat berhasil membuka kotak ini?"
"Karena kau akan menikahi ku." Jawab Jongin singkat membuat Sehun tersenyum.
Sehun tersenyum lembut, ia mengulurkan tangan untuk mengusap ujung kepala Jongin pelan, "Tidak apa ya kita pelan-pelan seperti ini?"
Jongin menatap Sehun, ia meraih tangan Sehun yang ada di kepalanya, "Selama tidak ada yang menyerah, tidak apa." Sesaat Jongin menatap telapak tangan Sehun yang ada di genggamnya, "Meskipun semua ini berawal dari perjanjian, namun dalam pernikahan, perjanjian ini bukanlah antara ayahmu, kau dan ayahku. Tapi, pernikahan itu perjanjian antara kita dihadapan Tuhan."
Sehun tersenyum, ia suka dengan Jongin yang penurut, walau terkadang lelaki itu kesal atau marah, namun ia jarang melontarkannya. Tunangannya ini lebih memilih diam terlebih dulu, dan saat suasana membaik, ia baru menyuarakan apa yang ada dipikirannya.
Setelah membantu Jongin dengan bongkar - membongkar, Sehun mencari Choi untuk merusak gembok itu. Mereka pergi ke ruangan kerjanya untuk membuka kotak itu.
Didalam kotak tersebut terdapat beberapa lembar kertas, ada yang berupa foto, ada pula yang berupa kertas penuh dengan catatan lama.
Sehun sendiri tengah menatap secarik kertas yang ia keluarkan dari kotak milik Jongin. Choi yang berdiri tak jauh darinya bisa merasakan kekesalan luar biasa dari atasannya itu.
"Hal gila apa lagi ini!?" Kesal sehun meremas surat itu.
"Bagaimana Nyonya Nara bisa sebaik ini? Dan, Si Kim sialan itu benar-benar!"
"Bukankah ini terlalu memuakkan?" Sehun menatap ke arah Choi, "Bahkan ini lebih buruk dari hewan bukan?"
"Setelah pernikahan ku bulan depan. Panggil Kim ke kantor! Dasar gila!" Sehun mengembalikan surat itu kedalam kotak, menutupnya dengan kasar sebelum menyimpannya didalam laci.
Ia pergi meninggalkan ruangan di ikuti Choi, "Hubungi Chae Ra, tanya apakah ayah tau hal gila tentang Kim ini!" Ujar Sehun dengan suara rendah karena tidak ingin terdengar orang lain di rumah itu. Choi mengangguk mengerti sebelum pergi mendahului Sehun disana.
Sehun sendiri tidak memasuki kamarnya, ia masuk kedalam kamar Jongin tanpa permisi. Lelaki itu bilang ingin tidur siang, membongkar tas membuat lelah katanya.
Saat memasuki kamar, terlihat Jongin berbaring tanpa selimut diatas ranjang. Kedua matanya tampak terpejam, nafasnya beraturan menandakan ia terlelap. Sehun berjalan perlahan, ia memilih duduk ditepi ranjang. Ini pertama kalinya ia mengamati Jongin yang tertidur.
Jongin terlihat bergerak, mungkin ia menyadari keberadaan Sehun.
Perlahan kedua matanya terbuka, beberapa kali ia mengedipkan mata untuk menyesuaikan pencahayaan, memastikan jika yang ia lihat benar tunangannya."Sehun?" Suara Jongin khas bangun tidur, terdengar serak dan berat.
Sehun tersenyum, "Maaf membangunkanmu..."
Jongin ingin duduk namun Sehun menahan bahunya, "Aku ingin tidur di dekatmu. Bisa sedikit bergeser?"
"Apa ada yang terjadi?" Tanya Jongin sembari menggeser tubuhnya.
Sehun menggelengkan kepala, "Tidak ada. Aku hanya sedang dalam mood yang baik untuk belajar bersikap sebagai kekasih yang sebenarnya."
Jongin terkekeh mendengar Sehun, mengantuk menjadikan dirinya tak sanggup menanggapi celoteh calon pasangan hidupnya itu. . Ia kembali meletakkan kepala di atas bantal, mulai memejamkan lagi kedua matanya yang benar-benar berat.
Sehun tak lagi mengganggu Jongin, ia ikut tertidur di samping tunangannya hanya selang beberapa menit setelah mengamati setiap detail wajah tampan lelaki di hadapannya.
.
.
.
..T.E.B.E.C.E.H.

KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN (SeKai) (END)
Fanfiction"Aku tak harus memilikimu untuk mencintaimu." "Aku tak harus mencintai mu untuk memilikimu."