24|Rebut Paksa

5.1K 763 100
                                    

*yo ayo di vote dulu yok

.

.

.

"Udah siap dek?"

"U..udah mas!"

Hati gue merasa sedikit gelisah pagi ini. Bukan sedikit lagi, tapi udah banyak gelisah. Ini waktu yang lebih awal dari rencana gue mau balik sama Dega kembali ke rumah. Gak tau kenapa semenjak semalam itu perasaan gue yang gak karuan ini semakin mendominasi.

"Maaas??"

"Iya dek?" Hufft.. Gue kaget pas Dega manggil. Posisi gue sedikit terburu-buru mengemas pakaian kembali ke dalam ransel.

"Mas Al kenapa sih? Kenapa dari semalem mas Al aneh? Mas meluk Dega aja Dega bisa denger loh napas mas Al itu gak tenang. Sebenarnya ada apa sih mas? Kenapa mas Al gak mau cerita??"

Andai aja dek lu tau kalo ini beneran berat buat di ceritain sekarang. Gue beneran gak bisa kalo ini terjadi seperti pemikiran terburuk gue semalem.

Lalu buat meredam rasa penasaran nya, gue urai peluk ke Dega. Sembunyikan wajah nya tenggelam di dada gue. Mengusap rambut nya lembut pun pula Dega membalas memeluk pinggang gue erat.

"Mas??" Dega makin usakin wajah nya ke dada.

"Dalem sayang?"

"Kita masih bisa bareng-bareng kan mas???"

Sesak ini dada rasanya denger ucapannya Dega. Tapi mau gimana lagi, apa yang di katakan om Aryo semalem itu bener. Kalo ini sama aja menumbalkan nyawa gue sendiri sebagai aktivis sosial karena gue lagi lagi berurusan sama petinggi negara yang dimana dulu juga menjadi penyebab kematian ayah.

"Iya dek. Iyaa.. Mas masih disini sama Dega."

Sampai di saat kami berpamitan sama Om Aryo dan yang lain, gue masih menyembunyikan semua ini agar jangan sampe Dega tau duluan. Lalu kami pulang..

Hingga perasaan sedikit lega di perjalanan pulang itu berubah menjadi mimpi buruk ketika gue melihat banyak mobil yang berjejer di depan rumah.

"Ini ada apa?" batin gue bertanya.

"Kenapa ibuk nangis nangis di kaki salah seorang pria bertubuh besar ber jas itu?"

Siapa mereka semua??

Irsyad? Dia memandang gue dengan tatapan kecewa.

Linda? Dia juga ikut menangis melindungi ibuk dari amarah pria berdasi itu.

Sampe suatu ketika semua pandangan tertuju ke arah kami yang baru aja datang. Semua pandangan yang mengintimidasi berpusat ke arah Alfarizky yang perlahan melihat dunia seakan gelap.

Semua pandangan indah itu kemudian sirna tatkala gue berada di kantor polisi di hadapkan dengan semua yang terlibat. Gue gak tau harus berbuat apa. Dega udah duluan di ambil paksa sama ayah dan ibu nya yang tiba-tiba dateng merebut dari gue.

Gue masih bisa denger suara tangis nya Dega menyebut nama, "mas Al," dengan lantang. Sungguh menyayat hati kalo gue inget lagi tentang apa yang terjadi barusan.

Gue gak bisa? Gue gak bisa kehilangan Dega secepat ini.

Tapi tangis nya ibuk juga gak kalah hebat nya ketika dia memohon kepada ayah Dega agar semua ini di selesaikan secara kekeluargaan. Ini murni bukan sepenuhnya kesalahan gue. Bahkan Dega juga bersaksi di kepolisian dengan suara serak tangis nya bahwa dia lah yang kabur dan menemui. Menampik segala tuduhan kalo gue yang culik Dega.

Ini udah beneran gak waras buat gue. Hingga akhirnya sore itu gue di bawa pulang sama ibuk. Tertunduk lesu di hadapan ibuk yang masih di temenin sama Linda yang terus ada disamping nya.

"Maafin Faris buk." gue tertunduk lagi. Tapi seolah batin mendorong gue untuk bersujud di kaki ibuk.

"Maafin Faris buk. Faris udah bikin ibuk sama ayah kecewa. Maafin Faris!!"

Tangis ibuk rasanya udah mengering sejak tadi pulang dari kantor polisi. Suara nya pun seakan udah berada di ujung tak mampu lagi berucap.

Lalu tiba saatnya Linda membuka obrolan.

"Untung ada ibuk dan kami yang bersusah payah membujuk ayah dia buat gak jeblosin lu ke penjara Al. Lo seharusnya ngerti posisi ibuk sekarang. Beliau itu sayang sama lo."

Sekarang gue biarin Linda berucap sesuka hati nya. Karena percuma juga gue melawan, di posisi sekarang gue tanpa daya sama sekali untuk membela diri. Selain pasrah jika semua hujatan datang menghujani.

"Ibuk gak mau yang terjadi sama ayah lo itu terulang. Lo seharusnya mikir Al, gue udah dari awal kasih notice ke lo jangan terima Dega datang kesini. Dia itu sama aja boomerang buat kehancuran diri lo sendiri." oceh Linda.

Biarin aja. Biarin dia berdiri tegak di kebenaran yang di bangun sama ego nya sendiri.

"Lin.. Cukup Lin. Gak semua yang lo omongin itu bener." Irsyad mencoba buat meredam. Tapi...

"Syad. Lo itu tau apa sih? Ini tuh udah jelas jelas Al yang bikin kesalahan fatal kek gini." Linda masih ngelak membenarkan statemen nya.

"Ini juga gak akan berimbas seburuk ini kalo lo sendiri yang gak membesarkan masalah ini sampe ke ayah nya Dega kan? Lo kan yang bikin pengakuan kalo Al yang nyulik Dega???"

"IRSYAD!!!!" suara lantang Linda membentak Irsyad.

Gue mengangkat pandangan gue dengan penuh amarah ke Linda. Gue kerat gigi gue sendiri buat meluapkan emosi yang tertahan di dalam diri.

"Bangsaaat!!!" umpat gue dalam hati menatap muka Linda.

"Jaga mulut lo jangan sampe lo sendiri yang akan nyesel."

"Nyesel? Lo pikir dengan bukti yang udah gue kumpulin gue sepolos itu ikutan membenarkan statemen bodoh lo itu??? Hah?"

Lalu semua pandangan beralih ke Linda. Termasuk ibuk yang juga ternyata baru tau rencana busuk Linda di balik semua ini. Ibuk berpaling dari tangan Linda yang tadi nya memeluk punggung ibuk.

"Buk. Dengerin Linda dulu. Ini kan Linda lakuin juga demi kebaikan Al kan? Dega itu orang asing buk. Dia cuma benalu disini."

"Lin, jaga ucapan lo!!!" emosi gue hampir pecah karena gue udah mengepal tangan.

"Lo juga seharusnya terima kasih sama gue Al. Tapi apa balasan nya ke gue? Lo masih aja belain dia yang jelas jelas bukan punya lo!"

Detik berikut nya semua tak berkomentar. Hanya pandangan tajam melekat ke arah Linda yang makin lama dia makin gak nyaman duduk nya. Detik berikut nya, Linda pergi gitu aja dari rumah ini tanpa memberi sedikit pun pamit ke ibuk.

Gue salut sama Irsyad. Cuma dia sahabat gue yang masih ngertiin gue dengan melihat sudut pandang kasus ini gak cuma dari satu penyebab. Dan Irsyad pula yang lagi lagi menyelamatkan gue dari kasus ini.

"Ibuk..." Gue usap lagi kaki ibuk. Merunduk malu mencoba sekali lagi kesempatan buat dapet permohonan maaf ini ke beliau.

Dapat dengan jelas gue rasain tangan lembut nya ibuk mengusap rambut gue. Gue tau pasti ibuk kecewa banget sama anak nya. Gue tau itu.

Lalu suara lirih nya terdengar mulai menyiram rasa gundah ini.

"Le..... Fariz. Sing sabar ya le,"

To be continued....

* maaf lama gak update. Maaf juga untuk konflik nya.

Tapi percaya deh. Di depan sana pasti cerah kok.

Yok gandengan bareng.

Semoga di tahun ini kebaikan tetap menaungi.

1 Januari 2023

Semangka Legit

DEGA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang