*vote.
.
.
.
Samar-samar dalam kebingungan gue tertunduk tak berdaya. Lalu sosok pria yang mengenakan suit rapi berdasi itu berdiri dengan angkuh nya.
Wajah nya tak terlihat jelas tapi wujud nyata di belakang nya itu Dega. Dengan wajah sembab ketakutan Dega berusaha berontak dari pria dewasa itu. Bahkan beberapa orang berpenampilan sama pun mencegah gue sama Dega agar tidak bersama.
Pria paruh baya itu murka.
"Lihat dirimu nak! Bahkan kasta mu saja tidak sejajar dengan kami. Berhentilah bermimpi. Tinggalkan anak saya sekarang atau nyawa mu taruhan nya."
Detik itu juga Dega berteriak sekencang-kencangnya. Menyebut nama mas Al yang perasaan gue sendiri pun kalut terbawa kabut.
___________________________________________
Suara guyuran hujan semakin deras tatkala gue membuka mata. Rasanya cukup pening di kepala mengingat apa yang gue rasakan dalam mimpi tadi. Rasanya kaya nyata tapi gue harap itu jangan dulu terjadi.
Gue bangkit dan terduduk lesu dengan pening di kepala yang gak mau reda. Gundah gelisah menyelimuti malam gue yang makin gak tenang. Jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Dan Dega pun kelihatan nya masih nyaman dalam bunga tidur nya.
Gue gak sanggup liat wajah dan yang dalam satu waktu terlihat menggemaskan tapi di waktu yang lain juga menghanyutkan. Sejenak menghela napas lalu gue turun dari ranjang.
Rasanya gue perlu tenangin diri biar pikiran jadi lebih jernih. Gue menuju kamar mandi lalu untuk sekedar cuci muka. Bayangan wajah basah gue terlihat jelas banget kalo gue sedang tertekan. Entah batin atau raga gue seakan bergejolak gak ingin kehilangan Dega.
"Tapi dia anak mentri. Pasti orang tua nya lagi nyariin dia sekarang." ucap gue pada diri sendiri di cermin.
Lalu gue berfikir, sepertinya sholat malam bisa tenangin pikiran gue. Maka gue ambil air wudhu dan bersiap sembahyang. Gue pake kemeja seadanya lalu kenakan sarung juga peci hitam. Sajadah di gelar tanda niat dalam hati mengunci diri untuk menghadap ilahi.
"Allahuakbar."
Hujan masih setia mengiringi suasana malam sepi. Hingga setiap gerakan sholat ini melarutkan hati di setiap ketenangan. Sujud terpusat pada pikiran yang mulai damai akan dimana manusia tercipta.
Hingga disaat berada dalam duduk Tahiyat Akhir, "asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." begitu seterusnya hati mulai tentram.
Doa doa terlantunkan dengan lirih memohon ampunan atas segala dosa yang telah di perbuat. Tak lupa, aku sisipkan nama nya di dalam doa yang ku panjatkan.
Gue tau apa yang gue lakukan salah. Dan gue tau konsekuensi apa yang gue terima mungkin juga melimpah.
Tapi setidaknya gue berusaha mengartikan apa itu arti dari cinta. Jika Dega di hadirkan dalam hidup gue hanya sebagai penguji iman, gue akan terima walau rasanya mungkin akan menyayat batin. Tapi jika Dega di hadirkan atas dasar wujud cinta, gue berjanji akan menjaga nya di sisa umur.
Masih di posisi yang sama, gue tengok ke arah Dega yang masih lelap dalam tidur.
"Dega.....
"Ana Uhibukka Fillah."
Pun di barengi dengan suasana hati gundah yang kian meredam.
Entah, setelah bertahajud, suhu serasa lebih tinggi dari sebelum nya. Jadi gue putuskan gue buka kemeja gue dan hanya menyisakan sarung yang masih mengikat menutupi separuh tubuh gue. Gue menatap ke tubuh gue dimana ada bulir keringat yang mengalir dari ceruk leher turun di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEGA ✔️
Ficção AdolescenteSuara lembut nya yang selalu sukses bikin senyum gue merekah sepanjang hari. Dega, cowok tercantik yang mengubah cara pandang gue mencintai manusia. Seperti ucap nya kala itu, "mas Al jangan bunuh diri ya. Dega disini sayang mas Al." Sejak saat itu...