41. Resonance

33 4 0
                                    

Swept Away - Mondo Loops

‧͙⁺˚*・༓☾ 41. Getaran ☽༓・*˚⁺‧͙

Damar keperakan purnama menyinari permukaan laut yang bergulung-gulung rendah membasuh pesisir. Hamparan langit tersebar triliunan bintang menyerupai gugusan mimpi gemilang. Pecahan ombak, siliran dingin, dan desik daun kelapa begitu menghanyutkan. Aaleah memanjakan telapak kakinya, berjalan lambat di bibir pantai sembari menenteng bot. Kembang kebanggaan tengah bermekaran liar dalam dirinya. Kapal yang berdiri tangguh telah menantinya untuk membuka layar dan menguasai daun kemudi, membawanya melintasi cakrawala seperti yang sudah mereka rencanakan.

"Salut, Kapten."

Sapaan yang lebih seperti banyolan tersebut berasal dari sosok akrab. Aaleah berhenti melangkah, menambah pengawasan ke depan dan kemudian labium manisnya merekah saat menangkap dua titik berkilau yang menurutnya elok itu. Rupanya werewolf yang berperan paling besar dalam pembangunan kapal ada di sana juga dan kini berjalan menghampirinya.

"Lycan, kau mengatakannya akan kemari saat fajar menyingsing. Apakah ada yang mengusik pikiranmu sehingga kau datang awal?" Aaleah melontarkan perhatiannya saat ada kejadian yang tidak berlangsung sesuai janji. Satu tangan menumpu pada pinggang berbalut setagen sehingga siluet rampingnya memancarkan aura yang tinggi.

"Kegelisahanku tentang kapal baru ini terlalu berlebihan. Aku datang untuk memeriksanya sebelum berlayar. Tidak hanya kau, keselamatan adikku yang barbarian itu juga penting."

Aaleah tengadah mengamati wajah Lycan yang membelakangkan lengan berhenti tegap di hadapannya. Garis dagu dan leher Aaleah nyaris lurus, sosok laki-laki werewolf sungguh berpostur raksasa, sehingga sebetulnya dia lebih leluasa memandang dagu dan lubang hidung werewolf itu dibanding mata bersinarnya. Ada gelitikan tak kasat mata ketika dia mendengar jawaban Lycan, membuatnya tertawa kecil dan menepiki dada yang sejajar dengan kepalanya, seraya menggeleng tak habis pikir lalu berujar, "Itu tidak benar. Kapal kita sebelumnya berkesan sederhana dan selalu nyaris karam di tengah lautan. Orion masih hendak menemani perjalanan kita yang ini."

"Mm-hm, perjalanan terakhirnya bersama kita. Alasan sesungguhnya yang membuatku tidak yakin. Aku khawatir, tanpa Orion yang menenangkan ombak ganas, kapal kita akan lebih rawan karam." Lycan mengubah arah tubuh mengikuti Aaleah yang melewatinya menuju kapal. Bersama langkah kecil nan santai gadis itu dia agak kesulitan menyejajarkan jarak karena tungkai tingginya.

"Keperwiraanmu besar, badai ribut mustahil menggentarkanmu. Kau tak sepenuhnya mencemaskan keselamatan kita, melainkan kau tak ikhlas Orion akan melaksanakan penobatan di kerajaan siren lantas wajib menyempurnakan takdirnya dan meninggalkan kita."

Desahan pedar yang menderam khas dari Lycan membuat Aaleah tambah berseri dalam diam. Respons yang menyatakan terkaan Aaleah tepat biar Lycan terlalu berat hati untuk mengakuinya dengan kata-kata. Ketika sampai di sisi kapal, Aaleah melompat tinggi ke atas dek, meninggalkan Lycan yang menggunakan tangga berupa pintalan tali tambang untuk menyusul.

"Kita sudah bekerja keras membangun kapal ini," cetus Aaleah dengan binar impresif saat mendengar gedebuk di belakangnya. Dia meletakkan botnya di sudut dinding kapal, bertelanjang kaki menyusuri dek dan menempatkan diri di depan daun kemudi untuk memeriksa fungsi putarannya. "Pandangilah langit yang bersih dari gegana. Hari ini akan cerah."

"Yah, aku tahu. Hanya saja ...."

Kening Aaleah berkerut heran atas ucapan menggantung Lycan. Kegiatan Lycan tidak segiat biasanya, kali ini tampak seakan iseng saja dalam mengecek jalinan tali layar dengan gelagat mengukur itu. Padahal ketika Aaleah melirik susunan dan temberang itu dari jarak geladak kemudi, layar itu tak akan menyangkut ketika hendak dibentang. Akhirnya Aaleah tahu, kalau ada hal lain yang mengganggu isi kepala kawannya itu. "Ada apa?"

𝗥𝗲𝗮𝘄𝗮𝗸𝗲𝗻 𝗚𝘂𝗮𝗿𝗱𝗶𝗮𝗻 | 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓲𝓿𝓲𝓷𝓮 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang