55. Ingratiating

23 3 0
                                    

‧͙⁺˚*・༓☾ 55. Kandis ☽༓・*˚⁺‧͙

Seusai membersihkan diri dan berpakaian, Aaleah melangkah keluar dari toilet. Ruangan kerja dan kamar Chevalier berada di lorong yang sama dengan toilet. Dia berpapasan dengan Chevalier yang baru keluar juga dari ruangan kerja. Chevalier sudah berpenampilan rapi mengenakan kemeja cokelat berpasangan celana bahan krem. Kendati pria itu belum berangkat ke rumah sakit meski hari sudah terang. Kailias sudah tak berada di rumah, berangkat kerja seorang diri tadi pagi. Sementara Naliu pergi keluar untuk mencari udara segar-siren itu sangat percaya kalau di luar sudah aman dari Plateau. Rieca sedang bersih-bersih ruang tamu dan musik yang menemaninya tersetel keras.

"Aaleah," sapa Chevalier tersenyum hangat, memandang gadis itu yang masih menyeka rambut dengan handuk putih. Keramahannya terhadap Aaleah terasa sejati semenjak Aaleah berjanji akan membantunya keluar dari jeratan Divine Witria. "Aku baru ingin berangkat. Melihatmu membuatku ingat kalau ada hal penting yang harus kita bicarakan. Ayo, di ruang kerjaku saja."

"Kau akan melakukan hal aneh itu lagi. Aku menolak berduaan denganmu di sana." Aaleah membalas frontal.

Di ambang pintu ruangan kerja, Chevalier kagok dan langsung saja menghindari kontak mata. Faktualnya dia tak pernah berpikiran atau berkeinginan yang aneh-aneh-kecuali meminta di bawa ke masa lalu-dari Aaleah. Namun dia tak dapat menafikannya, kalau waktu itu dirinya memang seperti orang cendala. Dia mengigit lidah, lalu takut-takut menjawab, "Memojokkanmu itu adalah cara terakhirku mendesakmu membuka segelku. Kau tak akan mengabulkannya kalau aku memintanya secara baik-baik."

Kau hanya beralasan saja, kan? kalimat itu terbiaskan dari tatapan Aaleah yang menyipit. Membuat Chevalier gelagapan menghadapinya. Kejujurannya tak didengar oleh Aaleah. Dia menerimanya, gadis itu tak percaya dengannya sebab itu adalah tindak waspada yang menurutnya wajar.

"Ikut aku keluar saja kalau begitu. Bersiaplah, akan kutunggu," anjur pria itu pada akhirnya.

☄. *. ⋆

Mulai dari Chevalier yang lebih dahulu bicara menggunakan bahasa Theody, Aaleah mengerti bahwa ini adalah sesuatu yang sangat konfidensial. Langkah mereka berdampingan melewati lalu-lalang keramaian. Salju sedang berhenti turun di siang itu, lamun langit masih berwarna kelabu. Lapisan salju tipis menutupi sudut sisi jalan. Lampu-lampu dan hiasan yang mencolok akan warna hijau-merah sudah menghias toko-toko di sana. Namun nuansa kota itu belum putih sepenuhnya-mungkin pertengahan bulan nanti.

"Divine Witria mengatakan sesuatu kepadaku. Seperti teka-teki." Perhatian Chevalier beralih sebentar ke Aaleah di sebelah kiri. Labium gadis itu lebih mencolok dan mengilap, merah serupa delima. Pipinya pun lebih berona serta bulu matanya sedikit bertambah tebal. Luka dan lebam di wajah kecil itu tersamarkan oleh concealer dan pupur. Itu hasil pekerjaan Rieca yang merias Aaleah.

"Kau yakin?" Aaleah mendekat, mendongak dan memegang lengan mantel Chevalier supaya langkah mereka tetap selaras. "Kau melupakan banyak hal ketika kau menggunakan kemampuan terlarang pada pertengkaran kita malam itu."

Chevalier mengangguk, tetapi dia dengan cepat menggeleng juga, setelah itu mendengkus. "Ini berbeda," katanya yang tampak berpikir maksimal, menepuk telapak tangan kiri dengan tangan kanan seperti gaya memotong. Gesturnya membuat dia tampak cukup yakin. "Waktu itu aku pingsan karena pengaruh overdosis obat bius. Yang kali ini aku tak pingsan meski keracunan berkat serum pemulihan yang Kailias suntikkan. Intinya, aku ingat. Witria mengatakan ini; sesuatu yang tidak suci dan tidak terkutuk. Sesuatu yang hanya ada di dunia fana. Apa kau pernah mendengar itu? Ini seperti sesuatu yang hanya dimengerti oleh kau dan Tuan."

𝗥𝗲𝗮𝘄𝗮𝗸𝗲𝗻 𝗚𝘂𝗮𝗿𝗱𝗶𝗮𝗻 | 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓲𝓿𝓲𝓷𝓮 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang