58. Flaw

19 3 0
                                    

‧͙⁺˚*・༓☾ 58. Cacat ☽༓・*˚⁺‧͙

Kecerobohan tampaknya adalah salah satu unsur yang sudah serangkai dengan impulsivitas.

Aaleah tentunya tak menahan Chevalier dari mendekati Arkatama. Sebab dia tahu, Arkatama amat menyayangi manusia itu dan tak akan melukainya secara fisik. Namun dia juga tak menganggap tepat perilaku Chevalier yang tanpa meminta perlindungan apa pun malah menujukan diri kepada Arkatama yang tengah marah. Andai itu bukan saudaranya yang berprinsip mutlak, barang kali tengkorak Chevalier sudah melayang entah menggelinding ke mana. Chevalier beruntung karena sudah mendapatkan rasa sayang dari Arkatama.

Meski demikian, Aaleah antara tegang dan lega. Pertikaian di depan rumah sudah berlalu. Arkatama mengakhirinya dengan kalimat, "Kuharap, kau bukanlah kekecewaan terbesarku." yang tertuju kepada Chevalier. Itu membuat jiwanya tidak tenang. Dan bagian melegakannya, kini dia bersama yang lain sedang duduk di lantai beralas karpet datar dan permainan Jenga tersusun tinggi di tengahnya.

Kailias belum pulang, mungkin kendaraan umum sedang terhalang hujan salju yang menderas.

Aaleah bersimpuh jauh dari Chevalier yang duduk murung dengan kedua lutut bertekuk ke atas. Kedua tangan Chevalier saling mengunci dan lengannya melingkari lutut. Ekspresi Chevalier sangat menjelaskan kepada semuanya kalau sedang banyak pikiran-bengong dan tidak fokus saat diajak bicara. Chevalier hanya menjawab, "Ya.", " Ah.", dan "Hem." Bukan pria itu yang biasanya.

Panggilan dari Rieca membuyarkan kekhawatiran Aaleah terhadap manusia yang duduk di paling sudut karpet. "Julurkan tanganmu menghadap atas atau bawah pada hitungan ketiga. Yang berbeda sendiri, dia yang bergerak pertama."

Aaleah meniru yang lain, termasuk Arkatama, menaruh kepalan tangan yang mengelilingi susunan balok Jenga yang beraneka warna.

"Bocah," ucap Rieca berbalik kepala menghadap Chevalier. "Ikutan?"

Untuk yang kali ini, Chevalier baru merespons dengan jelas, berdiri dan menjawab, "Kalian saja. Aku akan ke ruangan kerja."

Kepergian Chevalier dari ruang tamu menyematkan keresahan pada setiap udara yang mereka hirup. Aaleah termenung menatap susunan Jenga. Sikap Chevalier seakan menunjukkan kepadanya, bahwa permasalahan dengan Arkatama belum usai. Kebersamaan mereka tak terpisahkan, akan tetapi suasana hati seolah memancarkan sebaliknya.

"Menyesal dan jengkel. Hanya manusia yang mampu melakukan emosi campuran semacam itu."

"Apa kau sendiri tidak menyesal? Dia memperhatikanmu dengan teliti sekali." Naliu menimpali perkataan Arkatama, dan menyelia sekilas kepada Aaleah yang beringsut menumpukan dagu ke lutut. Keberaniannya pasang-surut. Arkatama tampak rapuh, walau begitu dia tahu bahwa kemampuannya jauh di bawah Guardian itu-dia bisa memahaminya dari ketegangan ekspresi Aaleah dan Chevalier tadi.

"Menyesal ...," Arkatama terdengar menimbang, "tidak."

Tanggapan tak acuh itu membuat tekanan darah Rieca melambung. Tangan berkuku cantiknya menjotos susunan Jenga hingga berhamburan, dan permainan otomatis dibatalkan. Dia mengambil satu balok, lalu mencampakkannya nyaris mengenai wajah Arkatama, seketika juga perhatian Guardian itu tertuju kepadanya, dan dia mencebik, "Kau sayang padanya atau tidak? Tingkahmu seperti tak peduli."

"Aku tak akan membiarkannya hidup satu abad lalu apabila aku tak sayang padanya. Memberinya waktu sendirian untuk saat ini adalah tindakan yang baik. Dia perlu merenungkan diri." Arkatama beranjak dari duduk, dan mengundurkan diri dari atas karpet menuju kamar. Berpikir untuk mengganti pakaiannya yang bernoda darah pada bagian kerah piyama.

𝗥𝗲𝗮𝘄𝗮𝗸𝗲𝗻 𝗚𝘂𝗮𝗿𝗱𝗶𝗮𝗻 | 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓲𝓿𝓲𝓷𝓮 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang