21. Ended, or Not?

116 29 17
                                    

Xavier kembali bertanya pada Nathea, namun jawabannya selalu sama, ia tidak mengetahui kemana gadis itu pergi.
Iya, Xavier kini tengah mencari keberadaan Brilly.
Sebab setelah ia membuka matanya sesaat setelah ia tidak sadarkan diri akibat dihajar oleh Jonathan malam itu, ia sangat jarang bertemu dengan gadis itu. Mungkin hanya sekitar 1 kali dalam satu minggu.
Nathea memberitahu Xavier, jika selama ia sakit, Brilly lah yang merawatnya.

Seperti saat ini, Xavier kembali mengelilingi pavilliun tempat Brilly tinggal, namun lagi-lagi ia tak menjumpai presepsi gadis itu disana.

"Sial!!! Kemana lagi aku harus mencari dia?"

Xavier bermonolog sembari menendangkan kakinya pada rumput yang ada dihadapannya.
Ia memang tidak memiliki perasaan apapun pada Brilly, tetapi Xavier sama sekali tidak ingin memiliki hutang budi pada siapapun. Itulah sebabnya ia harus mencari keberadaan Brilly untuk mengucapkan terimakasih, dan memberikan imbalan pada gadis itu.

Ditengah kalutnya ia mencari keberadaan Brilly, Xavier mengingat salah satu tempat yang memunngkinkan ia bisa menemui gadis itu disana.
Xavier pun melesak menuju tempat tersebut.

Brilly kini tengah berada diperpustakaan milik keluarga Jonathan, ia memang senang menghabiskan waktu disana untuk sekedar membaca buku-buku sejarah tentang bangsanya.
Ia sedikit terperanjat saat tiba-tiba halaman pada bukunya terbalik dengan sendirinya akibat ada sapuan angin dari arah sebelahnya.

Itu adalah Xavier.
Brilly yang menyadari Xavier berdiri disebelah tempat ia duduk pun, kini segera munutup bukunya dan segera berdiri untuk meninggalkan Xavier.
Namun saat ia hendak melesak pergi, lengannya telah lebih dulu ditahan oleh tangan Xavier, kini pandangan keduanya saling bertemu.

"Kau menjauhiku, Brill?"

Seketika Brilly menyunggingkan senyum satir pada bibirnya setelah mendengar pertanyaan Xavier.

"Jangan berbicara seolah kita memang pernah saling dekat Xavier," jawab Brilly dengan tatapan dinginnya.

Lelah.
Itulah yang dirasakan oleh Brilly selama ini. Mencintai dan berusaha untuk membuka hati Xavier nyatanya memang cukup melelahkannya.
Bertahun-tahun usahanya untuk sekedar menyentuh hati Xavier, nyatanya tidak membuahkan hasil sedikitpun.
Pribadi yang sejatinya memiliki peringaian yang lembut, kini telah berubah menjadi wanita dengan tatapan yang sangat menusuk.

Xavier jelas mengetahui jika wanita dihadapannya ini memang menaruh perasaan dan harapan yang lebih pada dirinya, ia juga tahu jika kini Brilly telah merasakan kecewa yang teramat dalam pada dirinya, namun dirinya juga tidak tahu harus bersikap seperti apa, jika dihatinya masih saja terpatri pada nama kekasihnya, Azzea.

"Sekarang, bisa tolong lepaskan tanganku?"
Brilly berucap seolah dia memang benar-benar telah menyerah akan perasaannya.

"Tidak," ucap Xavier sembari mengeratkan genggamannya.

Kini Brilly kembali menyunggingkan senyum penuh ejekan disana.

"Mau kamu itu sebenarnya apa sih Xavier. Kau tidak pernah mengizinkan aku untuk bisa menyentuh hatimu, tapi sekarang sikapmu seolah-olah menahanku untuk melangkah mundur," Brilly mendekatkan langkahnya pada Xavier.
Kini jarak antara keduanya cukup dekat, hanya tersisa beberapa senti saja.

"Jangan menjadi sosok yang paling egois Xavier. Atau kau akan sangat menderita nantinya."

Setelahnya, Brilly menarik paksa tangannya dan melesak meninggalkan Xavier yang masih termangu atas ucapannya.
Namun pada detik berikutnya, Xavier menyusul Brilly untuk memastikan sesuatu.

Dan belum sempat pula Brilly menutup pintu kamarnya, Xavier turut masuk kedalam kamar Brilly, kemudian ia mengunci pintu tersebut.

"Xavier, apa yang kau lakukan?" tanya Brilly sembari memundurkan langkahnya ketika Xavier mulai mendekat.

Sweet Blood [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang