Mungkin salah kami yang berharap lebih pada waktu singkat yang kau beri, di mana kesebentara itu cukup membuat kami sangat bahagia.
* * * * * *
Pagi hari ini yang di penuhi dengan segala ke ricawan oleh para gadis-gadis yang berpakaian seragam sekolah rapih, bersih, dan harum oleh farfum mereka masing-masing.
Kelima gadis itu menatap tembok tinggi yang berada di depannya. Mereka menganga melihat setinggi ini perbatas sekolah dan dunia luar.
"Sial, ini semua gara-gara lo, baja!" decak sebal Muti, menyalahkan Lisa yang sedang sibuk mengoleskan lipstin ke bibirnya.
"Bukan gue doang kali, Jauzi juga tuh" tuding Lisa.
"Lo yang paling rempong anjing, bawa-bawa bedak, lipstik, sama maskara segala lagi. Sebenarnya lo mau sekolah, atau mau jadi kupu-kupu malem sih nyed?" serga Sasa, yang tak tahan dengan sikap centil sahabat ter-sayangnya.
"Ini juga ada titipan monyed satu itu kali, cin" Lisa menoyor kepala Sasa.
"Si monyed, malah di toyor pala gue, emang anying lo ye" gadis itu memang sangat protektif dalam keadaan seperti ini.
"Gorila, gimana ini?" tanya Mentari kepada Muti.
"Ya manjat lah, emang lo mau di sini aja?" sewot Muti.
"Kan, kan, di tanya baek-baek malah sewot kek gitu, memang saiton lo" Muti tak menghiraukan olokan Mentari, ia malah sibuk menata potongan kayu yang pas untuk mereka memanjat tembok tinggi tersebut.
"Udah selesai. Siapa yang mau duluan?" Muti melemparkan tas ranselnya untuk masuk kedalam halaman sekolah.
"Naikin ini?" Sasa melirik tak suka pada potongan kayu itu.
"Ya, iya lah, emang lo mau naik apa lagi Sasa!" geram Mentari yang sedang membantu Muti melemparkan tasnya.
"Incess Sasa nggak mau lah, nanti kalo androk incess robek gimana?" pupil mata Sasa lirih menatap keempatnya.
"Kalo lo nggak mau, ya gue tinggal, langsung beres kan?" senyum simpul Muti.
"Mentari lo naik duluan aja, biar bisa nangkep rempong-rempong ini!" suruh Muti kepada Mentari, yang langsung di lakukan olehnya. Dirinya menaiki satu persatu balok kayu yang sudah Muti susun hingga dirinya bisa duduk di atas tembok sekolah itu.
"Aman Mut!" Mentari menyodorkan jempolnya.
"Ayok sekarang lo duluan sepe, abis itu lo jagain tas-tas kita, oke?" tunjuk Muti pada Jauzi yang sendari tadi hanya duduk manis di bawah pohon rindang itu.
"Siap Mami!"
"Awas sampe alat-alat rituwal gue pada ancur, kepala lo yang bakalan gue jadiin gantinya!" peringatnya kepada Lisa, yang hanya memandang malas Jauzi.
"Udah cepat sini monyed. Pelan-pelan naiknya!" intruksi Muti pada Jauzi yang mulai memanjat tembok itu, hingga sudah sampai di halaman sekolah.
"Ayok baja!" Lisa berjalan pelan ke arah balok kayu tersebut.
"Aman, kan?" tanyanya was-was.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Surat Terakhir
Short StoryKisah ini tidak sepenuhnya tentang cinta, hanya menceritakan 6 gadis yang bersahabat sejak masih menduduki bangku sekolah menengah pertama, hingga ke jenjang sekolah menengah atas. Paitnya hidup, kebahagiaan, kesengsaraan. Semua mereka lewati bersa...