Percaya atau tidak, kita semua pernah bodoh dalam hal mencintai.
* * * * * *
TIT!
TIT!
TIT!
Suara monitor itu, menguar kencang di dalam kamar bernuansa putih dengan lampu yang menyala cukup terang.
Ruangan yang di penuhi dengan alat-alat medis. Dengan bermacam-macam bentuk maupun rupa.
Terlihat, pemuda tampan yang sedang berbaring lemas di atas keranjang rumah sakit. Wajahnya sangat tenang sekali jika seperti ini, ukiran wajah yang sangat sempurna. Seakan-akan dalam pembuatannya tidak salah sedikitpun.
Sudah lama sekali ia terpejam dan nyaman akan tidur lamanya. Membiarkan se-seorang yang sudah menunggu di sampingnya dengan perasaan bersalah.
Gadis itu, tak henti-hetinya menyalahkan dirinya sendiri. Ia larut akan kekecewaan yang ia buat sendiri.
Muti, menggenggam erat tangan berurat itu. Sangat erat, sampai-sampai tidak bisa di pisahkan oleh dunia.
Tatapannya tak lepas dari Kenzo. Setiap kali dirinya menatap wajah tenang itu, perasaannya akan semakin gaduh.
Ia tak menyangka, bahwa Kenzo senekat itu. Perasaan bersalah selalu muncul di hatinya seakan-akan ia yang di salahkan.
"Zen, kapan bangunnya?" suaranya bergetar, genggamannya semakin Muti kuat kan.
"Katanya mau ngajakin Muti main ke rumah, kok gak bangun-bangun, sih?!" aneh sekali gadis itu, bukankah ia yang menolak ajakan Kenzo. Dan sekarang, mengapa ia malah yang mengajak Kenzo.
"Apa Zen marah sama Muti, karena nolak ajakan Zen?" matanya menatap kosong kepada Kenzo.
"Maafin Muti, ya? Karena Muti Zen jadi kecelakaan!" walaupun air matanya tidak menetes, tapi hatinya merasa sangat sakit sekali.
"Tadi operasinya gimana? Zen kesakitan enggak? Atau malah Zen ketagihan?" leluconnya sangat lucu sekali untuk keadaan seperti ini.
"Kok gak di jawab? Biasanya langsung nyerocos kek cocor bebek, tapi kok sekarang enggak?" tangannya terulur untuk mengelus lembut kepala Kenzo.
"Capek banget, ya? Sampe betah bener tidurnya. Gak mau liat Muti kah? Katanya suka sama Muti, tapi Muti suruh bangun kok malah gak di dengerin, sih?"
"Gorila?" panggil Mentari, yang sendari tadi sudah menyaksikan percakapan Muti seorang.
Muti hanya menengok tanpa menjawab panggilan Mentari. Ia hanya menatap Mentari yang berjalan untuk menghampirinya.
"Pulang yuk, udah malem. Lo juga butuh istirahat!" Mentari tersenyum, menguatkan Sahabatnya.
"Tapi, Kenzo belum sadar Met" elak Muti yang langsung menoleh pada Kenzo.
"Udah, gak usah ngeyel. Banyak yang jagain Kenzo di sini, temen-temennya juga pasti bakalan siap siaga kalo ada apa-apa sama Kenzo"
"Jadi kita pulang aja, yuk. Kasian Sasa udah ngantuk" Muti menengok dan langsung berdiri di hadapan Mentari.
Ia perlahan-lahan berjalan untuk keluar dari ruangan ini dengan di ikuti Mentari.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Surat Terakhir
Cerita PendekKisah ini tidak sepenuhnya tentang cinta, hanya menceritakan 6 gadis yang bersahabat sejak masih menduduki bangku sekolah menengah pertama, hingga ke jenjang sekolah menengah atas. Paitnya hidup, kebahagiaan, kesengsaraan. Semua mereka lewati bersa...