Tiada yang lebih indah, selain laut dan senja. Walaupun ada, mungkin itu kenangan kita yang lalu.
* * * * * *
Bel masuk telah berbunyi sendari tadi. Tapi, ke-enam gadis itu belum juga menampakkan wajahnya.
Mereka menatap gerbang yang sudah tertutup rapat, salah satu di antara mereka berdecak pelan. "Telat lagi, telat lagi. Gue kan udah bilang Lilis markulis, kalo bangun jangan bangkong goblok" mata gadis itu menyiratkan kekesalan kepada Lisa.
"Yaelah, bukan gue dong kali, Veve juga bangkong tuh, mana dandanannya kek ibu-ibu sosialita lagi" Lisa bercimbir, kepada Sasa.
"Apaan sih lu ketek rupe, gak tau fesyen ape lu? Di Inggris pakaiannya aja kek gini semua, is it wrong?" Veve bersolek jutek pada Lisa.
"Ini Indonesia peak, makannya, jangan mencintai produk luar, jadi goblok kan sama pakaian negara sendiri. Udah di jilad berapat kali lu sama orang luar?" ucap Jauzi.
"What's that, goblok?"
"Bocah peak, you now bich!" Sasa menekankan kata terlahirnya.
"Astaghfirullah tuhan Yesus" Veve terkaget dengan olokan Sasa.
"Si monyed memang, lo Kristen goblok" Muti menarik nafasnya, dongok akan tingkah Veve.
"Aduh, Veve lupa" gadis itu menepuk jidatnya pelan.
"Lo di sana, di kasih makan roico, ya?" Mentari menyempitkan matanya.
"Iya, kok tau sih" jawabnya sambil memakan makanan ringan yang sempat dia bawa.
"Pantes, tolol" Mentari tertawa melihat perubahan wajar sahabatnya itu.
"Apa itu tolol? Veve gak tau" wajahnya begitu polos sekali, dengan mata yang ia kedipkan.
"Ngomong sama bocah peak, mana bisa nyambung, yang ada gue ketularan peak juga"Mentari menarik nafasnya pelan, meresapi emosinya.
"Ada cogan, kuntul" Veve berteriak yang membuat para sahabatnya melihat ke arahnya.
"Memang anak goblok. Di ajarin siape lu ngomong kek gitu?" Muti berkacak pinggang, di depan Veve, yang sedang melihat ke arah belang Muti.
"Jauzi yang ngajarin, katanya itu omongan yang sopan dan santun. Makanya Veve ikutin" mata Jauzi melotot sempurna karena mendengar ucapan Veve.
"Jauzi!" Muti menggeram marah, ia berbalik untuk menangkap Jauzi.
Tapi Jauzi menghilang dari pandangan Muti, dirinya hanya melihat sekumpulan cowok-cowok yang berada tepat di hadapannya.
Muti langsung mengubah wajahnya menjadi malas menatap orang yang ada di depannya.
Veve berjalan untuk menuju kepada cowok memakai jas bertuliskan OSIS, yang terpanpang jelas di matanya. "Veve mau kenalan, boleh?" gadis itu mengulurkan tangannya kepada Kenzo.
"Kenzo!" Kenzo tidak membalas uluran tangan Veve, yang membuat hati kecil gadis itu terkikis sedikit.
"Tangannya Veve bau ababnya Mentari, ya? Jadi gak di bales?" Veve melirik sebal Mentari yang tak tau apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Surat Terakhir
NouvellesKisah ini tidak sepenuhnya tentang cinta, hanya menceritakan 6 gadis yang bersahabat sejak masih menduduki bangku sekolah menengah pertama, hingga ke jenjang sekolah menengah atas. Paitnya hidup, kebahagiaan, kesengsaraan. Semua mereka lewati bersa...