Jesse was frustrated.Untuk beberapa kali ia merasa kuliah itu sangat membebaninya. Apalagi soal tugas artikelnya yang membutuhkan banyak revisi. Astaga, untuk apa sebenarnya dilakukan sesempurna itu?!
Ya, Jesse kan hanya manusia biasa yang kadang kala tidak suka bekerja dibawah tekanan apalagi pekerjaan yang dikerjakan bentuknya sama dan itu itu saja. Sudah melelahkan, ditambah lagi membosankan.
Dosennya itu hanya sangat perfeksionis sampai tidak ingin melewatkan bagian terkecil yang salah dalam penulisan. Andai saja ia tidak menginginkan nilai sempurna, ia pasti sudah melemparkan kertas kertas itu ke wajah Dosennya.
Jesse memutuskan turun ke lantai bawah untuk mencari camilan di dapur. Setidaknya ia butuh memperbaiki moodnya sebelum melanjutkan tugas biadab itu.
Ia menemukan sang ibu yang tengah bersenandung sembari memotong bolu coklat menjadi beberapa bagian.
Jane yang menyadari anak semata wayangnya yang menghampirinya tersenyum menyapa, “hello sweetheart, mami denger kamu teriak teriak dari atas. kenapa sih?”
“nothing, pelampiasan emosi aja”
“wow, emosi? kamu dibuat emosi sama siapa?”
“my lecturer, nothing new.”
Jane terkekeh, “mau bolu? mami buat banyak. mau bagi bagi sama tetangga. Oh! do you mind to help me, honey?”
Walau sebenarnya Jesse mendapat signal buruk, ia bertanya “apa?” tanyanya.
“just help mami to deliver this bolu to our neighbour. you know, your crush, mas Ical house.”
Jesse sontak terbelalak, m-my crush?!
“what do you mean my crush?! mami, how many times have I told you mas Ical isn't my crush!”
Alih alih merasa bersalah, Jane terbahak. Rupanya anaknya itu tetap akan denial, padahal ia sudah beberapa kali memergoki anaknya itu bersikap manja pada anak tetangga barunya itu.
Yaa, Jane sangat tahu anaknya itu akan bersikap seperti itu kepada siapa dan dalam kondisi apa saja.
“ya ya whatever, but you still have to help mami, right?”
Jesse memutar bola matanya, “ya, terserah” jawabnya lalu berlalu untuk mengganti pakaiannya.
Jane diam diam tersenyum, tidak naksir tapi kenapa harus mengganti pakaian ya?
hihihi
Ibu yang jahil.
—
Jesse menekan bel rumah bercat putih itu dua kali.
Terdengar teriakan dari dalam mengatakan untuk menunggu sebentar, jadi Jesse terpaksa berdiam diri menunggu sampai sang pemilik rumah membukakan pintunya.
Ceklek
Suara pintu mengalihkan perhatian Jesse, ada sosok berambut panjang dengan bandana diatas kepalanya.
“who?”
Jesse mengerjapkan matanya, “ah, oh! ini aku mau nganterin bolu dari mami.” ucapnya dengan terburu buru.
“oh.. kakak ini tetangga baru yang disebelah ya?”
Jesse terdiam sejenak dan menganggukkan kepalanya.