Jarum jam masih menunjukkan pukul lima pagi saat Jini keluar dari kamar. Bertapa terkejutnya dirinya saat menemukan Mirna duduk bersila di ruang tamu dengan tatapan kosong. Jini mendekati Mirna dan menggoyang-goyangkan tangannya di depan wajah Mirna. Karena tidak ada respon, dengan perlahan ia memegang pundak Mirna.
Mirna tersentak dari lamunannya. Ia menatap Jini dengan tatapan linglung. "Kenapa?"
"Kenapa? Aku yang harusnya nanya kenapa?" balas Jini. "Ngapain kamu jam segini bengong di sini? Kamu nggak kesambet kan?"
"Aku bingung...."
"Bingung kenapa?"
"Biasanya aku bangun pagi buat bersih-bersih rumah terus masak. Tadi waktu bangun aku bingung harus ngelakuin apa."
"Astaga! Aku kira kamu kenapa."
"Aku udah selesai bersih-bersih. Tapi aku nggak bisa masak soalnya kulkasmu kosong."
Jini tertawa. "Yaudah nggak usah masak. Kamu balik tidur lagi aja."
Mirna menggeleng. "Udah nggak bisa. Makanya aku bengong di sini."
"Dasar aneh." Kemudian Jini meninggalkan Mirna, melangkah ke kamar mandi.
Entah berapa lama Mirna duduk termenung beralaskan karpet di ruang tamu Jini, akhrinya ia bergerak setelah langit sudah mulai terang. Ia masuk ke kamar untuk mengecek ponselnya. Ada beberapa pesan dari Ibu dan Bapaknya yang menanyakan kabar. Ada satu pesan yang baru saja masuk dan langsung dibuka oleh Mirna.
Yudha: Jadi pulang hari ini?
Yudha: Kalo jadi, pulangnya hati-hatiDua baris pesan biasa tapi membuat Mirna jadi tersenyum saat membacanya. Seperti tersadar, senyumnya langsung surut seketika.
"Ngapain aku senyum-senyum?" tanya Mirna menggumam. Ia memukul-mukul kepalanya berusaha untuk sadar dari kenyataan. "Kelamaan jomblo nih. Dapet chat kayak gini aja udah baper," gerutunya.
Yudha: Kok dibaca aja?
Yudha: Kalo emang masih mau ijin nggak papa kok. Saya bakal kasih ijinMirna buru-buru mengetikkan balasannya.
Mirna: Saya pulang hari ini Pak
Mirna: Ini sudah perjalananYudha: Kalo gitu kunci rumahnya saya titip di rumah Mama saya. Kamu bisa ambil langsung ke rumah Mama saya
Mirna: Iya, Pak
Pintu kamar yang ditempati Mirna terbuka dengan keras membuat Mirna berteriak kaget. "Anjir, Jini! Bisa nggak buka pintunya nggak perlu pake tenaga dalam?"
Jini tertawa keras. "Aku mau ngasih tau kamu sesuatu. Takut kelupaan."
"Mau ngasih tau apaan?"
"Anak-anak ngajak ketemuan dua minggu lagi."
"Anak-anak?"
"Circle kita doang kok."
Mirna menekuk wajahnya. "Aku nggak mungkin bisa ikut."
"Diusahain aja. Kalo nggak bisa yaudah. Nggak usah dipaksa. Daripada kamu harus bohong lagi."
"Kapan ngasih taunya?"
"Makanya baca grup!" seru Jini kesal. Kemudian ia menutup pintu kamar Mirna sama kerasnya seperti saat membuka.Mirna sampai mengelus dadanya karena suara keras yang berasal bantingan pintu. Daripada memikirkan acara ketemuan dengan teman-temannya, lebih baik sekarang ia siap-siap untuk kembali ke rumah Yudha. Ia harus tetap bekerja agar bisa mendapat uang
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Paylater (Completed)
ChickLitMirna Zaira Ranjana, atau akrab dipanggil dengan nama Mirna. Memilih mengadu nasib ditengah kerasnya kehidupan kota Surabaya demi bisa melunasi segala tagihannya yang membengkak di aplikasi belanja online. Alih-alih mendapat pekerjaan di gedung penc...