Setelah berdiskusi dengan Jini, akhirnya Mirna memutuskan tinggal di salah satu kamar kosong di rumah kontrakan Jini. Setiap bulan Mirna dan Jini membagi dua biaya kontrakan, listrik dan air yang mereka gunakan bersama. Karena jarak rumah yang ditempati kurang lebih lima belas menit dari kampusnya, akhirnya Ibu mengirimkan uang untuk Mirna agar bisa membeli sepeda motor.
Sekarang sudah hampir dua bulan Mirna tinggal bersama Jini. Walaupun tidak memiliki banyak waktu bersama karena kesibukan masing-masing, tapi Mirna selalu menyempatkan untuk sarapan bersama Jini.
Selama dua bulan ini, jangan tanya sudah berapa kali Yudha datang ke rumah ini. Setiap minggu bisa tiga atau empat kali datang mengunjungi Mirna. Bahkan setiap hari ada saja makanan yang dikirim Yudha melalui jasa pengirim makanan.
Seperti malam ini. Mirna dikabari oleh Yudha bahwa laki-laki itu memesan makanan untuknya. Benar saja, tak lama setelah Yudha meneleponnya, seorang sopir yang mengantarkan pesanan makanan sudah datang. Kebetulan setelah makanan itu datang, tak lama mobil Jini terlihat. Akhirnya Mirna memutuskan memakan ayam goreng yang dikirim Yudha bersama dengan Jini. Mereka berdua duduk lesehan di atas karpet ruang tamu.
"Sumpah, kalo kayak gini terus aku bisa cepat kaya," celetuk Jini sembari memakan ayam goreng pedas. "Tiap hari kamu dikirimin makanan sama Pak Yudha. Bahkan porsinya bisa dimakan lebih dari dua orang. Semenjak kamu di sini, aku jadi jarang keluar uang buat makan."
Mirna terkekeh. "Selain cepat kaya, kayaknya kita bakal cepat gendut deh."
"Kalo Pak Yudha sebaik ini, kenapa nggak kamu terima sih, Mir?" tanya Jini dengan mengunyah ayam di dalam mulutnya.
Mirna mengedikkan bahunya. "Aku juga nggak tau."
"Kelihatan banget Pak Yudha bucin sama kamu," ucap Jini menyandarkan tubuhnya ke tembok. "Tiap hari kirim makanan. Selalu kirim hadiah juga. Dia juga selalu nelfon atau video call buat nanyain keadaanmu. Tiap minggu kalian selalu jalan bareng. Bahkan sama anaknya juga."
Mirna ikut menyandarkan tubuh ke tembok. Makanan yang ada di atas karpet masih tersisa cukup banyak. "Pak Yudha bilang suruh mikirin soal lamarannya. Tapi aku nggak mau nikah cepat, Jin."
Jini berdecak. "Paling nggak, kasih kepastian ke Pak Yudha soal perasaanmu."
"Hmmm...." Mirna bergumam tidak jelas.
"Terlepas dari umurnya yang terlalu matang, Pak Yudha bisa dibilang calon pasangan yang sempurna," ucap Jini berusaha menyadarkan temannya. "Belum tentu kamu bisa nemuin pasangan yang sebaik Pak Yudha."
Mirna menghela napas lelah. "Pak Yudha cerai hidup lho, Jin. Pasti ada penyebabnya sampe Pak Yudha berpisah sama istrinya."
"Siapa tau istrinya yang bermasalah," sela Jini.
Mirna berdecak sembari mengelap tangannya yang kotor menggunakan tisu basah. "Dalam kegagalan pernikahan, kita nggak bisa salahin satu pihak aja. Sudah pasti suami dan istri sama-sama salah."
"Kalo kamu penasaran, tanya aja langsung ke Pak Yudha. Apa penyebab cerainya," saran Jini. "Kalo kamu udah tau, tinggal dipikirin lagi aja. Kira-kira penyebab itu bisa diatasi atau nggak nantinya," lanjutnya.
Mirna memegangi kepalanya. "Entahlah. Pusing banget kepalaku."
"Tidur sana. Biar aku yang beresin ini," ucap Jini.
"Beresin sama-sama aja." Mirna sudah hendak merapikan kardus kosong yang ada di hadapannya, tapi tangannya langsung ditepis oleh Jini.
"Kamu dari kemarin belum tidur gara-gara begadang ngerjain tugas. Jadi, biar aku yang beresin ini semua," ucap Jini. "Anggap aja rasa terima kasihku karena udah dibolehin ikut makan ini," lanjutnya terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Paylater (Completed)
ChickLitMirna Zaira Ranjana, atau akrab dipanggil dengan nama Mirna. Memilih mengadu nasib ditengah kerasnya kehidupan kota Surabaya demi bisa melunasi segala tagihannya yang membengkak di aplikasi belanja online. Alih-alih mendapat pekerjaan di gedung penc...