Mirna diminta orang tuanya untuk pulang ke Ponorogo. Ia sudah bisa menebak, kepulangannya ini pasti ada hubungannya dengan kedatangan Yudha ke rumah. Tanpa membuang waktu, Mirna langsung memesan tiket kereta untuk pulang. Tidak banyak barang yang dibawa Mirna saat pulang. Ia hanya pulang membawa tas ransel berisi laptop dan sling bag berisi dompet dan ponsel.
Sesampainya di stasiun Madiun, Mirna sudah dijemput oleh Kakaknya, Agung. Ia langsung masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh Agung. Mobil mulai bergerak keluar dari area stasiun menuju ke Ponorogo.
"Ibu sama Bapak kaget, tiba-tiba pacarmu dateng ke rumah," ucap Agung memecah keheningan. "Dan bawa anaknya," tambahnya.
Mirna menoleh ke Kakaknya yang tengah fokus dengan kemudinya. "Aku juga nggak tau kalo Mas Yudha nekat dateng ke rumah."
"Ibu makin kaget waktu tau kamu pernah kerja jadi asisten rumah tangga di rumah cowok itu."
Wajah Mirna langsung berubah menjadi mendengar itu. "I- Ibu sama Bapak tau?"
Agung menoleh sekilas kemudian mengangguk. "Ibu tanya ke cowokmu, kalian ketemu dimana. Kok bisa sampe dekat sama kamu. Padahal dari segi usia dan lingkungan pertemanan, pasti kalian nggak ada hubungannya."
"Jadi ... Mas Yudha ceritain semuanya?" cicit Mirna dengan suara pelan.
"Iya," jawab Agung cepat. "Begitu kamu sampe rumah, langsung minta maaf ke Ibu sama Bapak. Kamu tau kan, Ibu paling nggak suka kalo kamu bohong."
Mirna mengangguk kaku. "Iya, nanti aku minta maaf."
"Bapak kelihatan kurang suka sama cowokmu," beritahu Agung.
"Ke- kenapa?" tanya Mirna terbata-bata.
"Dari usia dan status. Bapak nggak setuju kalo kamu sama dia," ucap Agunh tegas. "Dan aku juga nggak setuju," lanjutnya.
Mirna menundukkan kepalanya. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi.
"Kamu itu anak cewek kesayangan Bapak sama Ibu. Mereka mau kamu dapet calon suami yang cocok buat kamu," ucap Agung. "Aku nggak masalah kalo kamu harus nikah duluan. Tapi aku nggak setuju kalo sama dia."
Mirna menahan napas mendengar ucapan tajam dari Kakaknya. "Kemarin Mas Yudha ngobrol soal apa aja?"
"Dia bilang kalo kalian lagi dekat dan dia cerita pertemuan pertama kalian."
"Gimana tanggapan Ibu?"
Agung mengedikkan bahunya. "Ibu cuma diem aja. Beda sama Bapak yang langsung bilang nggak setuju begitu dia pulang dari rumah."
Mirna menghela napas pelan. "Mas Agung kenapa kok nggak setuju juga?"
"Dia duda, Mirna!" seru Agung menahan kesal. "Itu artinya dia pernah gagal dalam mempertahankan hubungan rumah tangganya."
"Apa Mas Agung keberatan juga soal anaknya?"
"Kalo boleh jujur, iya," jawab Agung terus terang. "Kamu masih terlalu muda untuk jadi seorang ibu sambung."
Mirna menatap jalanan di depannya dengan tatapan kosong. "Tapi aku sayang sama Leona," lirihnya, hingga tidak terdengar oleh Agung.
"Jadi ibu sambung itu nggak gampang, Mirna. Apalagi dia masih ada ibu kandungnya. Hubungan kalian akan rumit."
Mirna memilih diam, tidak menanggapi perkataan Kakaknya.
"Cari pacar yang seusia sama kamu. Atau paling nggak, cari yang satu atau dua tahun di atasmu. Jangan cari yang statusnya duda," ucap Agung penuh peringatan. "Kalo nanti Bapak sama Ibu ngomong, dengerin aja. Jangan ngebantah apapun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Paylater (Completed)
ChickLitMirna Zaira Ranjana, atau akrab dipanggil dengan nama Mirna. Memilih mengadu nasib ditengah kerasnya kehidupan kota Surabaya demi bisa melunasi segala tagihannya yang membengkak di aplikasi belanja online. Alih-alih mendapat pekerjaan di gedung penc...