twelve

2.2K 267 21
                                    

Minggu pagi Kaina sudah diam di rumah Rania untuk main. Kedua sahabat itu memang selalu memiliki jadwal bersama terlebih di hari libur seperti ini. Selain di sekolah, di rumah juga keduanya bisa bertemu.

Biasanya setiap di hari libur jadwal bersama itu di atur. Terkadang di rumah Kaina, terkadang juga di rumah Rania atau terkadang keduanya akan pergi ketempat tempat wisata maupun mall. Biasanya kalau keluar rumah tergantung mood saja. Masalah uang mereka tidak pusingkan.

Kaina menangkup wajahnya sendiri sambil memperhatikan Rania yang saat ini asik berkaca di cermin. Melihat kegiatan gadis berdarah tiongkok yang sesekali akan mengambil selfie sendiri. Fyi saja kalau Rania selain galak dia juga narsis. Selfie setiap saat itulah hobi nya.

Cukup lama keduanya sibuk urusan masing-masing. Rania beranjak dan menghampiri Kaina di atas kasur nya. Keduanya ini sahabat rasa saudara.

"Mami lo di rumah dong sekarang?"

"Enggak si. Mami barusan pagi ada jadwal kumpul. Biasa kumpul arisan."

"Loh iya? Berarti mama gue juga dong? Gue gak tahu."

Kaina hanya mengangguk. Merubah posisi menjadi telentang menghadap langit-langit kamar Rania yang bercat putih.

"Gue lupa deh mau ngomong sesuatu sama lo."

Kaina menoleh. Penasaran apa yang ingin Rania bahas.
"Soal?"

"Kayanya akhir-akhir ini kalian makin deket?"

Mengerutkan kening kebingungan. Siapa yang dimaksud Rania? Kok 'kalian'?

Rania yang sadar akan kesalahannya itu segera membetulkan ucapannya. Tertawa pelan melihat ekspresi bingung milik Kaina.

"Sorry-sorry, maksud gue lo sama Jergion. Lo sama dia makin deket ya?"

"Gak juga. Gue sama Jergion emang beberapa hari ini deket tapi sebatas temen. Kayak apa yang gue pernah bilang ke lo, kalo gue beberapa kali ini pernah ditolong sama dia."

"Kayanya gak gitu deh Kay? Kalo emang cuma karena pernah ditolong ya gak sampe segitunya? Gue ambil satu persoalan kemarin deh. Waktu lo tahu Jergion ribut itu ekspresi lo beda. Lo keliatan khawatir sama dia."

"Bukannya wajar?"

Rania menghela napas. Melirik pada Kaina dengan senyuman tipis yang mencoba bersabar.

"Ya wajar si. Tapi yang bikin aneh itu, kenapa bisa lo segitu khawatirnya sama dia? Lo bilang kalian gak sedeket itu bukan? Lo bukan siapa-siapanya Jergion dan gue rasa lo gak perlu sekhawatir itu sampe panik, bingung gak tahu kemarin lo harus apa. Bahkan lo sampe pergi gitu aja habis liat base soal Jergion yang bonyok?"

Kaina diam. Kaina jadi berpikir, benar kata Rania. Seharusnya dia tidak merasa sekhawatir itu bukan? Toh dia sama Jergion tidak lebih dari teman?

"Gak usah bengong gitu. Sekarang gini deh, lo coba pikirin perasaan lo ke Jergion itu gimana. Coba lo rasain dan artiin maksud dari perasaan lo ke dia itu apa. Kalo emang udah paham coba jujur aja, jangan denial. Gue rasa juga rasa takut lo itu udah mulai hilang setelah ketemu Jergion? Lo gak perlu lagi khawatir kalo si berengsek itu dateng lagi, karena pasti Jergion gak akan pernah biarin dia ngusik lo sedikitpun. Lo tahu kan penyebab Jergion bonyok kemarin? Dia rela di panggil bk terus kena teguran cuma untuk lindungi lo."

Memang benar. Kemarin sebelum ke UKS sebenarnya Jergion sempat di panggil guru bk untuk menghadap. Di sana Jergion di marahi habis-habisan karena ribut di lingkungan sekolah. Karena mau bagaimanapun Jergion tetap salah walau bukan dia yang memulai lebih dulu. Jergion kena teguran berupa omongan oleh guru bk, kepala sekolah dan wali kelasnya. Wow memang. Tapi Jergion termasuk beruntung karena dirinya tidak di beri skorsing.

[END] Muak | NoMin GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang