thirteen

2.1K 267 14
                                    

Kaina pikir Vino akan benar-benar jera setelah mendapatkan pukulan keras dari Jergion. Namun ternyata dirinya salah. Kaina baru ingat, lelaki berengsek seperti Vino bukanlah termasuk lelaki yang mudah mengalah begitu saja. Vino memang lelaki gigih, hanya saja memiliki niat yang busuk dalam kegigihannya itu.

Pesan misterius dengan ending memuakan. Kaina benar-benar malas menghadapinya. Bisa tidak sih Vino itu pergi saja? Mereka sudah putus karena kesalahan lelaki itu juga. Kenapa setelah semuanya berakhir seakan Vino tidak rela melepasnya begitu saja? Apa yang sebenarnya Vino inginkan darinya?

Otak Kaina mendidih rasanya. Marah, sedih, lelah dan frustasi menjadi satu. Tidak sanggup rasanya membaca ulang pesan jahat yang Vino kirimkan.

Jika bisa dirinya mengulang waktu, Kaina bersumpah tidak akan pernah mau bertemu Vino jika endingnya seperti ini.

"ARGH!"teriak Kaina tanpa perduli keadaan.

Mereka terkejut, menoleh menatap penasaran pada Kaina yang kini sedang menundukkan kepala di atas lipatan kedua lengannya.

Rania itu menoleh. Menghampiri Kaina dengan panik. Tubuh Kaina bergetar. Suara tangis mulai terdengar menyedihkan. Tangisan itu gambaran kalau dirinya benar-benar sudah muak dengan cinta. Sejujurnya Vino bukan hanya mengusiknya dengan perkataan kasar dan menggelikan. Lelaki itu juga ada mengirim beberapa foto mengenai Jergion dengan text meremehkannya. Vino mengatakan dirinya mudah sekali ditipu.

"Kay? Kaina lo kenapa?!"pekik Rania mengguncang tubuh Kaina cukup keras.

Gadis itu tetap tidak bergeming dari posisi. Tangisan Kaina semakin mengencang. Sebelah lengan dibawa memukul dada nya ketika merasa nyeri.

"KAINA JANGAN BUAT GUE PANIK!"

Kaina memeluk tubuh Rania erat ketika sahabatnya itu menariknya kepelukan. Kaina membenamkan wajah di perut Rania masih menangis. Kaina bungkam cukup lama, hingga perlahan suara Kaina terdengar mengucapkan sesuatu dengan nada nyaris berbisik.

Beberapa anak kelas seketika hening. Beruntung baru ada beberapa murid yang datang, memberitahu kalau sekarang masihlah terlalu pagi untuk berada di kelas. Pukul enam lewat lima menit.

"G–gue salah apa Ran? Hiks kenapa harus gue yang ngerasa sakit, kenapa Ran?!"

Rania terdiam ingin mendengarkan lebih dulu. Kenapa sebenarnya dengan Kaina? Padahal baru saja keduanya bercanda saat pergi kesekolah bareng.

"Gue capek. Hati gue gak sanggup kalo terus terusan begini. Bisa gak si kasih gue satu kebahagiaan? Kenapa disetiap gue mulai suka sama seseorang, selalu ada aja permasalahan? Gue juga mau kaya lo Ran. Hiks gue juga mau ngerasain cinta! Kenapa gue gak bisa? KENAPA RAN?!"

Rania memeluk erat Kaina yang memberontak. Dia gak bisa liat sahabatnya seperti ini. Kejadian ini mengingiatkan Rania akan masa lalu di saat Kaina di sakiti oleh mantan berengseknya.

"Gue baru mau mulai buka hati Ran, tapi seolah-olah takdir gak mau gue bahagia. Apa ini karma buat gue? Gue ngehindarin cowo lain juga karna ada alesannya kan, Ran? Lo tau itu kan Ran?"

"Sstt Kaina lo tenang dulu. Gue tau lo punya alesan tersendiri. Tapi please ceritain pelan-pelan oke? Kalo lo terus begini gue gak akan paham apa permasalahannya. Lo liat? Kita gak berdua di kelas ini. Masih ada satu jam sebelum bel. Mau cerita? Kalo mau cerita kita ke mobil aja. Di sana lebih privasi, oke?"

Kaina mengangguk tipis. Isakan masih terdengar walau tak separah tadi. Napasnya terdengar berat menahan emosi terlebih rasa sakit pada hatinya.

Memutuskan keluar kelas, tanpa disangka keduanya berpapasan dengan Jergion yang tersenyum kepada Kaina. Namun, bukannya mendapat balasan, Jergion justru terabaikan. Menatap Rania meminta jawaban, yang didapat hanya acuhan. Keduanya berlalu begitu saja meninggalkan tanda tanya besar memenuhi isi kepala Jergion.

[END] Muak | NoMin GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang