CHAPTER VI : PETUGAS KEAMANAN PALANG KOMPLEK

143 32 5
                                    

Selasa, 17 April 2012
Di balik cerah langit berawan, mentari penaka malu untuk tampakkan hadirnya. Krei terduduk pada kursi halte pemberhentian bus Hikarigaoka, ditemani suasana sejuk bak alunan musik nan indah, hadapi waktu yang melaluinya begitu percuma. Nampak kelompok sosial semu silih berganti, dispersi kerumunan seiring tumpangan kian datang dan pergi. Berulang kali mencuri lirik pada jam tangan milik orang lain, menunggu Hitomi yang tak kunjung tiba. Rasa kantuk hampir sepenuhnya melahap sesaat sebelum dirinya mendengar pekik memanggil dari kejauhan, "Kreii!" Hitomi berlari dari arah kanan dengan kedua tangan menopang laptop dalam kondisi terbuka. Tiupan angin mengibas poni yang menutup dahinya, mengenakan rok pendek biru muda, blazer hitam sebagai luaran serta kemeja putih dengan pita kecil berwarna merah pada kerahnya-membuatnya nampak seperti kotak hadiah natal berjalan. "Kenapa kau membawa laptopmu seperti itu?" Bingung Krei mengetahui terdapat sebuah ransel di punggung Hitomi. Namun, ia hanya mendapatkan senyum sebagai balasan.

Deru mesin dari bus yang akan mereka tumpangi tiba-untuk yang kesekian kalinya sejak enam puluh menit terakhir. "Ada yang ingin kutunjukkan padamu," ujar Hitomi, "Ayo!" Imbuhnya penuh semangat menginjakkan kaki ke dalam bus. Keduanya pun duduk pada kursi di sisi belakang karena pada barisan depan sudah dipenuhi oleh para penumpang lain. Seorang wanita asing tiba-tiba saja menghampiri, "Permisi, apa kursi ini sudah ada yang menempati?" Tanyanya menatap Krei dengan telunjuk yang ia acungkan ke arah Hitomi. Keduanya mengerutkan dahi. "Ya, tentu saja," jawab Krei-heran. Wanita itu sontak memicing seraya beranjak pergi, "Aku hanya bertanya, tak perlu sarkas begitu." Kemudian ia menduduki kursi lain di belakang. Untuk sejenak, Krei dan Hitomi saling bertukar pandang. "Ah, lupakan saja ... ada yang ingin kuperlihatkan padamu," Hitomi mengarahkan layar laptopnya pada Krei, "Aku menemukan sesuatu di internet sebelum berangkat tadi."

"Ya, itu menjelaskan kenapa kau lama sekali, aku menunggumu satu jam, Hitomi. Jadi lebih baik yang kau temukan ini sepadan."

"Maaf, aku benar-benar hanyut, bahkan segan untuk menutup kembali laptop, segera berlari ke luar rumah karena tak sabar untuk memperlihatkannya padamu. Seperti yang kubilang kemarin, Kediaman Melina Pairin adalah cerita rakyat yang sangat terkenal di Shibuya, jumlah vidio eksplorasi hantu di sana sangatlah banyak, tapi ... belum lama ini, tepatnya pertengahan Januari dua ribu dua belas, sebuah vidio dari kanal amatir menjadi viral usai berhasil merekam penampakan yang begitu jelas. Kau harus menontonnya!" Hitomi menekan tombol spasi untuk memulai vidio. Krei sedikit membungkukkan badan-dekati tatap pada laptop di pangkuan Hitomi, dan menyaksikannya dengan seksama. Bus mulai beranjak, perjalanan Krei dan Hitomi menuju Shibuya pun dimulai.

----

CHAPTER VI : PETUGAS KEAMANAN PALANG KOMPLEK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER VI : PETUGAS KEAMANAN PALANG KOMPLEK


Sorot pintu gerbang beratap dengan dinding beton di sisi kiri dan kanan-sebagai pelindung apa-apa yang berada di dalam-pun dilalui oleh si perekam. Masuk dan beralih menyorot pohon raksasa berdahan kering yang entah kenapa, kebisuannya malah lebih berkesan seperti ucapan selamat tinggal alih-alih menyambut kedatangan. Rasanya seperti ada pilu, atau sesuatu baru saja pergi meninggalkan siapa pun yang menatapnya. Pohon itu berdiri gagah pada pekarangan nan luas bertabur dedaunan kering yang kerap kali menghasilkan suara gemeresik ketika dipijak. Dan pada akhirnya, penampakan yang cukup megah kendati usang, pondasi semi panggung dengan kayu sebagai material dominan, atapnya yang luas terbalut oleh kabut tipis disekeliling begitu menggugah rasa penyesalan untuk segera mengundurkan niat berkunjung-walau bukan itu yang dirasakan oleh Aya Harumi, melainkan; sentimen takjub-yang entah pada lanskap Kediaman Melina Pairin di hadapan atau rasa bangga terhadap keberaniannya sendiri karena telah berani berkunjung.

[TERBIT] Krei and the Night of Massacre (Krei dan Malam Pembantaian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang