CHAPTER VII : EKUINOKS VERNAL

211 46 24
                                    

"Sudah setahun berlalu, namun rasanya masih seperti kemarin. Rintihan itu, bau besi yang menyengat, lalu ... topeng."

🌙

Setagaya
12 Maret 2011 , 10:58 Malam
Jeruk dekopon dari kantong belanjaan terjatuh dan berguling menjauh tepat ketika Krei baru saja membuka pintu bagasi mobil. "Belanjaannya sedikit, biar Papa yang bawa," ucap sang Ayah keluar dan segera kembali menutup pintu mobil. "KAKAK!" Lengking bocah laki-laki dari jendela kamar di lantai dua, Krei kontan menengadah, "Apa kau membelinya?" Imbuhnya mendapat balas dari Krei berupa senyum serta anggukan yang seketika membuat bocah tersebut bersorak sorai kegirangan dan berlari menjauhi jendela, "Mana Darumaku? Mana Darumaku? Mana Darumaku? Mana Darumaku?" Serunya berulang-ulang kala tergesa menuruni tangga. "Perhatikan langkahmu!" Ucap Krei begitu membuka pintu masuk.

Peringatan Tsunami yang diumumkan pukul enam sore terkait gempa berkekuatan enam koma sembilan Skala Richter yang melanda kota Ishinomaki resmi dicabut pukul delapan malam tadi usai catatan tide gauge di Ofunato Station, Prefektur Iwate, menunjukkan tidak adanya anomali tinggi muka laut, yang artinya tidak akan terjadi tsunami. Meskipun begitu, JMA tetap memberi panduan kepada penduduk setempat untuk menjauh dari area pantai karena mungkin ada sedikit fluktuasi permukaan laut. Berita lainnya adalah laporan perkembangan wabah yang sejak tahun dua ribu enam lalu telah menyebar di sepenjuru Prefektur Nagano, kini—

"Ya ampun, sudah jam segini kenapa televisi masih dibiarkan menyala," jengkel sang Ayah—nampak kesulitan melewati pintu masuk dengan tiga buah kantong belanjaan berada dalam dekapannya. Krei menekan tombol pada remote untuk mematikan televisi, kemudian beralih hendak menghampiri sang Ayah, "Berikan salah satunya padaku—"

"—Ah, tidak usah, kau lihat otot-otot di kedua tanganku ini? Tambahkan lima kantong lagi, Papa masih mampu membawanya," besar mulut sang Ayah bergurau—memaksa Krei dan Haruki untuk tetap diam menahan tawa mengetahui bahwa hanya ada gumpalan demi gumpalan lemak di sana. "Ini sudah larut, kunci pintu lalu antar Adikmu ke kamarnya!" Timpalnya memberi titah sambil menaruh ketiga kantong belanjaan tersebut di atas meja dapur. Krei hendak menuruti, tetapi Haruki menggelengkan kepala, hingga berpapasanlah mereka pada sang Ibu yang kebetulan tengah menuruni tangga, "Haruki besok sekolah! Naik dan pergilah tidur!" Tutur sang Ibu serupa dengan titah pemberian sang Ayah barusan, kemudian kembali meneruskan langkahnya menuju ke ruang dapur. "Dasar aneh, belanja kok malam-malam begini." Cetusnya begitu menghadapi Suaminya itu, dan mulai bersama-sama mengeluarkan satu-persatu isi kantong belanjaan. "Lho, makanya sesekali keluar dan bergaul dengan orang-orang sekitar perumahan. Salah satu tetangga kita bekerja di toko swalayan, mereka mengadakan pemotongan harga di atas jam sembilan malam." Balas sang Suami.

Dahi sang Istri mendadak berkerut, "Kau membeli boneka Daruma?" Namun Suaminya hanya mengangkat alis dan bahu secara bersamaan.

"Itu milik Haruki," sahut Krei menyusul masuk ke ruang dapur. "Kau sudah mengantar adikmu ke kamarnya?" Ayahnya bertanya, namun. Krei justru memalingkan pandang ke belakang kemudian tersenyum, "Belum, dia bersikeras meminta Darumanya."

"Hey Chabo! Sedang apa kau?" Tegur sang Kakak perempuan—menuruni tangga seraya mengikat rambut—membuat Haruki yang sedang bersembunyi di balik railing tangga itu seketika terkesiap meletakkan jari telunjuk di depan bibir, "Shuushhh... nanti Mama dan Papa dengar!"

Sang Kakak memutar bola mata—tak mau ambil pusing—dan melanjutkan langkahnya menuju ke ruang dapur, "Krei, mana yoghurt pesananku?"

Krei mengernyit tanpa menoleh, "Memangnya kau memesan yoghurt?" Dengusnya. Sang kakak perempuan pun membuka pasang bola matanya lebar-lebar, "Menjengkelkan! Kau ini benar benar minta untuk di hajar!" Geramnya mengangkat tangan kanan—hendak melayangkan satu tamparan, "Nako!" Tegur sang Ibu menggagalkan upaya tersebut. Dihimpit perasaan jengkel, sang Kakak lantas segera beranjak meninggalkan ruang dapur. "Ini," sang Ibu menyerahkan boneka Daruma milik Haruki kepada Krei, "Bilang gambar matanya besok saja, suruh Haruki untuk segera tidur."

[TERBIT] Krei and the Night of Massacre (Krei dan Malam Pembantaian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang